JATIMTIMES - Rentetan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja di Jawa Timur (Jatim) telah menembus angka 8.000 pada tahun 2025 ini. Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim Puguh Wiji Pamungkas buka suara terkait hal ini.
Menurut Puguh, PHK memang menjadi salah satu ancaman yang dihadapi Jatim saat ini. Dia menyebut, sejumlah perusahaan di Jatim juga telah menyampaikan deklarasi akan melakukan PHK terhadap para pekerjanya.
Baca Juga : Bank Jatim Memberangkatkan Dua Guru ASN Blitar ke Tanah Suci Lewat Undian Umroh 2025
"Jumlahnya (yang terkena PHK) saya yakin akan terus meningkat. Apalagi Jawa Timur ini ya boleh dikatakan jumlah penduduknya terbanyak kedua di Indonesia. Lalu juga juga sektor industrinya juga cukup banyak ya terutama di daerah-daerah Pantura, lalu kemudian di Nganjuk, Pasuruan, Sidoarjo. Ini saya pikir butuh butuh langkah yang serius dari Pemprov Jatim," ungkap Puguh, Rabu (28/5/2025).
Lebih lanjut, ia mendorong Pemprov Jatim untuk lebih sering duduk bersama para pengusaha. Menurutnya, para pelaku dunia industri perlu dilibatkan dalam merumuskan kebijakan sebagai solusi atas badai PHK yang melanda Jatim.
Sebab, ia menilai bahwa terjadinya PHK tidak lepas dari lesunya perekonomian. "Jadi sudah kondisi ekonominya lesu, kemudian revenue mereka secara pendapatan mereka menurun, beban usahanya semakin meningkat. Maka salah satu pilihan mereka memang efisiensi, salah satunya PHK," terangnya.
Hal tersebut juga erat kaitannya dengan regulasi pemerintah yang dinilai tidak bersahabat dengan dunia usaha. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, gagasan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melakukan deregulasi patut diberikan dukungan.
"Deregulasi ini akan membuat iklim investasi dan usaha di Jatim itu tumbuh kembali. Orang akan optimis kembali untuk buka usaha di tengah-tengah situasi yang mungkin hari ini enggak menentu itu," paparnya.
"Misalkan terkait dengan perpajakan. Perpajakan itu menurut saya harus harus ada relaksasi. Menurut saya harus dikaji ulang terkait dengan perpajakan yang dikenakan ke industri itu. Jadi kalau kita dibandingkan dengan Vietnam itu sangat jauh sekali. Makanya kenapa di Vietnam itu bertumbuh karena memang mudah untuk investasi, termasuk salah satunya karena pajak," lanjutnya.
Baca Juga : Jadwal Misa Kenaikan Yesus Kristus 2025 di Malang Raya, Catat Tanggal dan Jamnya
Selain urusan pajak, dia juga mendorong agar aspek perizinan turut dipermudah. Perkara perizinan ini, menurut Puguh menjadi hambatan dalam membuka usaha, termasuk perizinan di daerah.
"Benar di Jawa Timur itu sudah ada aplikasi JOSS (Jatim Online Single Submission) ya, lewat OSS (One Single Service) itu. Tetapi faktanya itu enggak semudah yang dipresentasikan. Untuk mengurus izin saja itu harus berlapis-lapis begitu. Harus ke sini, harus ke situ, harus ke meja ini, ke meja yang itu," urainya.
Kondisi tersebut menurutnya membuat orang malas untuk investasi di Indonesia, termasuk Jatim. Padahal, lanjutnya, dalam sudut pandang menjaga laju pertumbuhan ekonomi, investasi menjadi salah satu komponen yang paling berpengaruh.
"Lalu yang ketiga isu terkait dengan satgas premanisme itu juga menarik menurut saya. Orang kan kadang mau investasi, buka usaha di Jawa Timur, di Indonesia itu kan takut dengan isu premanisme. Sudah dipajakan pemerintah, dipajakan LSM. Iya. Nah, ini juga menurut saya harus diperhatikan. Makanya pemerintah membuat satgas premanisme ini saya pikir positif ya, bagus. Tinggal nanti implementasinya di lapangan seperti apa," tandasnya.