JATIMTIMES - Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur (Jatim) Khusnul Khuluk mendapatkan keluhan dari para nelayan terkait sulitnya mengakses bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Karena itu, dia mendesak pemerintah agar melakukan evaluasi dan memangkas berbagai birokrasi yang menyulitkan nelayan.
Khusnul Khuluk menjelaskan, keluhan nelayan terkait sulitnya mendapatkan solar subsidi semakin sering disampaikan di berbagai wilayah pesisir Jatim. “Saya minta semua birokrasi bagi nelayan untuk mendapatkan BBM subsidi dipangkas. Mereka jangan sampai dipersulit,” ujar Khusnul, Rabu (18/6/2025).
Baca Juga : Wabup Lathifah Koordinasi Langsung Percepatan Pembangunan di Kabupaten Malang dengan Wapres Gibran
Menurut politisi asal Lumajang ini, salah satu masalah utama yang dihadapi nelayan adalah kerumitan dalam memperoleh BBM subsidi. Ini terjadi khususnya bagi nelayan yang memiliki kapal berkapasitas 12 gross ton (GT).
“Di lapangan, nelayan dengan kapal 12 GT menghadapi proses birokrasi yang terlalu rumit. Saya mohon kepada pemerintah untuk mempermudah,” papar legislator PKS itu.
Khusnul juga menyoroti adanya pembatasan pembelian BBM subsidi. Dulu, nelayan masih diperbolehkan membeli solar menggunakan jeriken, namun aturan tersebut kini telah dihapuskan.
Padahal, menurut dia, nelayan sangat membutuhkan BBM subsidi untuk mencari nafkah. “Saya minta kebijakan ini dievaluasi atau dihapus. Nelayan sangat membutuhkan BBM subsidi agar tetap bisa melaut,” tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti kebijakan terbaru yang mewajibkan nelayan memiliki surat rekomendasi dari Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (Sudin KPKP) untuk membeli solar subsidi. Surat tersebut dilengkapi dengan barcode yang harus dipindai saat transaksi di SPBU. Di dalam surat rekomendasi juga tercantum kuota solar per bulan, disesuaikan dengan kapasitas mesin perahu masing-masing nelayan.
Baca Juga : Begini Cara DLH Kabupaten Malang Siasati Sampah Organik dan Anorganik agar Terurai
“Secara prinsip nelayan tidak keberatan. Tapi di lapangan, banyak masalah muncul. Misalnya, barcode dalam surat rekomendasi sering kali sudah kadaluwarsa, padahal jatah solar mereka belum habis. Karena masa berlaku barcode hanya tiga bulan,” jelasnya.
Khusnul mendesak pemerintah segera mengevaluasi kebijakan tersebut agar nelayan tidak semakin terbebani. Ia menekankan pentingnya kebijakan yang berpihak dan tidak menyulitkan pelaku usaha sektor kelautan yang telah lama menjadi tulang punggung ekonomi pesisir di Jatim.