JATIMTIMES - Kematian merupakan salah satu hal yang pasti akan terjadi dan dialami oleh setiap makhluk yang bernyawa. Tidak ada yang bisa memajukan atau memundurkan waktu yang telah Allah tetapkan itu. "Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan" (QS al-Ankabut: 57).
Setiap musim haji, kita kerap mendapati kabar tentang sejumlah jamaah yang menemui akhir hayatnya di Tanah Suci.
Baca Juga : Kapan 1 Muharram 2025? Ini Jadwalnya Lengkap dengan Tanggal Libur Nasional
Wafat di tanah suci khususnya saat menunaikan ibadah haji memiliki keutamaan dan kemuliaan yang istimewa. Bahkan, bagi seseorang yang ditakdirkan mati di tanah terlarang merupakan tanda bahwa ia meninggal dalam keadaan baik (husnul khatimah) dan diyakini mendapat jaminan dari Allah berupa masuk surga tanpa hisab.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) dalam karya monumentalnya, Ihy Ulumiddin sebagai berikut:
"Barang siapa yang berangkat haji dan umrah, lalu meninggal (dalam perjalanan), Allah akan membalasnya berupa pahala haji dan umrah sampai hari kiamat. Dan siapa yang mati di salah satu tanah terlarang, maka dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban, maka akan dikatakan kepadanya, 'Masuklah ke surga'." (HR. al-Baihaqi).
Dari sinilah, banyak umat Muslim yang berharap wafat di tanah suci agar mendapatkan sejumlah keutamaan diatas. Namun pertanyaannya, apakah boleh berharap wafat di tanah suci?
Hukum Berharap Wafat di Tanah Suci
Mengutip dari laman muslim.or.id, terdapat ulama yang berpendapat hukumnya sunnah berdoa meninggal di tempat yang mulia dan tanah suci Mekkah dan Madinah termasuk tanah mulia.
Salah satu dalilnya adalah perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mendapatkan keutamaan meninggal di Madinah yang merupakan tanah suci. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوتُ بِهَا
“Barangsiapa yang ingin mati di Madinah, maka matilah di sana. Sesungguhnya aku akan memberi syafa’at bagi orang yang mati disana”. (HR Ahmad & Tirmidzi)
Akan tetapi meninggal di sini bukanlah meninggal yang diusahakan sendiri misalnya sengaja membuat dirinya sakit di Madinah, sengaja kecelakaan di Madinah atau malah bunuh diri di tanah suci, akan tetapi kematian yang alami sesuai dengan takdir Allah. Hendaknya ia sabar hidup di kota Madinah dengan segala cobaannya.
At-Tibiy berkata,
Baca Juga : Gunung Raung Kembali Erupsi, Kolom Abu Capai 600 Meter
“Perintah agar meninggal di Madinah bukanlah dengan usahanya sendiri, tetapi kembali kepada Allah (sesuai dengan takdir Allah). Hendaknya ia tetap bertahan tinggal di Madinah dan berusaha tidak meninggalkannya.” (Tuhfatul Ahwadzi 10/286)
Hal ini selaras juga dengan penjelasan An-Nawawi, beliau berkata,
“Para Ulama menjelaskan bahwa hadis yang disebutkan (tentang kota Madinah) pada bab sebelumnya menunjukkan dalil yang jelas tentang keutamaan tinggal di kota Madinah dan bersabar atas ujian dan kesusahan hidup di kota Madinah. Keutamaan ini berlaku terus-menerus sampai hari kiamat.” (Syarh Shahih Muslim 9/151)
An-Nawawi juga menjelaskan disunahkannya berdoa agar diwafatkan di tanah suci. Beliau berkata,
يستحب طلب الموت في بلد شريف
“Disunnahkan meminta kematian di tanah yang mulia/suci.” (Al-Majmu’ 5/106).
Nah, demikianlah penjelasan mengenai hukum mengharapkan meninggal dunia saat berhaji di Tanah Suci. Semoga bermanfaat!