JATIMTIMES - Indonesia, meskipun kaya akan sumber daya alam, masih tertinggal jauh dalam pengembangan teknologi enzim. Hal ini diungkapkan Prof. Aji Sutrisno, seorang profesor di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (UB) yang ahli dalam bidang Teknologi Enzim. Ia menyampaikan, bahwa untuk memenuhi kebutuhan enzim, Indonesia masih sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan industri enzim.
"Teknologi enzim sudah berkembang pesat di luar negeri, namun di Indonesia, kita masih sangat tertinggal. Kebutuhan enzim di dalam negeri sangat besar, namun kita masih kesulitan untuk memproduksi enzim secara mandiri," ujar Prof. Aji Sutrisno.
Baca Juga : Serahkan SK CPNS, Wali Kota Malang: Etika Birokrasi Jadi Fondasi Pelayanan Publik
Ia menegaskan bahwa meskipun enzim memiliki potensi besar untuk digunakan dalam berbagai sektor industri, termasuk pangan, pertanian, dan pengelolaan lingkungan, kendala utama yang dihadapi Indonesia adalah keterbatasan riset dan pengembangan teknologi untuk memproduksi enzim dalam negeri.
Menurut Prof. Aji, enzim merupakan bagian dari tubuh makhluk hidup dan memiliki proses yang ramah lingkungan, dengan suhu yang relatif rendah dan pH netral. Namun, pengembangan teknologi ini di Indonesia masih jauh dari harapan. "Kita hanya mampu mengisolasi dan memurnikan enzim, namun kita belum bisa mengidentifikasi struktur enzim secara mendalam seperti negara-negara maju. Itu adalah masalah besar," tegasnya.
Meskipun ada beberapa kemajuan, Prof. Aji mengingatkan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada impor enzim. Pada 2017, Petrosida bekerja sama dengan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) untuk mulai mengembangkan produksi enzim, namun proses tersebut masih berjalan lambat dan perlu percepatan. "Ini adalah langkah awal, tetapi kita harus menyadari bahwa prosesnya sangat panjang dan masih sangat jauh untuk mencapai kemandirian dalam produksi enzim," lanjut Prof. Aji.
Ia juga menegaskan bahwa kolaborasi antara peneliti, pemerintah, dan sektor industri adalah kunci untuk mendorong kemajuan dalam teknologi enzim. "Kita butuh lebih banyak peneliti yang fokus pada berbagai enzim dan aplikasinya. Tanpa kolaborasi yang erat, Indonesia akan semakin tertinggal," tegasnya.
Selain itu, Prof. Aji mengingatkan pentingnya memanfaatkan sumber daya hayati lokal yang melimpah di Indonesia. Meskipun Indonesia memiliki banyak bahan baku alami yang bisa dimanfaatkan, seperti kedelai, jagung, dan limbah dari nanas, pengolahannya masih terbatas. "Kita harus mulai serius dalam mengolah bahan baku lokal ini. Kalau kita terus mengandalkan impor, biaya akan semakin tinggi dan kita akan semakin tertinggal," ujar Prof. Aji dengan tegas.
Baca Juga : Dewan Kabupaten Malang Temukan Pendaftaran SPMB Offline, Picu Antrean Panjang
Pada akhirnya, Prof. Aji menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan teknologi enzim secara mandiri. Namun, untuk itu diperlukan komitmen kuat dari semua pihak, peneliti, pemerintah, dan sektor industri, untuk mempercepat riset, pengembangan, dan produksi enzim di dalam negeri.
"Jika kita bisa memanfaatkan sumber daya hayati kita dengan maksimal, Indonesia tidak hanya akan memenuhi kebutuhan domestik, tetapi juga bisa bersaing di pasar global. Namun itu semua dimulai dengan keseriusan kita untuk tidak bergantung pada impor," tutupnya.