JATIMTIMES - Pemerintah Kota (Pemkot) Malang menangkap adanya potensi tarikan pajak dari pembangunan kos-kosan. Hal tersebut dianggap sebagai angin segar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) usai potensi pajak kos-kosan tak lagi dapat dipungut.
Hal tersebut merupakan penyesuaian atas penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Yang ditindaklanjuti dengan Perda Kota Malang soal Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Baca Juga : Gen Z Melimpah, Lapangan Kerja Menyempit
"Kos-kosan di Kota Malang ini kan sudah tidak ada retribusinya. Pajak kos-kosan itu sudah tidak ada di Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) kita. Artinya, walaupun orang punya kos-kosan dengan kamar 40, 100, 200, itu gak ada pajaknya," ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang, Arif Tri Sastyawan.
Kendati demikian, pihaknya tetap melihat adanya potensi besar pada sektor tersebut sebagai salah satu sumber pendapatan. Yakni melalui pajak bumi dan bangunan (PBB).
Sebab menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir, tren pembangunan kos-kosan di Kota Malang semakin masif. Dengan fasilitas yang tak kalah dari hotel.
"Banyak bangunan kos-kosan di Kota Malang yang memiliki fasilitas lengkap. Mulai dari kamar mandi dalam, ber-AC, ada TV. Bahkan jumlah kamarnya bisa lebih dari 40 dalam satu bangunan. Tapi mereka tidak ada kewajiban pajak sama sekali, selain Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)," tutur Arif.
Menurut Arif, hal tersebut semakin relevan mengingat karakteristik Kota Malang sebagai kota pendidikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah mahasiswa yang tinggal di Kota Malang hampir setara dengan jumlah penduduknya, yakni sekitar 800 ribu jiwa.
Sebagian besar mahasiswa itu, sambung Arif, berasal dari luar daerah dan sangat bergantung pada hunian kos-kosan. Bisnis di sektor itu pun masih memiliki peluang tersendiri.
Baca Juga : Kalender Jawa Weton Senin Pahing 9 Juni: Cocok untuk Bekerja dan Membangun Ulang
"Kemarin sudah kami sampaikan waktu hearing dengan DPRD, Kota Malang ini kecenderungannya banyak kos-kosan. Kami minta bisa dikaji ulang karena ini potensi sebenarnya," kata Arif.
Meski mengakui potensi besar, Arif menegaskan Pemkot Malang tetap akan patuh pada regulasi pusat. Pihaknya akan terus memantau kemungkinan perubahan aturan di tingkat nasional. Yang memungkinkan daerah kembali mengenakan pajak terhadap usaha kos-kosan.
"Ini juga kami bahas saat di APEKSI Surabaya kemarin. Mungkin di kota lain di luar Jawa, kos-kosan tidak banyak. Tetapi di Kota Malang ini kan kota pendidikan, banyak mahasiswa luar kota di sini. Padahal ini potensi," pungkasnya.
Informasi dihimpun JatimTIMES, dari pajak yang ditarget mencapai Rp 846.060.000.000, telah tercapai sebesar 38,19 persen. Atau sudah tercapai sebesar Rp 323.074.508.862 hingga triwulan kedua pada tahun 2025 ini.