JATIMTIMES - Hari Raya Idul Adha menjadi salah satu momen penting dalam Islam. Di hari tersebut, umat Muslim melaksanakan berbagai ibadah seperti salat Id, menyembelih hewan kurban, hingga menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Semangat berkurban pun terasa di banyak tempat, dimana warga Muslim berlomba-lomba untuk ikut serta menyembelih hewan kurban. Namun, di balik semaraknya suasana Idul Adha, ada satu pertanyaan yang cukup sering muncul, bolehkah orang yang berkurban memakan daging kurban miliknya sendiri?
Baca Juga : Panduan Menyembelih Hewan Kurban: Syarat, Adab dan Doa yang Dianjurkan
Mengutip dalam Al-Qur’an yang membahas tentang konsumsi daging kurban, yaitu QS Al-Hajj ayat 36:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: "Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami tundukkan (hewan-hewan itu) untukmu agar kamu bersyukur." (QS Al-Hajj: 36)
Dari ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT memperbolehkan orang yang berkurban untuk memakan sebagian dari daging kurbannya. Para ulama pun memahami ayat ini sebagai bentuk anjuran, bukan kewajiban. Dengan kata lain, menyantap daging kurban sendiri hukumnya sunnah.
Mengenai jumlahnya, para ulama menyarankan agar yang dimakan tidak berlebihan. Dalam kitab Fath al-Mu’in disebutkan, sebagaimana dilansir dari NU Online:
ويجب التصدق ولو على فقير واحد بشيء نيئا ولو يسيرا من المتطوع بها والأفضل: التصدق بكله إلا لقما يتبرك بأكلها وأن تكون من الكبد وأن لا يأكل فوق ثلاث
Artinya: Wajib menyedekahkan kurban sunnah meskipun hanya pada satu orang fakir, dengan daging mentah, meskipun hanya sedikit. Lebih utama menyedekahkan seluruhnya kecuali satu suapan untuk mengambil berkah. Hendaknya daging yang dimakan berasal dari hati dan tidak lebih dari tiga suapan.
Jadi, orang yang berkurban boleh makan sebagian kecil saja dari hewan kurbannya. Selebihnya lebih baik disedekahkan kepada fakir miskin atau siapa pun yang membutuhkan.
Meskipun tidak ada batasan pasti, asal sudah menyedekahkan sebagian daging kurban, walau hanya satu kantong kecil, maka ibadah kurbannya dianggap sah. Hal ini karena inti dari kurban adalah menyembelih hewan (iraqah ad-dam) dan menunjukkan kepedulian pada sesama, khususnya fakir miskin.
Berbeda dengan zakat yang harus diberikan seluruhnya, kurban memiliki sifat yang lebih fleksibel dalam hal distribusi daging. Maka, dalam beberapa pendapat ulama mazhab Syafi’i, bahkan diperbolehkan jika seseorang ingin mengonsumsi seluruh bagian hewan kurbannya sendiri, asalkan syarat minimal sedekah sudah terpenuhi.
Dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra disebutkan:
وَالْقَصْدُ مِنْ التَّضْحِيَةِ إرَاقَةُ الدَّمِ مَعَ إرْفَاقِ الْمَسَاكِينِ بِأَدْنَى جُزْءٍ مِنْهَا غَيْرِ تَافِهٍ وَقَدْ حَصَلَ هَذَا الْمَقْصُودُ فَلَا وَجْهَ لِلضَّمَانِ…
Artinya: Tujuan dari kurban adalah mengalirkan darah hewan dan memberi bagian (daging) minimal yang layak kepada orang miskin. Bila hal ini telah terpenuhi, maka tidak perlu ada ganti rugi. Bahkan, sebagian ulama besar Syafi’iyah memperbolehkan mengonsumsi seluruh daging kurban dan tidak mewajibkan sedekah sedikit pun dari hewan tersebut.
Baca Juga : PKS Jatim Perkuat Sinergi Umat dan Ulama, Serahkan Hewan Kurban ke PWNU, MUI, dan PWM
Namun, para ulama tetap mengingatkan agar pandangan ini dipahami dalam konteks fikih dan tidak dijadikan alasan untuk meninggalkan esensi sosial dari ibadah kurban. Akan terasa janggal jika seseorang menyembelih hewan, tetapi seluruh dagingnya ia konsumsi sendiri, tanpa dibagikan kepada sesama.
Perlu digarisbawahi bahwa ketentuan di atas hanya berlaku untuk kurban sunnah. Untuk kurban wajib, misalnya kurban karena nazar, maka hukum memakan dagingnya adalah haram bagi yang berkurban. Dalam hal ini, seluruh bagian hewan kurban wajib disedekahkan.
Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha menjelaskan dalam Hasyiyah I’anah at-Thalibin:
ويحرم الأكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره. (قوله: ويحرم الأكل إلخ) إي يحرم أكل المضحى والمهدي من ذلك، فيجب عليه التصدق بجميعها، حتى قرنها، وظلفها. فلو أكل شيئا من ذلك غرم بدله للفقراء.
Artinya: Haram mengonsumsi kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maksudnya, haram bagi orang yang berkurban dan berhadiah mengonsumsi daging kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maka wajib menyedekahkan seluruhnya, termasuk tanduk dan kuku hewan. Jika ia mengonsumsi sebagian dari hewan tersebut, maka wajib menggantinya dan diberikan pada orang fakir (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, hal. 378).
Jadi, bagi yang berkurban karena nazar atau kewajiban lainnya, tidak diperkenankan mengambil sedikit pun dari daging hewan tersebut untuk dikonsumsi sendiri. Jika melanggar, maka wajib menggantinya.
Lantas bagaimana dengan panitia? Ketentuan tentang boleh atau tidaknya mengonsumsi daging kurban ini hanya berlaku bagi orang yang berkurban. Sementara panitia atau mereka yang ditugasi menyembelih dan mengelola kurban memiliki ketentuan tersendiri dalam fikih, tergantung pada apakah mereka diberi bagian oleh orang yang berkurban atau tidak.
Demikian penjelasan lengkap boleh tidaknya makan daging kurban sendiri. Disimpulkan bagi yang berkurban sunnah, diperbolehkan mengambil sedikit bagian dari daging kurban untuk dikonsumsi sendiri, maksimal sekitar tiga suapan, dan disarankan dari bagian hati hewan. Selebihnya lebih baik disedekahkan kepada yang membutuhkan.
Sedangkan untuk kurban wajib, seperti karena nazar, seluruh dagingnya wajib diberikan kepada fakir miskin dan haram dikonsumsi oleh pekurban. Semoga informasi ini bermanfaat.