JATIMTIMES – Sorotan lampu menari di tengah panggung Balai Kelurahan Bendogerit, Selasa malam, 27 Mei 2025. Layar putih membentang. Gamelan bertalu. Dua dalang muda, Ki Refan Atmaja Sugiarto, S.Sn dan Ki Luthfi Endar Prasetyo, S.Sn, membawakan lakon Wahyu Kamulyan, mengalirkan pesan moral dari epos pewayangan di hadapan ratusan pasang mata.
Di antara deretan tamu, tampak Wali Kota Blitar H. Syauqul Muhibbin, atau yang akrab disapa Mas Ibin, larut menikmati pentas. Di panggung budaya ini, bukan hanya cerita wayang yang dihidupkan, tetapi juga warisan nilai-nilai yang menyejukkan nadi kota.
Baca Juga : DPKPCK Kabupaten Malang Bangun 4 Ribu Sarana Air Minum Masyarakat, Penerima Manfaat Capai 16 Ribu Jiwa
Pementasan ini menjadi puncak rangkaian Upacara Adat Bersih Desa Bendogerit 2025, yang telah berlangsung sejak 22 Mei. Dari nyadran ke makam leluhur Mbah Imam Suwongso hingga gelar kesenian jaranan dan istighotsah, seluruh kegiatan dirancang tidak semata sebagai seremoni tahunan, tetapi sebagai ruang ekspresi kolektif yang memadukan spiritualitas, kebudayaan, dan pembangunan sosial.
Mas Ibin menyebut, Bersih Desa merupakan tradisi yang menyatukan rasa syukur dan harapan dalam satu helaan napas. Menurutnya, kegiatan ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi sebuah bentuk doa dan penghormatan terhadap warisan leluhur yang relevan hingga hari ini.
“Bersih Desa adalah cermin nilai-nilai lokal yang harus terus dijaga. Ini bukan hanya tentang tradisi, tapi juga tentang identitas dan kebersamaan,” ujar Mas Ibin dalam sambutannya. Ia mengajak seluruh aparatur kelurahan dan masyarakat untuk melestarikan budaya lokal sebagai bekal bagi generasi mendatang. “Kita tidak bisa membangun masa depan tanpa menghargai akar budaya kita sendiri,” imbuhnya.
Dalam pandangannya, kegiatan seperti ini juga memiliki dimensi pembangunan lain yang tak kalah penting: menguatkan modal sosial masyarakat dan membuka peluang pariwisata berbasis budaya. Ia mengapresiasi semangat gotong royong warga Bendogerit yang masih terpelihara dalam menyukseskan seluruh rangkaian acara. “Ini simbol rasa syukur yang patut kita dukung. Budaya adalah potensi wisata dan jati diri masyarakat," tegas orang nomor satu di Kota Blitar.
Sementara itu, Lurah Bendogerit, Aruna Indriya Wijayanti, menyebut Bersih Desa tahun ini menjadi refleksi semangat kolektif masyarakat dalam menjaga harmoni sosial. “Kami sengaja menghadirkan beragam unsur, dari religi hingga seni pertunjukan. Semua lapisan masyarakat terlibat. Ini bukan hanya pesta, tetapi proses merawat kebersamaan,” katanya.
Aruna menyebut pihak kelurahan terus mendorong partisipasi aktif warga dalam setiap proses pembangunan berbasis budaya. Bazaar UMKM yang digelar pada 24 dan 27 Mei, misalnya, menjadi ajang konkret pemberdayaan ekonomi lokal. “Kami ingin budaya dan ekonomi tumbuh bersama. Itulah pembangunan yang berpihak pada masyarakat,” ujarnya.
Baca Juga : Antisipasi Penyebaran Penyakit Menular, Dispaperta Sidoarjo Sidak Hewan Kurban
Malam puncak Bersih Desa pun ditutup dengan gelak tawa penonton saat Cak Percil CS naik panggung, disambut iringan musik dari Trio Semongko asal Sendangtirto. Humor, gamelan, dan guyub menjadi satu dalam irama yang membuktikan bahwa tradisi bisa tetap hidup tanpa harus meninggalkan zaman.
Lebih dari sekadar agenda tahunan, Bersih Desa Bendogerit menunjukkan bagaimana sebuah wilayah urban tetap mampu menyatu dengan nilai-nilai agraris dan spiritual yang melandasinya. Dengan hadirnya Wali Kota dan dukungan penuh dari pemerintahan kelurahan, acara ini menjadi simbol kesinambungan antara budaya dan pembangunan.
Di tengah derasnya arus modernisasi, Kota Blitar memilih untuk tidak tercerabut dari akarnya. Tradisi tetap dijunjung, budaya tetap dirayakan. Seperti lakon yang dimainkan malam itu, Wahyu Kamulyan—wahyu tentang kemuliaan hidup—ditemukan tidak di langit-langit istana, tetapi di tengah masyarakat yang tetap setia menjaga nilai-nilai warisan.