JATIMTIMES - Rumah yang ditempati Tundari, warga Desa Sempol, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang, diduga dipasangi pagar secara sepihak oleh tetangganya. Selain itu, saluran untuk buang air besar (BAB) milik Tundari dikabarkan juga telah dicor oleh tetangganya itu.
Apa yang dialami Tundari tersebut disinyalir karena kedua belah pihak masing-masing mengklaim memiliki hak atas tanah yang di atasnya ada bangunan rumah yang ditempati Tundari tersebut. Berdasarkan penulusuran JatimTIMES, Tundari disebut telah menempati rumah sejak tahun 1970.
Baca Juga : Prabu Sri Suhita: Raja Wanita Tangguh di Tengah Kekacauan Majapahit
Atas kejadian tersebut, jajaran Muspika Pagak telah mencoba melakukan mediasi kepada kedua belah pihak. Namun belakangan diketahui selalu menemui jalan buntu.
Kisah memilukan yang dialami Tundari tersebut juga sempat diposting oleh pengguna Instagram dengan akun @ningtyashesti. "Bu Tundari, beliau warga Desa Sempol, Kecamatan Pagak yang selama ini rumahnya dipagar secara tidak manusiawi. Bahkan tempat buang air besar di rumahnya ditutup secara paksa dan melawan hukum oleh tetangganya dengan cara dicor menggunakan semen," tulis akun tersebut.
Lebih lanjut, pada keterangan dalam postingannya, akun @ningtyashesti juga menyebut Tundari telah menempati rumah tersebut sejak 55 tahun silam. "Bu Tundari menempati rumah tersebut sejak tahun 1970 dan beliau punya (legalitas, red) asli petok D tahun 1976 atas nama ayah kandungnya serta punya IMB resmi dari bupati tahun 1993," tulisnya.
Namun pada kisaran tiga tahun silam, tanah yang menjadi rumah Tundari diduga diterbitkan sertifikat hak milik (SHM) atas nama pihak lain. "Tapi anehnya tahun 2022 timbul sertifikat atas nama tetangganya (Tundari)," tulisnya.
Akun @ningtyashesti menyebut, kisah memilukan yang dialami Tundari tersebut kini menjadi atensi dari pihak yang mengatasnamakan Padepokan Hukum Lesanpuro. Pihak tersebut menduga ada tindakan melawan hukum dalam penerbitan sertifikat SHM atas nama tetangganya tersebut.
Bahkan, pihak Padepokan Hukum Lesanpuro juga menuding adanya penyelundupan hukum hingga dugaan pemberian keterangan palsu. Yakni pada akta pembagian hak bersama (APHB) yang menjadi dasar penerbitan SHM yang dimaksud.
"Kami juga menduga ada keterlibatan oknum perangkat Desa Sempol dan oknum BPN Kabupaten Malang," tulisnya.
Atas kejadian yang dialami Tundari tersebut, akun @ningtyashesti berharap kepada sejumlah pihak terkait untuk segera menindaklanjuti. "Ini harus di buka secara terang benderang supaya tidak ada lagi kasus serupa di bidang pertanahan," tulisnya.
Pada postingannya, akun @ningtyashesti juga mengunggah rekaman video yang turut disematkan pesan berupa tulisan yang ditujukan kepada sejumlah pihak. Yakni mulai dari kapolsek Pagak, camat Pagak, hingga kepala desa (kades) Sempol.
"Segeralah bertindak tegas terhadap masyarakat yang melakukan tindakan main hakim sendiri dan melawan hukum di wilayah Pagak," tulis akun @ningtyashesti pada video yang ia posting.
Saat dikonfirmasi, Kapolsek Pagak Iptu Surdianto menyebut pihaknya telah menindaklanjuti kabaryang dialami Tundari tersebut. "Kami, Muspika (Pagak) sudah berupaya maksimal dan kami tidak pernah memihak salah satu pihak," tegasnya.
Beberapa upaya yang telah dilakukan jajaran Muspika Pagak tersebut, disampaikan Surdianto, di antaranya ialah melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak yang disebut terlibat sengketa. "Kami dari muspika sering memediasi di Desa Sempol bersama kades, perangkat, bhabinkamtibmas dan babinsa. Lokasi (mediasi) di Desa Sempol," ujarnya.
Meski telah sering dilakukan mediasi,
perkara tersebut hingga kini dikabarkan tak kunjung berujung damai. "Perkara sengketa tersebut diajukan ke pengadilan oleh mereka," pungkasnya.