JATIMTIMES - Umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Adha 1446 H pada Jumat, 6 Juni 2025. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ibadah salat Id akan menjadi salah satu rangkaian utama yang dijalankan umat muslim di pagi hari.
Setelah salat, jemaah akan mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh khatib. Momen ini bisa menjadi pengingat tentang kisah Nabi Ibrahim AS yang mengorbankan putranya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Baca Juga : Modus Toko Bangunan Fiktif, Polisi Ringkus Pelaku Penipuan dan Penggelapan Rp 1,9 Miliar
Sebagai referensi, berikut JatimTIMES rangkum beberapa contoh khutbah singkat Idul Adha yang sarat makna dan bisa dijadikan bahan acuan saat menyampaikan pesan keagamaan di hari raya nanti.
1. Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dalam Diri Manusia
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي جَعَلَ يَوْمَ الْأَضْحَى عِيدًا وَمَوْسِمًا لِلْخَيْرَاتِ وَالطَّاعَاتِ، وَتَكْفِيْرِ الذُّنُوْبِ وَالرَّفْعَاتِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ شَهَادَةً نَرْجُو بِهَا الْفَوْزَ يَوْمَ الْمَقَامَاتِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، خَاتَمُ النَّبِيِّينَ وَإِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، إِنِّي أُوْصِيكُمْ وَإِيَّايَ أَوَّلًا بِتَقْوَى اللهِ، الْقَائِلِ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Ma’asyiral Muslimin jemaah salat Idul Adha rahimakumulah
Di pagi yang penuh berkah ini, mari kita buka khutbah dengan rasa syukur yang mendalam kepada Allah SWT. Hanya karena rahmat dan karunia-Nya, kita masih diberi kesempatan untuk hadir menunaikan salat Idul Adha. Hari ini merupakan hari raya yang menyimpan sejarah, keteladanan, dan makna pengorbanan.
Tak lupa kita panjatkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya. Semoga kelak kita semua dikumpulkan bersama beliau di surga penuh rahmat. Amin ya rabbal alamin.
Di hari istimewa ini, mari kita perbarui takwa kita kepada Allah SWT. Takwa yang bukan hanya berhenti di lisan, tapi tumbuh dari hati dan diwujudkan dalam perbuatan. Teladan terbaik tentu datang dari Nabi Ibrahim, yang rela meninggalkan apa pun demi menjalankan perintah Tuhannya.
Idul Adha bukan hanya hari untuk berkumpul dan berkurban. Lebih dari itu, ini adalah pengingat akan bentuk ketaatan tertinggi. Dalam sejarahnya, hari ini menjadi saksi atas perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail.
Bukan karena kebencian atau dendam, tapi karena patuh pada wahyu. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
"Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?' Dia (Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.'" (QS Ash-Shaffat [37]: 102)
Kisah ini mengajarkan dua hal sekaligus, yaitu ketaatan Nabi Ibrahim dan keteguhan hati Nabi Ismail. Seorang ayah yang sanggup menundukkan rasa cintanya demi Allah, dan seorang anak yang ridha menyerahkan nyawanya sebagai wujud kepatuhan. Inilah bentuk iman yang sejati.
Namun perlu dipahami, bahwa ini bukan sekadar kisah relasi ayah dan anak biasa. Nabi Ibrahim dan Ismail adalah manusia pilihan, yang keteladanannya patut diambil dengan penuh bijak.
Bukan berarti orang tua bisa memaksakan kehendak, atau anak harus tunduk tanpa berpikir. Pesan utamanya adalah tentang keteguhan iman ketika perintah Allah datang dengan jelas, dan kesiapan berkorban saat ego pribadi harus dikalahkan.
Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat Idul Adha yang dirahmati Allah,
Ketika Nabi Ibrahim sudah membaringkan putranya dan pisau hampir menyentuh kulit, pada saat itulah datang pertolongan dari Allah. Perintah tersebut hanyalah ujian. Allah pun mengganti Ismail dengan hewan sembelihan sebagai bentuk kasih sayang-Nya.
Allah berfirman:
قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٧)
"Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar." (QS Ash-Shaffat [37]: 105-107)
Di sinilah makna Idul Adha sebenarnya, tunduk kepada perintah Allah dan ikhlas menerima ketentuan-Nya. Ibrahim bukan hanya menyembelih, tapi melepaskan rasa memiliki yang berlebihan. Ia menyembelih ego dan rasa takut yang bisa menghalangi ketaatannya kepada Allah.
Kisah ini memberikan pesan kuat tentang bagaimana seharusnya kita menghadapi takdir. Tak melulu dengan keluhan atau amarah, tapi dengan penerimaan dan keikhlasan.
Seperti disampaikan oleh Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi dalam Tafsir wa Khawathirul Umam, Jilid IV halaman 417:
وَتُعَلِّمُنَا هَذِهِ الْوَاقِعَةُ أَنَّكَ إِذَا مَا جَاءَ لَكَ قَضَاءٌ مِنَ اللهِ إِيَّاكَ أَنْ تَجْزَعَ، إِيَّاكَ أَنْ تَسْخَطَ، إِيَّاكَ أَنْ تَغْضَبَ، إِيَّاكَ أَنْ تَتَمَرَّدَ، لِأَنَّكَ بِذَلِكَ تُطِيْلُ أَمَدَ الْقَضَاءِ عَلَيْكَ، وَلَكِنْ سَلِّمْ لِقَضَاءِ اللهِ فَيُرْفَع هَذَا الْقَضَاءُ، لِأَنَّ الْقَضَاءَ لاَ يُرْفَعُ حَتَّى يُرْضَى بِهِ
"Peristiwa ini mengajarkan kepada kita, bahwa jika datang suatu ketetapan dari Allah kepadamu, maka janganlah engkau gelisah, jangan marah, jangan murka, dan jangan memberontak. Karena jika engkau melakukan itu, itu hanya akan memperpanjang masa ketetapan itu atas dirimu. Akan tetapi, berserah dirilah pada ketetapan Allah, niscaya ketetapan itu akan diangkat. Sebab, suatu ketetapan tidak akan diangkat hingga diridhai oleh yang menerimanya."
Ma’asyiral Muslimin yang dimuliakan Allah,
Idul Adha memberi kita pelajaran, bahwa cinta kepada Allah harus di atas segalanya. Nabi Ibrahim mengajarkan makna pengorbanan sejati, dan Nabi Ismail mengajarkan tentang kesabaran serta ridha pada takdir.
Mari pulang dari salat ini kita bawa semangat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ke dalam kehidupan kita. Mari kita "sembelih" ego, kesombongan, rasa tamak, dan iri hati. Gantikan semua itu dengan keikhlasan, ketulusan, dan ketakwaan.
Semoga Allah menerima ibadah kurban kita dan menjadikan kita termasuk hamba-Nya yang senantiasa berserah diri dalam setiap keadaan, sebagaimana pengorbanan yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail.
Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
2. Kurban sebagai Aspek Spiritual dan Kepedulian Sosial
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِذَبْحِ الْأُضْحِيَّةِ. وَبَلَغَنَا إِلَى هٰذَا الْيَوْمِ مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ ذُوْ رَحْمَةٍ وَاسِعَةٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ تُرْجَى مِنْهُ الشَّفَاعَةُ. أَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الرَّحْمَةِ، وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ ذَوِي الْعُقُوْلِ السَّلِيْمَةِ، صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الرَّحْمَنِ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ الْمَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْانِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Ma’asyiral Muslimin, jemaah salat Iduladha yang dirahmati Allah,
Pertama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt., atas limpahan rahmat, hidayah, dan kesehatan yang kita rasakan hingga hari ini.
Di pagi yang penuh berkah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan salat Iduladha, hari raya besar umat Islam yang menyimpan pesan mendalam, baik secara spiritual maupun sosial.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, teladan utama dalam hidup ini, dalam hal ibadah, akhlak, dan kepedulian terhadap sesama.
Jemaah Iduladha yang dimuliakan Allah,
Hari raya ini tak lepas dari kisah penuh keteladanan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan putranya, Ismail ‘alaihissalam. Sebuah kisah yang mencerminkan ketaatan kepada Allah. Ketika Nabi Ibrahim menerima perintah untuk menyembelih putranya, ia melaksanakan tanpa ragu. Dan Ismail pun menerima dengan ikhlas. Keduanya menunjukkan kepatuhan yang luar biasa atas perintah Sang Khalik.
Inilah pelajaran penting bagi kita. Ibadah kurban adalah simbol dari ketaatan dan ketulusan hati. Bukan sekadar menyembelih hewan, tapi juga upaya menundukkan ego, melepas kelekatan terhadap dunia, dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.
Dalam Surah Al-Hajj ayat 37, Allah berfirman:
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ ٣
Artinya: Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin (QS Al-Hajj: 37).
Ayat ini menegaskan bahwa esensi dari kurban adalah ketakwaan. Bukan dilihat dari besar atau mahalnya hewan yang dikurbankan, melainkan dari keikhlasan dan niat tulus yang menyertainya.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Kurban bukanlah ibadah yang berdiri sendiri antara manusia dan Tuhannya saja. Kurban juga menyangkut hubungan kita dengan sesama. Islam adalah agama yang menyeimbangkan antara ibadah dan kepedulian sosial.
Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya: Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya (HR Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi).
Pesan dari hadits ini sangat relevan dengan suasana Iduladha. Ketika seseorang diberi kemampuan untuk berkurban, maka hal itu menjadi bentuk ibadah kepada Allah sekaligus sarana berbagi dengan sesama, khususnya mereka yang kurang mampu.
Allah Swt. juga berfirman dalam Surah Al-Kautsar ayat 2:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: Maka laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. (QS Al-Kautsar: 2)
Ayat ini mengandung dua perintah, yakni salat dan kurban. Keduanya menegaskan hubungan kita dengan Allah, namun kurban juga menegaskan tanggung jawab sosial terhadap sekitar.
Dengan turut membagikan daging kurban, kita diajak untuk berbagi dengan saudara-saudara kita yang mungkin sepanjang tahun jarang menyentuh daging. Kurban menjadi sarana menguatkan solidaritas, memperkecil kesenjangan, dan menumbuhkan rasa saling peduli.
Dalam Surah Al-Hajj ayat 36, Allah Swt. juga menyampaikan:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya: Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur (QS Al-Hajj: 36).
Pesan ini mengingatkan bahwa kurban tidak berhenti di tempat penyembelihan. Kurban harus sampai ke tangan orang yang membutuhkan, agar mereka turut merasakan kebahagiaan Iduladha.
Rasulullah ﷺ juga pernah menyampaikan hadits dari Ibnu Abbas:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ
Artinya: Tidaklah beriman seseorang yang kenyang sementara tetangganya lapar di sampingnya. (HR Al-Baihaqi)
Hadits ini memperkuat bahwa kepekaan sosial adalah bagian dari keimanan. Ketika kita menyembelih hewan kurban, jangan lupa melihat ke sekitar, barangkali ada saudara, tetangga, atau jemaah lain yang masih kekurangan.
Baca Juga : Menjinakkan AI di Bangku Kuliah: Unisba Blitar dan Rumah BUMN Tanamkan Literasi Digital Sejak Dini
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Mari kita jadikan momen Iduladha ini sebagai pengingat bahwa hidup tidak hanya untuk diri sendiri. Kurban adalah simbol kepedulian dan keikhlasan, bukan rutinitas tahunan semata.
Jika kita bisa membeli hewan kurban, maka kita juga harus mampu membuka hati untuk membantu yang lain, tidak hanya hari ini, namun sepanjang waktu.
Kurban bisa menjadi sarana untuk, meningkatkan ketakwaan, karena kita melepaskan sesuatu yang kita cintai demi Allah.
Kurban juga bisa melatih keikhlasan, karena tidak semua yang kita cintai harus kita pertahankan. Termasuk menumbuhkan empati sosial terhadap mereka yang kurang beruntung. Serta kurban bisa menyebarkan kesejahteraan, agar rezeki tidak hanya berputar di kelompok tertentu. Melalui kurban kita juga bisa mempererat hubungan antarumat, dengan saling berbagi dan peduli.
Kita tidak ingin kurban hanya menjadi formalitas yang tanpa makna. Kita ingin agar setiap daging yang dibagikan membawa kebahagiaan, setiap niat yang kita panjatkan menjadi pemberat amal kebaikan.
Ma’asyiral Muslimin yang dirahmati Allah,
Kalau kita benar-benar memahami makna kurban, maka kita akan tumbuh menjadi pribadi yang dermawan, peduli, dan ikhlas. Dunia hanyalah tempat sementara. Harta yang kita punya adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
Allah Swt. berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 92:
92: لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢
Artinya: Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya (QS Ali Imran: 92).
Mari kita niatkan ibadah kurban dengan sungguh-sungguh. Semoga diterima di sisi Allah dan membawa manfaat bagi orang-orang di sekitar kita.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
3. Manifestasi Kurban sebagai Investasi Abadi
اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ: فَيَايُّهَا الناس، أوْصُيْكُمْ وَ نَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنْ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Para jemaah salat Idul Adha yang dirahmati Allah
Pada hari yang mulia ini, marilah kita bersama-sama memperbarui ketakwaan kepada Allah ﷻ. Khatib mengajak diri sendiri dan seluruh jamaah untuk terus memperkuat keimanan dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala hal yang dilarang-Nya. Sebab keimanan dan ketakwaan inilah bekal utama menuju keselamatan dan kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Jamaah yang berbahagia
Hari Kamis, 9 Dzulhijjah 1446 H, setelah masuk waktu Zuhur, saudara-saudara kita yang sedang berhaji telah bergerak ke Arafah untuk menunaikan wukuf. Dari Mina menuju Arafah mereka tempuh perjalanan sekitar 20 kilometer.
Di Arafah, para jemaah akan memperbanyak ibadah dan memperbanyak doa. Wukuf di Arafah merupakan inti dari rangkaian ibadah haji, dengan cara berdiam diri, bermunajat, dan memperbanyak zikir.
Lalu setelah malam tiba, tepatnya malam Jumat 10 Dzulhijjah setelah Isya, jamaah haji melanjutkan perjalanan ke Mudzdalifah yang berjarak sekitar 13 kilometer. Di sana mereka menginap hingga waktu Subuh. Di Mudzdalifah, mereka melaksanakan salat jama' ta’khir qashar, berdoa, dan mengumpulkan batu kerikil untuk persiapan melontar jumrah aqabah.
Setelah Subuh, para jamaah kembali ke Mina dengan jarak tempuh kurang lebih 7 kilometer. Di sana jemaah melakukan lontar jumrah aqabah, dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban, kemudian melakukan tahallul awal.
Siangnya, para jemaah haji menunaikan thawaf, sa’i, dan mengakhiri dengan tahallul tsani. Semua rangkaian ini adalah ibadah menguras tenaga, sekaligus penuh makna dan pelajaran.
Para hadirin yang dimuliakan Allah
Kita semua patut bersyukur atas nikmat Allah yang terus mengalir kepada kita. Nikmat itu begitu banyak hingga tidak mungkin bisa dihitung. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam Surat An-Nahl ayat 18:
وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ
Artinya: “Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.”
Cobalah kita lihat diri kita masing-masing. Allah telah memberikan tubuh yang sehat, pikiran yang jernih, dan kehidupan yang layak. Kita diberi kekuatan untuk menjalankan ibadah, diberi rezeki yang cukup, keluarga yang menyayangi, serta segala kemudahan dalam beraktivitas. Hal ini ditegaskan lagi oleh Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 212:
وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ ٢١٢
Artinya: “Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.”
Karunia yang terus mengalir dari Allah hendaknya disambut dengan rasa syukur. Syukur ini bukan hanya dengan lisan, namun juga dengan tindakan nyata. Salah satunya adalah menggunakan harta dan nikmat yang diberikan Allah untuk hal-hal yang bermanfaat dan diridhai-Nya.
Habib Zain bin Smith dalam kitab Al-Fawaid Al-Mukhtar pernah menuliskan bahwa harta yang digunakan untuk ibadah akan berkata:
قَدْ كُنْتُ فَانِيَةً فَصِرْتُ بَاقِيَةً قَدْ كُنْتَ تَحْفَظُنِيْ فَصِرْتُ أَحْفَظُكَ
Artinya: “Dulu saya adalah fana, sekarang saya abadi. Dulu kamu menjagaku, kini saya akan menjagamu.”
Harta yang digunakan di jalan Allah akan menjadi aset kekal yang kelak akan menemani kita di akhirat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ : أَهْلُهُ وَعَمَلُهُ وَمَالُه، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ ، وَيَبْقَى وَاحِد، يَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ
Artinya: “Mayit itu diikuti oleh tiga hal: keluarganya, hartanya, dan amalnya. Lalu dua akan kembali dan satu akan tinggal. Keluarga dan hartanya akan pulang, sementara amalnya akan menemaninya.”
Hadis ini menjadi pengingat bahwa kita perlu merencanakan penggunaan harta dengan bijak dan berorientasi pada akhirat. Rezeki yang ada hendaknya diarahkan untuk sedekah, infak, wakaf, zakat, dan kebaikan lain yang bermanfaat. Allah menjanjikan ganjaran bagi hamba yang menafkahkan hartanya secara ikhlas, sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 261:
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١
Artinya: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.”
Jemaah Idul Adha yang dirahmati Allah
Hari Raya ini adalah saat yang tepat untuk menunjukkan ketaatan melalui ibadah kurban. Hewan kurban yang disembelih hendaknya berasal dari hewan terbaik, sesuai dengan syariat. Di antara ciri hewan kurban yang layak adalah sehat, tidak cacat, jalannya normal, ekornya utuh, dan kulitnya tidak rusak.
Selain syarat fisik hewan, niat dalam berkurban juga perlu diperhatikan. Niat yang ikhlas karena Allah menjadi penentu diterimanya ibadah. Allah berfirman dalam Surat Al-Hajj ayat 37:
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ
Artinya: “Daging dan darahnya itu tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu.”
Sebuah pelajaran penting juga disampaikan melalui kisah dua putra Nabi Adam dalam Surat Al-Ma’idah ayat 27:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ ٢٧
Artinya: “Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka kisah dua anak Adam yang benar. Keduanya mempersembahkan kurban, satu diterima dan satu ditolak. Yang ditolak berkata, 'Aku pasti akan membunuhmu.' Yang lainnya menjawab, 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.’”
Syekh Ash Shawi menjelaskan bahwa Qabil mempersembahkan hasil tani, sedangkan Habil membawa seekor domba terbaik. Namun Qabil sempat mengambil sebagian hasil taninya, sehingga yang tersisa tidak lagi layak sebagai persembahan. Sementara Habil menjaga kualitas kurbannya. Maka yang diterima adalah kurban Habil.
Kisah lain yang memperlihatkan keikhlasan adalah peristiwa penyembelihan Ismail oleh ayahnya, Nabi Ibrahim, yang diabadikan dalam Surat Ash-Shaffat ayat 103:
فَلَمَّآ اَسْلَمَا وَتَلَّهٗ لِلْجَبِيْنِۚ
Artinya: “Ketika keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya.”
Demikianlah bentuk pengorbanan sejati dan ketulusan tanpa syarat. Semoga semangat berkurban ini memperkuat iman, memperhalus hati, dan menumbuhkan kepedulian sosial di antara kita.
جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ : أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ
Demikian beberapa khutbah salat Idul Adha yang bisa jadi pilihan untuk dibacakan saat Hari Raya. Semoga bermanfaat.