JATIMTIMES - Kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret mantan Direktur Politeknik Negeri Malang (Polinema), Awan Setiawan, kini menjadi perhatian publik. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur resmi menahannya bersama seorang rekan, Hadi Setiawan, yang merupakan pemilik lahan, pada Rabu malam (11/6/2025).
Dugaan korupsi ini terkait dengan proses pengadaan lahan untuk pengembangan kampus Polinema yang dilakukan tanpa prosedur resmi dan merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. Berikut ini kronologi lengkapnya:
Baca Juga : 7 Fakta Kasus Eks Direktur Polinema Ditahan, Termasuk Lahan Kampus Tak Bisa Dibangun
2019: Rencana Pengadaan Lahan Dimulai
Polinema merencanakan pembelian lahan seluas 7.104 meter persegi di kawasan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, sebagai bagian dari rencana perluasan kampus.
2020: Negosiasi dan Pembayaran Muka
Pada akhir 2020, Awan Setiawan menyepakati harga lahan sebesar Rp6 juta per meter tanpa appraisal atau penilaian resmi. Pada 30 Desember 2020, dilakukan pembayaran muka sebesar Rp3,87 miliar. Namun, surat kuasa menjual dari pemilik lahan, Hadi Setiawan, baru diterbitkan pada 4 Januari 2021.
2021: Pembayaran Dilakukan
Tanpa kejelasan legalitas kepemilikan dan peruntukan lahan, Polinema tetap melanjutkan pembayaran penuh senilai Rp22,6 miliar dari anggaran negara. Anehnya, lahan tersebut tidak tercatat dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Versi kuasa hukum tersangka, pembayaran belum penuh karena harganya Rp42,6 M itu masih belum lunas.
2023: Temuan Awal dan Laporan ke Aparat Penegak Hukum
Laporan masyarakat dan hasil audit internal memunculkan dugaan bahwa proses pengadaan tidak sah dan merugikan negara. Sejak saat itu, Kejati Jatim mulai menyelidiki kasus tersebut.
2024–2025: Pemeriksaan dan Penetapan Tersangka
Kejati memeriksa sejumlah saksi dan mengumpulkan bukti, termasuk dokumen transaksi dan appraisal lahan. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, Awan dan Hadi ditetapkan sebagai tersangka.
11 Juni 2025: Penahanan Resmi
Penyidik Kejati Jatim resmi menahan Awan Setiawan dan Hadi Setiawan. Mereka dijerat Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga : Polisi Bakar Sarana Judi Sabung Ayam di Pakisaji Malang
Keterangan Kejati Jatim
Kasi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Dedi Suyanto, menjelaskan, “Para tersangka diduga kuat melakukan pengadaan tanah tanpa melalui prosedur sah dan menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp42,6 miliar.”
Lahan Ternyata Tidak Bisa Dimanfaatkan
Berdasarkan hasil appraisal baru, sebagian besar lahan yang dibeli ternyata berada di sempadan sungai dan tidak dapat digunakan untuk membangun fasilitas kampus.
Kata Polinema
Pihak Polinema menegaskan bahwa kasus ini merupakan tanggung jawab pribadi Awan Setiawan dan tidak ada kaitannya dengan kebijakan institusi.
Kasus ini menjadi peringatan penting bagi institusi pendidikan tinggi dalam pengelolaan anggaran negara agar lebih transparan dan akuntabel.
Kuasa Hukum Awan Setiawan Bantah Dugaan Korupsi, Sebut Penetapan Tersangka Prematur
Kuasa hukum mantan Direktur Polinema Malang, Didik Lestariyono, menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap kliennya, Awan Setiawan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah adalah langkah prematur dan tidak sesuai prinsip hukum yang adil.
“Penetapan tersebut kami pandang sebagai langkah yang prematur, tidak proporsional, dan tidak mencerminkan prinsip due process of law dalam sistem hukum yang adil. Kami akan mengajukan praperadilan,” ujar Didik, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (12/6).
Didik menambahkan bahwa proses pengadaan tanah dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan sesuai regulasi yang berlaku. Harga pembelian tanah yang digunakan sudah mencakup pajak dan dinilai wajar berdasarkan data harga pasar dari instansi resmi.
Menurutnya, kliennya tidak pernah melakukan negosiasi langsung dengan pemilik tanah, dan seluruh kewajiban perpajakan telah dipenuhi oleh pihak penjual. “Ini merupakan bukti bahwa tidak ada pengeluaran negara di luar ketentuan,” tegas Didik.
Lahan yang dibeli juga telah resmi disertifikatkan atas nama negara dan tercatat dalam daftar Barang Milik Negara (BMN). Sengketa muncul karena penghentian pembayaran oleh pimpinan Polinema setelah Awan tidak lagi menjabat.
Didik juga menekankan bahwa sampai saat ini belum ada hasil audit resmi dari BPK atau BPKP yang menyatakan kerugian negara dalam kasus ini. “Kami sangat menyesalkan penetapan tersangka yang dilakukan tanpa dasar audit kerugian negara yang jelas,” ujarnya.
Kuasa hukum Awan yakin bahwa kebenaran dan keadilan akan berpihak, sehingga nama baik kliennya dapat dipulihkan.
Catatan: artikel ini diperbarui dengan menambahkan pernyataan kuasa hukum Awan Setiawan, Didik Lestariyono.