free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Tak Perlu Ganja, ini Obat Relaksasi yang Aman Dikonsumsi dan Dianjurkan Dokter

Penulis : Mutmainah J - Editor : Sri Kurnia Mahiruni

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Jarred Shaw, pebasket yang ditangkap polisi terkait ganja. (Foto @slimnojim16_)

JATIMTIMES - Pemain Amerika, Jarred Dwayne Shaw atau JDS masih menjadi sorotan publik setelah ia ditangkap kepolisian karena ia menerima permen ganja yang dipesannya melalui jalur gelap Thailand.

Setelah ditangkap pada Rabu (7/5/2025), diketahui motif JDS memakai permen yang mengandung ganja atau Delta 9 THC (tetrahydrocannabinol) dari Thailand untuk relaksasi. 

Baca Juga : Jangan Dianggap Remeh, ini Keutamaan Berwudhu Sebelum Tidur

"Motif pelaku adalah lifestyle atau gaya hidup menjalani kehidupan sosial sehari-hari di Jakarta," kata Wakil Kepala Polres Bandara Soekarno Hatta Ajun Komisaris Besar Joko Sulistiono, dikutip dari Tempo. 

ā€œMenurut pelaku, dampaknya bisa merasakan fly. Pelaku mengonsumsi narkotika ini apabila sudah selesai olahraga karena butuh relaksasi untuk menjalani kehidupan sehari hari karena dia masih aktif sebagai atlet basket," lanjutnya. 

Belajar dari kasus JDS ini, untuk merasakan relaksasi tidak harus mengonsumsi obat-obatan terlarang. Sobat JatimTIMES bisa mencoba mencari kegiatan baru seperti jalan-jalan, berkumpul dengan teman, membaca buku atau menonton film untuk menghilangkan kejenuhan. 

Namun jika memang benar-benar butuh obat relaksasi, sobat JatimTIMES bisa menggunakan obat yang memang dianjurkan dokter untuk dipakai. 

Daftar Obat Relaksasi yang Aman Dikonsumsi dan Disarankan Dokter

Dilansir dari laman Alodokter, berikut ini beberapa obat relaksasi yang aman dikonsumsi berdasarkan resep dokter:

1. Alprazolam

Obat penenang ini biasanya diresepkan untuk mengatasi gangguan panik, gangguan kecemasan, dan susah tidur. Cara kerja alprazolam adalah dengan meningkatkan aktivitas GABA (gamma aminobutyric acid) di sistem saraf pusat yang bisa memberi efek menenangkan dan mengurangi kecemasan.

Alprazolam umumnya digunakan dalam jangka pendek, karena bisa memberikan efek kecanduan. Ini karena alprazolam termasuk dalam jenis obat penenang benzodiazepine. Sebuah studi menunjukkan bahwa ada efek kecanduan pada 40% pasien yang menerima obat golongan ini selama 4–8 bulan.

Untuk mencegah adiksi dan sindrom putus obat, dokter biasanya tidak akan langsung meminta Anda menghentikan penggunaan alprazolam, melainkan menurunkan dosisnya secara perlahan, kemudian menghentikannya.

2. Diazepam

Diazepam juga tergolong obat penenang jenis benzodiazepine, sama seperti alprazolam. Obat ini umumnya digunakan untuk mengatasi gangguan kecemasan, mengurangi kaku otot, dan meredakan kejang. Diazepam juga terkadang diberikan sebelum operasi dilakukan agar tubuh lebih rileks.

Diazepam merupakan obat resep dan tidak dianjurkan untuk dikonsumsi jangka panjang atau lebih dari 4 minggu. Obat ini bisa memberikan efek samping berupa kantuk, bahkan sesak napas apabila konsumsinya tidak sesuai dosis.

3. Lorazepam

Lorazepam merupakan salah satu obat penenang yang aman dikonsumsi untuk mengatasi gangguan kecemasan dan gangguan tidur. Cara kerja obat ini mirip dengan alprazolam, yaitu meningkatkan aktivitas GABA di sistem saraf pusat sehingga mampu memberikan efek tenang.

Lorazepam juga termasuk obat resep, sehingga untuk mengonsumsinya Anda harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Biasanya, dokter akan meresepkan obat ini untuk dikonsumsi dalam jangka pendek, yaitu tidak lebih dari 4 minggu.

Efek menenangkan dari lorazepam akan mulai dirasakan sekitar 20–30 menit setelah dikonsumsi dan akan bertahan selama 6–8 jam. Selain lorazepam, obat yang masih segolongan dengannya yaitu nimetazepam atau umum disebut happy five, tapi obat penenang ini termasuk sering menyebabkan kecanduan dan efek yang serius.

4. Chlordiazepoxide

Ini merupakan obat penenang yang harus dikonsumsi berdasarkan resep dokter. Chlordiazepoxide umumnya diresepkan untuk meredakan kecemasan dan agitasi karena penghentian konsumsi minuman beralkohol. Namun, obat penenang ini terkadang juga diberikan untuk mengobati sindrom iritasi usus besar.

Lansia kurang dianjurkan untuk mengonsumsi chlordiazepoxide. Pasalnya, pemberian obat ini pada lansia dianggap kurang aman atau tidak seefektif obat lain, seperti alprazolam dalam dosis rendah, untuk mengatasi kondisi yang sama.

Baca Juga : Maharani Sri Suhita: Ratu Kencana Wungu yang Memulihkan Ekonomi Majapahit

5. Primidone

Selain digunakan untuk meredakan kejang, primidone juga dapat dipakai untuk mengatasi kecemasan karena dapat memberikan efek tenang. Cara kerja obat yang termasuk dalam golongan barbiturat ini mirip dengan benzodiazepine, sehingga bisa membuat tubuh menjadi lebih rileks.

Meski begitu, obat ini biasanya diresepkan jika obat golongan benzodiazepine tidak efektif meredakan kecemasan. Ini karena potensi efek samping dari obat golongan barbiturat lebih tinggi dibandingkan benzodiazepine. Jadi, konsumsilah primidone sesuai saran dokter agar efek samping obat ini bisa diminimalkan.

Beberapa efek samping dari konsumsi primidone selain kantuk adalah pusing, mual, muntah, nafsu makan hilang, dan penglihatan ganda. Anda sebaiknya berkonsultasi dengan dokter jika keluhan tersebut dirasakan, apalagi jika sudah mengganggu aktivitas atau memicu efek yang berat, seperti sesak napas dan pingsan.

6. Amobarbital

Masih tergolong obat barbiturat, amobarbital merupakan obat penenang yang umumnya digunakan untuk mengatasi insomnia. Namun, penggunaannya hanya boleh dalam jangka pendek agar tidak membuat penderitanya mengalami ketergantungan.

Selain ketergantungan, konsumsi amobarbital juga dapat menimbulkan beberapa efek samping, seperti kantuk pusing, mual, muntah, sembelit, agitasi, bahkan halusinasi.

Inilah alasan mengapa amobarbital perlu dikonsumsi berdasarkan resep dokter agar mendapatkan dosis yang tepat dan sesuai dengan kondisi. Dengan begitu, Anda tidak mengalami ketergantungan dan menurunkan risiko munculnya efek samping.

7. Zolpidem

Zolpidem termasuk dalam golongan obat penenang yang biasa diresepkan untuk menangani insomnia. Obat ini bisa membantu Anda menjadi lebih rileks atau tenang, sehingga Anda bisa tidur lebih cepat dan nyenyak.

Zolpidem bisa memberikan efek kantuk, sehingga Anda dianjurkan untuk mengonsumsi obat ini ketika tidur. Obat ini tidak boleh dikonsumsi lebih dari 12,5 mg per hari. Jadi, konsultasikan ke dokter terkait dosis yang tepat dan sesuai kondisi Anda.

Beberapa efek samping dari konsumsi zolpidem, yaitu pusing, agitasi, dan halusinasi. Jika efek samping tersebut Anda rasakan, segeralah konsultasikan ke dokter, terlebih jika efek samping tersebut terjadi secara terus-menerus atau makin memburuk.

8. Ramelteon

Ramelteon merupakan obat penenang yang biasa diresepkan untuk mengatasi insomnia dan depresi. Obat ini juga bekerja dengan cara meningkatkan kadar GABA dalam tubuh, sehingga dapat memberikan efek menenangkan.

Ramelteon merupakan obat resep yang konsumsinya harus berdasarkan anjuran dokter. Umumnya, obat ini disarankan untuk dikonsumsi 30 menit sebelum tidur. Anda tidak dianjurkan untuk mengonsumsi makanan tinggi lemak sebelum atau setelah mengonsumsi ramelteon, karena lemak dapat memengaruhi kinerja obat ini.

Jika Anda menderita sleep apnea atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dokter umumnya tidak akan meresepkan obat ini. Dokter akan meresepkan obat penenang yang aman lainnya dan cenderung minim efek samping.

Itulah daftar obat relaksasi yang bisa jadi pilihan sobat JatimTIMES jika benar-benar membutuhkannya. Namun, sebaiknya periksakan diri sobat JatimTIMES sebelum mengonsumsi obat-obatan diatas agar sesuai dengan masalah yang dibutuhkan tubuh. Semoga bermanfaat!