JATIMTIMES – Kualitas hidangan daging tidak hanya ditentukan oleh keahlian memasak, tetapi juga bermula dari cara penanganan dan penyimpanan bahan baku yang tepat. Kesalahan kecil dalam proses ini dapat memicu penurunan kualitas rasa hingga risiko kontaminasi bakteri.
Dokter hewan dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya (FKH UB), Dr. drh. Mira Fatmawati, M.Si, membagikan serangkaian kiat esensial untuk memastikan daging yang disimpan tetap prima, aman, dan siap diolah menjadi sajian lezat.
Baca Juga : Gelontor Rp26,3 Miliar, DPRD Jatim Dorong Optimalisasi BLK Tanggulangi PHK
Salah satu dilema klasik yang kerap dihadapi adalah perlukah daging dicuci sebelum disimpan. drh. Mira menjelaskan, bahwa sebenarnya daging itu tidak perlu dicuci, jika masih dalam kondisi bagus pasca penyembelihan maupun pemotongan.
Namun, ia menambahkan skenario berbeda, "Kalau kemudian tidak memungkinkan untuk dia bersih, maka kita akan sarankan memang dicuci, tetapi habis dicuci harus dikeringkan. Kuncinya ada di situ," paparnya, Rabu (28/5/2025).
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa pengeringan menjadi tahap krusial. Hal ini karena jika air yang digunakan tidak bersih, maka justru malah menambah bakteri atau mikroorganisme di dalam daging. Untuk proses pengeringan, maka disarankan menggunakan tisu khusus makanan.
"Jangan pakai tisu yang tisu wajah ya, tapi kan ada tisu yang untuk makanan. Jadi itu ditekan-tekan aja sampai meminimalkan tidak ada air di daging," papar drh. Mira.
Langkah berikutnya, menurut drh. Mira, adalah manajemen porsi sebelum pembekuan. Artinya dalam memasak sangat disarankan untuk memotong daging menjadi beberapa bagian sesuai porsi yang dibutuhkan saat memasak.
"Jadi misalkan nih, dapet satu kilo, dipotong, 'oh yang saya mau buat rendang ini cuma setengah kilo'. Potonglah setengah kilo, diplastikin, baru dimasukin ke kulkas."
Pakar kesehatan hewan ini secara tegas tidak merekomendasikan praktik mengeluarkan seluruh stok daging beku hanya untuk mengambil sebagian. Sebab hal ini justru akan mempengaruhi kualitas daging.
"Jangan kemudian satu kilo dimasukin ke kulkas, kita mau masak, dikeluarkan. Ditaruh di ruangan, dipotong, kemudian dimasukin lagi. Waduh, ini dari segi rasa akan terpengaruh dan mikroorganismenya semakin banyak. Dan itu yang tidak boleh," jelasnya.
Proses pembekuan ulang (thawing-refreezing) semacam ini, dijelaskan drh Mira apat merusak tekstur daging dan menjadi pintu masuk bagi proliferasi mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Baca Juga : Malam Tasyakuran Hardiknas 2025: Pemkot Kediri Diganjar Kota dengan Residu Data Pendikan Terendah
Edukasi penting lainnya yang ditekankan oleh drh. Mira adalah pemisahan tegas antara daging dan jeroan dalam pengemasan dan penyimpanan. Hal ini tentunya untuk menghindari adanya kontaminasi dari jeroan ke daging.
"Edukasi kita yang kedua adalah memisahkan antara jeroan dan daging. Kemasannya harus beda," tegasnya.
Lebih lanjut, penanganan jeroan memiliki kekhususan tersendiri. Berbeda dengan daging yang pencuciannya kondisional, untuk jeroan harus dipastikan telah dicuci terlebih dahulu. Setelah itu, jeroan sangat dianjurkan untuk dilakukan perebusan dahulu sebelum disimpan. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan aroma tidak sedap, menghilangkan kotoran yang tidak bisa hilang hanya dengan mencuci.
Tidak berhenti di situ, drh. Mira juga merinci klasifikasi dalam penyimpanan jeroan. Jeroan terdiri dari jeroan hijau dan jeroan merah. Jeroan hijau berasal dari saluran pencernaan (usus, babat, perut), sedangkan jeroan merah berasal dari bagian tubuh yang tidak bersentuhan dengan saluran pencernaan (hati, limpa, jantung, paru-paru, ginjal).
"Nah setelah itu kan ada jeroan merah sama jeroan hijau. Itu juga harus dipisahkan," tuturnya.
Ia menyarankan setidaknya tiga kemasan terpisah untuk penyimpanan optimal. Tiga kemasan ini untuk penyimpanan daging, penyimpanan jeroan hijau dan penyimpanan jeroan merah. " Jadi minimal ada tiga kemasan, baru dijadikan satu (jika ingin disimpan bersama dalam satu wadah besar di freezer)," pungkas drh. Mira.