free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Wisata

Menjelajah Desa Adat Ngadas, Wisata Alam dan Budaya di Lereng Bromo

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Yunan Helmy

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Dua pemuda Desa Ngadas usai Pertandingan Ojung, puncak Yadnya Karo Suku Tengger di Ngadas. (Foto: Instagram @explorengadas)

JATIMTIMES - Malang dikenal memiliki banyak destinasi wisata alam yang menarik. Namun, jika ingin merasakan nuansa berbeda, Desa Adat Ngadas di Kecamatan Poncokusumo bisa menjadi pilihan. Desa ini tidak hanya menawarkan pemandangan alam khas pegunungan, tetapi juga kekayaan budaya masyarakat Suku Tengger yang masih lestari.

Terletak di kaki Gunung Bromo, Desa Ngadas menyajikan suasana asri dengan udara sejuk khas dataran tinggi. Desa ini menjadi salah satu dari 36 desa Suku Tengger yang tersebar di empat kabupaten. 

Baca Juga : Hotel Dekat Bandara Lombok: 4 Rekomendasi Penginapan Nyaman untuk Transit

Dengan ketinggian mencapai sekitar 2.100 mdpl, udara di sini bisa menyentuh suhu 0°C di malam hari. Tak heran jika pengunjung yang datang kerap disambut hawa dingin dan kabut tipis yang menambah kesan mistis sekaligus damai.

Salah satu daya tarik utama Desa Ngadas adalah kekentalan budaya Tengger yang masih dijaga. Dalam keseharian, masyarakat tetap mengenakan pakaian adat, menyajikan makanan khas, dan menjaga tradisi turun-temurun. Ini menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan yang ingin menyaksikan langsung kehidupan masyarakat adat. 

Upacara adat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga Ngadas. Salah satu yang cukup terkenal adalah perayaan Hari Raya Karo. Tradisi ini merupakan bentuk syukur atas berkah yang diberikan Tuhan. 

Perayaan dimulai dengan kenduri di Balai Desa pada Minggu pagi. Warga datang membawa aneka makanan, lalu ditata dengan rapi untuk didoakan oleh dukun desa. Setelah didoakan, makanan dibagikan kepada warga dan sebagian dijadikan sesembahan.

Kegiatan dilanjutkan dengan nyadran, yakni ziarah ke makam leluhur. Di sana, makanan yang dibawa dimakan bersama-sama sebagai bentuk kebersamaan. Sebagai puncaknya, digelar tradisi ojung, yakni adu ketangkasan dengan menggunakan rotan. Atraksi ini menjadi tontonan yang cukup dinanti saat Hari Raya Karo.

Nyadran, salah satu prosesi tradisi Karo, dengan membawa makanan ke makam leluhur. (Foto: @doliphoto)

Nyadran, salah satu prosesi tradisi Karo, dengan membawa makanan ke makam leluhur. (Foto: @doliphoto)

Tak hanya itu, Desa ngadas juga menawarkan berbagai atraksi wisata dan acara adat lainnya. Di antaranya Ritual Bari'an, Ritual Entas-Entas, dan Kabut Savana.

Adapun saat ini Desa Ngadas dihuni oleh sekitar 2.026 jiwa dengan latar belakang agama yang beragam. Sekitar 50 persen penduduk memeluk agama Buddha, 40 persen Islam, dan 10 persen Hindu. Terdapat tiga masjid, satu pura, dan satu vihara sebagai tempat ibadah, mencerminkan kehidupan beragama plural dan harmonis.

Joko Tri Haryanto, peneliti dari Balai Peneliti dan Pengembangan Agama Semarang, mencatat bahwa meskipun masyarakat Ngadas memiliki keyakinan berbeda, mereka tetap tunduk pada adat Tengger yang menjadi akar budaya bersama. 

“Hal ini menandakan tidak ada persoalan dalam perbedaan agama, dan rasa kebersamaan sebagai warga Tengger sangat kuat mendukung terwujudnya kerukunan ini,” tulis Joko dalam artikelnya berjudul "Kearifan Lokal Pendukung Kerukunan Beragama Pada Komunitas Tengger Malang Jatim". 

Kesenian kuda lumping di Ngadas. (Foto: @andreadecker08)

Kesenian kuda lumping di Ngadas. (Foto: @andreadecker08)

Baca Juga : Kasus Hipertensi dan Diabetes Masih Tinggi, Pemkot Batu Gencarkan Skrining di 24 Desa-Kelurahan

Menurut Joko, keharmonisan ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, termasuk tradisi gotong royong seperti sayan (undang), gantenan, dan genten cecelukan yang mengajarkan saling bantu dalam urusan rumah tangga hingga pertanian. 

Dalam bidang ekonomi, masyarakat juga terbiasa melakukan sistem paron atau pertigaan, yaitu bentuk kerja sama dalam bertani dan beternak yang mengedepankan kebersamaan.

Selain budaya, keindahan alam Desa Ngadas juga patut diacungi jempol. Lanskap perbukitan yang hijau, hamparan sawah, dan latar belakang Gunung Bromo menjadikan desa ini begitu fotogenik. 

Beberapa tempat wisata juga berada di desa adat ini, salah satunya Bromo Hillside. Dari tempat ini, pengunjung bisa menikmati panorama Gunung Bromo dari kejauhan, lengkap dengan momen matahari terbit yang memukau. Lokasinya berada di Dusun Jarak Ijo, Desa Ngadas, dan buka setiap hari pukul 07.00–17.00 WIB, serta mulai pukul 04.00 WIB khusus akhir pekan.

Ada pula Coban Pelangi, air terjun yang unik. Saat cahaya matahari mengenai aliran air, pelangi tipis bisa terlihat membentuk pemandangan yang cantik. Lokasinya masih berada di Dusun Ngadas dan buka setiap hari dari pukul 08.00–16.00 WIB.

Untuk kenyamanan pengunjung, Desa Wisata Ngadas sudah dilengkapi dengan sejumlah fasilitas seperti homestay, toilet, area parkir, hingga akomodasi jeep bagi yang ingin menjelajah kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Tour guide lokal juga tersedia untuk membantu menjelaskan sejarah dan budaya desa.

Untuk menuju Desa Adat Ngadas, jika dari pusat Kota Malang atau Stasiun Kota Baru, silakan menuju arah Kecamatan Tumpang. Kemudian ikuti papan petunjuk arah yang ada di setiap jalan menuju Kecamatan Poncokusumo. Di Kecamatan Poncokusumo inilah lokasi Desa Ngadas berada.

Karena lokasinya yang berada jalur menuju Gunung Bromo, desa ini juga berfungsi sebagai pintu Masuk Bromo via Malang. Di desa inilah pos masuk Bromo berada dan biasanya wisatawan juga akan transit berganti kendaraan menggunakan Jeep.

Bagi yang ingin mengetahui informasi lebih lanjut atau reservasi, bisa langsung mengakses Instagram resmi di @pemerintah_desa_ngadas atau @explorengadas. Referensi tempat wisata lainnya di wilayah Kabupaten Malang juga dapat ditemukan melalui situs resmi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang di https://matic.malangkab.go.id.