JATIMTIMES - Dalam agama Islam, ada beberapa ibadah wajib yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan yang sedang dalam keadaan haid, misalnya salat dan puasa. Lantas bagaimana jika Haji?
Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang harus dilakukan setelah syahadat, salat, puasa, dan zakat. Ibadah ini wajib dilaksanakan oleh orang yang mampu, baik itu secara materi, fisik, serta mental.
Baca Juga : Haji Ini Punya Ganjaran 70 Kali Lipat Dibanding Haji Biasa, Apa Itu?
Dalam pelaksanaannya, ibadah haji memiliki sejumlah aturan yang wajib dipatuhi jemaah. Terlebih bagi wanita, ada aturan khusus yang di antaranya berkaitan dengan rukun haji.
Aturan Khusus Jemaah Haji Wanita
Mengacu pada Buku Tuntunan Manasik Haji 2025 terbitan Kementerian Agama (Kemenag) RI, berikut sejumlah aturan khusus jemaah wanita:
1. Menutup aurat seluruh tubuh kecuali wajah dan pergelangan tangan sampai ujung jari.
2. Tidak mengeraskan suara ketika berzikir, berdoa, dan membaca talbiyah.
3. Tidak berlari-lari kecil saat tawaf dan sai.
4. Tidak disunnahkan mencium Hajar Aswad tetapi cukup memberi isyarat.
5. Tidak mencukur rambut (gundul) tapi cukup memotong ujungnya minimal tiga helai.
6. Semua rukun dan wajib haji boleh dilaksanakan dalam kondisi haid atau nifas, kecuali tawaf.
7. Jemaah perempuan haid, nifas, atau istihadhah tidak wajib tawaf wada (tawaf perpisahan).
Baca Juga : Greges Karena Perubahan Cuaca dari Indonesia ke Mekkah, Coba Sembuhkan dengan Ini
Lalu bagaimana solusi bagi wanita yang sedang haid namun berada di tanah suci untuk menunaikan ibadah haji?
Solusi Jika Terhalang Haid saat Haji
Dalam konteks ini, seorang wanita yang sedang haid diperbolehkan untuk tetap melanjutkan ibadah haji. "Perempuan tetap wajib berangkat ke Arafah dengan niat umrah haji walaupun dalam keadaan sedang haid. Ingat, haji adalah Arafah. Maka tidak sah bila pada 9 Zulhijjah tidak hadir di Arafah," ujar konsultan ibadah Daerah Kerja Makkah Profesor Siti Mahmudah, dikutip dari laman Kemenag Ri, Sabtu (3/5/2025).
"Karena haid tidak menjadi penghalang bagi perempuan untuk berhaji. Hajinya tetap sah, dan tidak mengurangi kemabrurannya," imbuhnya.
Sementara itu, untuk melakukan Thawaf Ifadhah bagi perempuan yang sedang haid, agar menunggu sampai suci jika masih punya waktu untuk tinggal lama di Makkah. "Jika tidak punya waktu lagi, amati apakah ada masa jeda suci. Jika dia tidak melihat darah haid, segera mandi, lalu memakai pembalut yang rapat dan menjaga dari tetesan darah, kemudian melaksanakan thawaf ifadhah dan sai," imbuhnya. Jika setelah itu dia masih mendapati darah haid, thawafnya sudah sah.
"Namun jika menjelang pulang, masih haid dan harus segera kembali ke Indonesia, maka boleh melakukan Thawaf Ifadah dengan menjaga darah haidnya menggunakan pembalut yang aman," ungkap Siti Mahmudah. Mengikuti pendapat Ibnu Taimiyah, thawafnya sah dan tidak dikenakan dam.
Ia melanjutkan, bagi mereka yang akan meninggalkan kota Makkah masih dalam keadaan haid tidak perlu melakukan Thawaf Wada'. "Cukup berdiri dan berdoa di hadapan Masjidil Haram untuk pamit pulang dari rumah Allah sebagai tamu Allah," paparnya.