JATIMTIMES - Mantan Ketua DPRD Jatim periode 2019-2022, Kusnadi "bernyanyi" perihal dikemplangnya uang APBD Pemprov Jatim anggaran 2021-2022 dalam sebuah kasus korupsi yang diungkap oleh KPK.
Kusnadi hadir di gedung Merah-Putih KPK, Kamis (19/6/2025). Seusai diperiksa, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu blak-blakan menyampaikan soal mekanisme penggunaan dana hibah yang dipersoalkan.
Baca Juga : Wali Kota Blitar Sayangkan Insiden Mahasiswa: Tamu Negara Datang Bawa Dukungan Ratusan Miliar
Tak berhenti, ia juga menyebut nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang dianggap tahu persis prosesnya karena berperan sebagai pelaksana anggaran.
Seusai diperiksa Kusnadi menyampaikan jika ada lebih dari 10 pertanyaan yang diajukan penyidik. Pemeriksaan oleh penyidik dalam kapasitasnya sebagai saksi, bukan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Saat ditanyakan soal mekanisme pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur, Kusnadi mengatakan bahwa prosesnya dibahas bersama dengan kepala daerah. Karena itu, gubernur mengetahui terkait pengelolaan dana hibah yang dipersoalkan oleh KPK tersebut. Apalagi gubernur merupakan pelaksana dari dana hibah.
”Ya, pasti tahu, orang dia (Gubernur Jawa Timur) yang mengeluarkan (dana) masa dia enggak tahu,” ujarnya kepada sejumlah awak media.
Di periode kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah di Provinsi Jatim pada 2019-2022, Khofifah pun menjabat Gubernur Jatim. Lebih lanjut, menurut dia, pemberian dana hibah tidak boleh lebih dari 10 persen pendapatan asli daerah (PAD). Namun, anggaran yang dikeluarkan bisa mencapai 30 persen PAD.
Akan tetapi, alokasi dana untuk DPRD hanya sebesar 10 persen PAD. Kusnadi lantas mempertanyakan kejanggalan 20 persen sisanya yang tidak jelas dialokasikan untuk siapa.
”Oh, faktanya itu bisa 30 persen. Tapi, untuk alokasi DPRD, cuma 10 persen, yang 20 persen lagi siapa? Ya, enggak tahu,” katanya santai.
Senada Kuasa Hukum Kusnadi, Harmawan H Adam menegaskan kliennya siap buka-bukaan terhadap kasus korupsi ini. Bahkan pihaknya siap menjadi Justice Collaborator (JC) dan Whistleblower.
“Sejak kami mengajukan JC, kami sudah komitmen untuk kooperatif dan membuka semuanya kepada KPK. Baik itu terkait hibah yang diusulkan oleh DPRD Jatim maupun hibah gubernur. Sebenarnya semua hibah itu milik eksekutif, jadi DPRD hanya mengusulkan. Dalam hal ini, semua hibah eksekutornya adalah eksekutif. Jadi, sangat wajar jika gubernur mengetahui proses hibah,” imbuh dia.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur tahun 2019-2022 telah bergulir dua tahun terakhir.
Baca Juga : Peta Ruhani Jawa: Empat Puluh Sahabat, Ki Ageng Pengging, dan Warisan Sufistik Tanpa Mahkota
Kasus itu bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) kasus pendistribusian dana hibah yang dialokasikan APBD Jawa Timur kepada kelompok masyarakat pada Desember 2022.
Dalam perkara ini tak tanggung KPK telah menetapkan 4 pimpinan dari unsur ketua dan wakil ketua DPRD. Selain Kusnadi, Sahat Tua Simanjuntak bahkan sudah menjalani hukuman. Kemudian ada lagi dua eks wakil ketua DPRD Jatim inisial AS dan IS.
Dan setidaknya, per 12 Juli 2024, KPK telah menetapkan 21 tersangka dari hasil pengembangan penyidikan kasus tersebut. Dari total tersangka, sebanyak empat orang merupakan penerima suap, sedangkan sisanya adalah pemberi suap.
Jatimtimes pun kemudian coba melakukan konfirmasi kepada Khofifah secara langsung di ruang kerjanya Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jum'at (20/6).
Sayangnya hingga pukul 14.00 WIB pada saat jam kerja Khofifah sedang tidak berada di tempat dan tidak diketahui keberadaanya. Padahal dalam keseharian Gedung Negara Grahadi adalah tempat ngantor dari Khofifah.
Demikian halnya saat media ini menanyakan agenda kerja Khofifah kepada Kepala Biro Adminstrasi dan Pimpinan (Adpim) Pemprov Jatim Pulung Chausar. Pesan singkat maupun telpon yang masuk tidak berbalas.
Nampak suasana Grahadi yang lengang. Hanya terlihat beberapa mobil parkir di gedung yang beralamatkan di Gubernur Suryo, Kecamtan Genteng, Kota Surabaya ini.