JATIMTIMES — Langit Kota Blitar siang itu mendung. Awan abu-abu menggantung di atas kompleks wisata makam Bung Karno ketika iring-iringan kendaraan rombongan Megawati Soekarnoputri tiba, Jumat (6/6/2025).
Di balik suasana tenang makam Sang Proklamator, terbit sebuah momentum penuh makna: ziarah, doa, dan penyerahan hewan kurban untuk masyarakat Blitar Raya.
Baca Juga : Wisatawan Alami Aksi Pamer Kelamin di Kayutangan Heritage
Presiden ke-5 Republik Indonesia itu datang tak sendiri. Ia ditemani keluarga besar Bung Karno, termasuk Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Rano Karno.
Wali Kota Blitar H Syauqul Muhibbin menyambut langsung di gerbang makam. Dalam pandangannya, kehadiran Megawati setiap tahun adalah bentuk konsistensi dalam merawat nilai-nilai sejarah dan warisan perjuangan bangsa.
“Prosesi ziarah berlangsung khidmat. Ibu Mega tampak benar-benar larut dalam suasana, seolah berbincang batin dengan ayahandanya,” ujar Syauqul, yang akrab disapa Mas Ibin. Ia menilai momentum ini bukan semata rutinitas seremonial, melainkan ruang refleksi kebangsaan yang sangat dalam.
Ziarah dilangsungkan dengan doa dan tabur bunga. Megawati berdiri khusyuk di sisi pusara sang ayah, membisu, namun menyampaikan banyak hal dalam diamnya. Tak lama kemudian, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Pendopo Ronggo Hadi Negoro di Kabupaten Blitar—tempat agenda penting lain menanti: penyerahan dua ekor sapi sebagai hewan kurban untuk masyarakat Blitar Raya.
Penyerahan kurban dilakukan secara simbolis kepada takmir Masjid Agung Kota Blitar. Aksi ini, menurut Wali Kota Blitar, mencerminkan kepedulian yang tulus dari seorang tokoh nasional terhadap tanah kelahiran ayahandanya. “Ini bukan sekadar daging kurban, melainkan pesan kemanusiaan dan solidaritas,” tutur Mas Ibin.
Romy Soekarno, cucu Bung Karno yang mewakili keluarga, menegaskan bahwa kegiatan ini memang disusun khusus sebagai bagian dari peringatan hari kelahiran Bung Karno yang ke-124. “Kami hanya ingin mengajak masyarakat untuk tidak lupa mendoakan keselamatan bangsa,” ujarnya. Ia percaya, semangat pengorbanan yang diwariskan Bung Karno masih relevan di tengah dinamika bangsa hari ini.
Sepanjang prosesi, pengamanan dilakukan ekstra ketat. Ratusan personel gabungan dari Polres Blitar Kota, Polres Blitar, Satbrimob Polda Jatim, hingga Dinas Perhubungan tampak mengatur lalu lintas dan menjaga situasi tetap kondusif. Jalan Ir. Soekarno yang membelah kota menjadi saksi bisu rangkaian kegiatan tersebut.
Baca Juga : Persiapan Pelti Kota Malang Capai 80 Persen, Kuatkan Mental Atlet Jelang Porprov
Namun, di balik penjagaan dan prosesi formal, ada pesan sosial yang tersirat. Pemberian hewan kurban di hari bersejarah ini menjadi simbol pengabdian, sekaligus bentuk keberlanjutan nilai-nilai kebangsaan yang diwariskan Bung Karno. Wali Kota Blitar menyebut, semangat gotong royong, kesederhanaan, dan cinta tanah air tak boleh hanya dikenang, melainkan harus terus dihidupi dan diwujudkan dalam tindakan nyata.
“Pembangunan mental dan spiritual masyarakat menjadi bagian penting dari pembangunan daerah. Dan Ibu Mega menunjukkan bagaimana itu bisa dilakukan lewat tindakan sederhana namun sarat makna,” tegasnya.
Megawati sendiri memilih tak berbicara di depan media. Namun geraknya cukup bicara. Dengan langkah perlahan, ia menyusuri area makam sebelum berpamitan. Di antara warga yang menanti di luar pagar, ada yang berseru, “Terima kasih, Bu Mega!”—sebuah sapaan tulus dari tanah tempat sejarah besar dimulai.
Hari itu, Blitar bukan sekadar kota ziarah. Ia menjadi ruang kontemplasi kolektif, tempat cinta pada tanah air dipraktikkan dalam bentuk paling dasar: memberi. Dan Megawati, lewat dua ekor sapi kurban, meninggalkan jejak sunyi yang menggema: bahwa pengorbanan adalah bahasa perjuangan yang tak lekang waktu.