JATIMTIMES - Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) mencatat, neraca perdagangan Jatim secara kumulatif selama Januari - April 2025 kembali mengalami defisit yaitu mencapai USD1,37 miliar. Angka tersebut lebih tinggi sekitar USD30 juta dibandingkan defisit pada periode yang sama tahun lalu.
Komoditas ampas dan sisa industri makanan (HS 23) menjadi salah satu biang kerok terjadinya defisit. Jatim banyak mendatangkan komoditas tersebut, utamanya dari Brasil dan Argentina, sehingga ampas dan sisa industri makanan (HS 23) menjadi salah satu komoditas nonmigas penyumbang defisit terbesar.
Baca Juga : Aneka Ragam Olahan Bunga Telang, Jadi Produk Unggulan PKK Mangaran Situbondo
Kepala BPS Jatim Zulkipli menjelaskan, defisit neraca perdagangan Jatim disebabkan nilai impor lebih tinggi dibandingkan nilai ekspornya. "Tercatat bahwa nilai impor Jawa Timur pada Januari - April 2025 mencapai USD9,68 miliar, sedangkan nilai ekspornya mencapai USD8,31 miliar," ungkap Zulkipli, dikonfirmasi Selasa (10/6/2025).
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa defisit neraca perdagangan Jatim Januari - April 2025 juga disebabkan oleh kinerja perdagangan sektor migas yang mengalami defisit. Defisit perdagangan pada sektor migas mencapai USD1,51 miliar.
"Sementara itu kinerja sektor nonmigas masih mengalami surplus sebesar USD139,26 juta dimana nilai ekspornya sebesar USD8,10 miliar lebih tinggi dibandingkan nilai impornya sebesar USD7,96 miliar," urainya.
Tembaga (HS 74) menjadi komoditas nonmigas penyumbang surplus terbesar, dengan capaian surplus USD690 juta. Komoditas lain yang menyumbang surplus di antaranya lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) USD680 juta, perhiasan/permata (HS 71) USD480 juta, kayu dan barang dari kayu (HS 44) USD470 juta, serta ikan, krustacea dan moluska (HS 03) USD360 juta.
Di sisi lain, komoditas nonmigas yang menjadi penyumbang defisit neraca dagang Jatim meliputi mesin dan peralatan mekanis (HS 84) minus USD750 juta, besi dan baja (HS 72) minus USD450 juta, ampas dan sisa industri makanan (HS 23) minus USD400 juta, serealia (HS 10) minus USD390 juta, serta plastik dan barang dari plastik (HS 39) minus USD380 juta.
Sementara itu, berdasarkan negara mitra dagangnya, Jatim mengalami surplus terbesar dari Amerika Serikat (AS) dengan nilai surplus USD734,7 juta. Komoditas penyumbang surplus dagang dengan AS di antaranya perabotan, lampu, dan alat penerangan (HS 94) sebesar USD147,33 juta, ikan, krustasea, dan moluska (HS 03) USD138,14 juta, serta kayu dan barang dari kayu (HS 44) USD127,62 juta.
Baca Juga : Badai PHK Ancam Ekonomi Jatim, Puguh Desak Deregulasi Demi Selamatkan Industri
Selain AS, Jatim juga mengalami surplus dagang terhadap Swiss sebesar USD560,6 juta. Komoditas penyumbang surplus terbesar dari Swiss yakni perhiasan/permata (HS 71) dengan nilai surplus USD566,93 juta.
Selanjutnya, Jatim mengalami surplus dagang dengan Jepang senilai USD432,8 juta. Komoditas penyumbang surplus dagang dengan Jepang di antaranya kayu dan barang dari kayu (HS 44) senilai USD113,56 juta, serta mesin dan perlengkapan listrik (HS 85) senilai 99,84 juta.
Di sisi lain, Tiongkok menjadi negara penyumbang defisit neraca dagang Jatim terdalam. Angka defisit dagang dengan Tiongkok mencapai minus USD1,56 miliar. Komoditas penyumbang defisit terdalam di antaranya mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) senilai minus USD387,85 juta, buah-buahan (HS 08) senilai minus USD306,70 juta, serta besi dan baja (HS 72) senilai minus USD285,95 juta.
Negara lain yang juga menyumbang defisit terdalam adalah Brasil, dengan angka mencapai minus USD305,7 juta, serta Argentina dengan minus USD192,6 juta. Komoditas penyumbang defisit terdalam dari dua negara tersebut adalah ampas dan sisa industri makanan (HS 23), yakni minus USD200,67 juta dengan Brasil, dan minus USD123,80 juta dengan Argentina.