JATIMTIMES - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) diperkirakan membayang-bayangi dunia ketenagakerjaan Indonesia pada 2025. Tak kurang dari 280 ribu pekerja diprediksi akan terdampak, sebuah lonjakan yang menuntut kesiapan tak biasa dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Namun, di tengah badai yang mendekat itu, semangat pelayanan dan antisipasi terus dikuatkan. BPJS Ketenagakerjaan tak memilih diamāia bersiap memberi perlindungan maksimal bagi mereka yang terdampak.
Baca Juga : Tak Ada Perlawanan, PN Malang Eksekusi Hotel Mandala Puri
Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI pada 20 Mei 2025 lalu menyampaikan, prediksi angka PHK sebesar 280 ribu orang bukan isapan jempol belaka. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan per April 2025 mencatat angka PHK telah menyentuh 24.360 orangāangka ini nyaris menyaingi rerata bulanan sepanjang 2024.
āIni baru prediksi, tapi data awal sudah memberi sinyal kuat,ā ujar Zuhri dalam rapat tersebut. Ia menambahkan bahwa tantangan tak hanya berhenti pada jumlah PHK, melainkan juga pada kesiapan sistem dan literasi pekerja terhadap hak-hak mereka pasca di-PHK.
Permasalahan utama, menurutnya, masih berputar pada rendahnya pemahaman pekerja terhadap layanan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Banyak pekerja belum akrab dengan prosedur layanan digital seperti aplikasi JMO Mobile. Selain itu, keterbatasan perangkat elektronik hingga status administrasi yang belum diperbarui juga menjadi penghambat pencairan klaim.
Zuhri menyoroti pula adanya pekerja yang dirumahkan tanpa gaji, namun tetap tercatat sebagai pekerja aktif. Akibatnya, klaim terhadap program Jaminan Hari Tua (JHT) kerap tertahan. Dalam konteks perusahaan pailit, ketidakpastian status hukum menyebabkan hak pesangon pekerja menggantung.
āDi sinilah letak urgensinyaāpeningkatan koordinasi lintas institusi, penyederhanaan prosedur, dan peningkatan literasi digital mutlak diperlukan,ā kata Zuhri.
Menyikapi hal ini, Dewas BPJS Ketenagakerjaan telah meminta Direksi untuk segera mengkaji ulang strategi layanan dan perencanaan keuangan mereka. Penambahan petugas dan jam layanan khusus, optimalisasi platform digital seperti Lapak Asik, hingga penguatan edukasi ke masyarakat menjadi prioritas.
Menurut Zuhri, BPJS Ketenagakerjaan bisa belajar dari penanganan dua kasus besar tahun lalu: PHK massal di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dan PT Danbi International. Nilai klaim dari Sritex mencapai Rp 223,9 miliar untuk hampir 10 ribu pekerja. Kasus Danbi mencatat angka Rp 44 miliar, dengan jumlah klaim serupa.
āPengalaman ini bisa direplikasi jika gelombang serupa kembali terjadi,ā ujarnya.
Baca Juga : Cegah Kekerasan Anak dan Perempuan, DPRD Jatim Dorong Penggabungan 2 Perda
Sementara itu, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kediri menegaskan, lembaganya tidak hanya hadir saat pekerja aktif bekerja. Menurutnya, masa tersulit pekerja justru menjadi momen krusial bagi negara untuk hadir secara konkret.
āBPJS Ketenagakerjaan berperan penting bukan hanya saat pekerja sehat dan produktif, tetapi juga ketika mereka kehilangan pekerjaan. Perlindungan sosial tidak boleh berhenti di titik produktivitas,ā tuturnya.
Ia juga mengajak seluruh pihak, baik pemerintah daerah, perusahaan, serikat pekerja, hingga komunitas untuk bersama-sama membangun ekosistem perlindungan ketenagakerjaan yang tangguh dan responsif.
āSituasi ekonomi yang dinamis membutuhkan sinergi. Kami percaya, dengan kolaborasi dan kesiapan sistem, kita bisa menjadikan perlindungan ketenagakerjaan sebagai jangkar stabilitas sosial,ā imbuhnya.
Menatap 2025, BPJS Ketenagakerjaan tengah berada di simpang strategis. Tantangan yang mengintai besar, namun peluang memperkuat sistem perlindungan sosial juga tak kalah nyata. Dengan pendekatan kolaboratif, digitalisasi layanan, dan keberpihakan pada pekerja, BPJS Ketenagakerjaan mengukuhkan dirinya sebagai garda depan jaminan ketenagakerjaan di masa-masa penuh ketidakpastian.
Di tengah badai, tugas pemerintah adalah memastikan rakyat tetap terlindungi. Dan BPJS Ketenagakerjaan memilih bersiap, bukan gentar.