free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Pemerintahan

Kuota Kerja Minimal 2 Persen Penyandang Disabilitas di Pemkot Batu Belum Terpenuhi

Penulis : Prasetyo Lanang - Editor : Dede Nana

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Salah seorang penyandang disabilitas di Kota Batu terampil melakukan pekerjaan membatik untuk wirausaha.(Foto Ilustrasi: Prasetyo Lanang/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Kesetaraan hak dalam hal akses pekerjaan secara inklusif belum terlaksana sepenuhnya dan masih jadi pekerjaan rumah di Kota Batu. Salah satunya, kuota kerja minimal 2 persen bagi penyandang disabilitas di lingkungan Pemkot Batu belum terpenuhi.

Hak tersebut dibenarkan Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Batu Lilik Fariha. Ia menyebut, saat ini masih terus diupayakan pemenuhan kuota kerja disabilitas dengan banyak alternatif kerja yang bisa dilakukan sesuai kapasitas mereka yang berkebutuhan khusus.

Baca Juga : Tak Mau Sekadar Penertiban, DPRD Kota Malang Pertimbangkan Pemusatan Aktivitas PKL

"Untuk pekerja minimal 2 persen di Pemkot Batu belum terpenuhi. Saat ini terus diupayakan melalui pelatihan sesuai kapasitas masing-masing," katanya saat dikonfirmasi, Sabtu (12/4/2025).

Ia menuturkan, dalam beberapa tahun terakhir sudah ada program pelatihan dan pendidikan keterampilan yang diberikan pada penyandang disabilitas di Kota Batu. Meski hal itu belum berjalan maksimal.

Untuk diketahui, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diperbarui terakhir pada tahun 2022, tercatat ada 460 disabilitas di Kota Batu. Terbagi menjadi tuna netra 82 orang, cacat tubuh 171, tuna rungu 55, dan cacat mental 152. Seluruhnya tersebar di tiga kecamatan baik Kecamatan Batu, Bumiaji, dan Junrejo. Para penyandang disabilitas di Kota Batu masih tergabung dalam beberapa komunitas tersendiri.

"Kalau organisasi ada banyak, tapi masih ada yang belum tercatat masuk dalam komunitas. Maka perlu edukasi keluarga si penyandang disabilitas yang masih belum mengetahui," tambahnya.

Lilik menyampaikan, masih banyak masyarakat penyandang disabilitas yang belum tercatat dan masuk dalam organisasi. Tak semua mengetahui adanya komunitas peduli dan bergerak dalam hal kesetaraan hak ruang inklusi.

Selama ini, Pemkot memberikan beberapa bantuan permakanan pada disabilitas yang tidak bisa bekerja karena keterbatasannya. Bantuan juga diberikan berupa peralatan seperti alat bantu dengar bagi tuna rungu, tongkat dan alat pengelihatan bagi tuna netra, kursi roda dan sebagainya.

Ia mengakui keterampilan dan pemberdayaan masih diupayakan Pemkot Batu. Belum lama ini, telah diinisiasi wadah warga penyandang disabilitas dalam bentuk organisasi terpadu untuk pemberdayaan.

"Sebenarnya diinisiasi dari Kecamatan Bumiaji, untuk meningkatkan pelayanan pada disabilitas. Setelah mulai terbentuk sambutan dari berbagai pihak komunitas sangat besar. Jadi dikembangkan tingkat kota, dan inj membutuhkan peran masyarakat khususnya yang bersentuhan langsung dengan disabilitas," katanya.

Baca Juga : Wabup Malang Lathifah Shohib Apresiasi Santri dan Alumni Lirboyo yang Berkontribusi Menjaga Persatuan Bangsa

Terlebih, organisasi disabilitas yang diwacanakan di Kota Batu tidak hanya akan menaungi komunitas, namun juga memberikan pelatihan dan kesempatan kerja penyandang disabilitas. Hal ini sekaligus untuk meningkatkan serapan pekerja minimal 2 persen di pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD, maupun 1 persen di perusahaan swasta.

"Di lapangan, pekerjaan (bagi disabilitas) terbuka, Dinsos sudah dua orang, di Protokol ada beberapa, juga mulai tuna rungu, wicara, dan tuna grahita," tuturnya.

Untuk diketahui, kesempatan kerja bagi para penyandang disabilitas dijamin pemerintah melalui ketentuan Pasal 45 UU 8/2016 yang menerangkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin proses rekrutmen, pelatihan kerja, penempatan kerja, dan pengembangan karier yang adil dan tanpa diskriminasi kepada penyandang disabilitas.

Di mana, Pasal 53 ayat (1) UU Penyandang Disabilitas) mengatur Pemerintah, Pemda, BUMN, dan BUMD diwajibkan untuk mempekerjakan paling sedikit 2 persen dari jumlah pegawai atau pekerja. Jika tidak, instansi terkait bisa terkena sanksi administratif sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

"Maka diperlukan asesmen untuk mengetahui kapasitas dan kemampuan masing-masing individu terlebih dahulu, kemudian diberikan keterampilan yang mendukung serta sarana prasarananya," imbuh Lilik.