free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Menghidupkan Cerita Rakyat Lewat Bahasa Inggris: Kolaborasi Unisba dan Disdik Blitar untuk Inovasi Pembelajaran

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : A Yahya

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Dr. Drs. Supriyono, M.Ed (Wakil Rektor III Unisba Blitar) dan Erna Rahmawati, S.Pd dari Dinas Pendidikan Kota Blitar saat membuka kegiatan Bimbingan Teknis “LELO WISTO” (Learning and Telling Local Wisdom Stories) bagi guru Bahasa Inggris SD se-Kota Blitar di Aula Madya Krida, Kamis (8/5/2025).

JATIMTIMES - Suasana aula Madya Kridha Dinas Pendidikan Kota Blitar pada 8 Mei 2025 terasa berbeda. Tak hanya deretan kursi dan layar proyektor yang tersusun rapi, tetapi juga antusiasme para guru Bahasa Inggris sekolah dasar yang tengah bersiap mengikuti Bimbingan Teknis bertajuk “LELO WISTO”. Selama sembilan hari, dari 8 hingga 16 Mei 2025, para pendidik ini diajak menyelami dunia folklore—menggali cerita rakyat lokal untuk dijadikan materi pembelajaran Bahasa Inggris.

Program ini merupakan hasil kolaborasi strategis antara Dinas Pendidikan Kota Blitar dan Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar. Dr. Drs. Supriyono, M.Ed, selaku Wakil Rektor III Unisba, dipercaya sebagai trainer utama, sekaligus coach dan mentor. Ia didampingi oleh Erna Rahmawati, S.Pd dari Dinas Pendidikan Kota Blitar sebagai co-trainer.

Baca Juga : Sultan Agung dan Runtuhnya Blambangan: Ekspansi Mataram ke Jawa Timur (1636–1640)

Menurut keterangan pihak penyelenggara, pelatihan ini tidak sekadar menyampaikan teori. Materi yang diberikan mencakup mulai dari konsep dasar dan elemen folklore, panduan teknis penulisan, penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), hingga presentasi cerita rakyat dalam Bahasa Inggris. Semua dikemas dengan pendekatan andragogi berbasis aktivitas praktis seperti workshop, studi kepustakaan, kunjungan ke 11 situs bersejarah Kota Blitar, hingga sesi presentasi dan umpan balik.

Para peserta pun tak hanya duduk menyimak. Mereka aktif berdiskusi, menulis, bahkan mempresentasikan cerita rakyat yang mereka olah. Beberapa lokasi yang menjadi bahan eksplorasi cerita antara lain situs Joko Kandung, Syeh Bangun Roto, hingga Eyang Sewu Negoro. Dari sana, lahir 11 cerita rakyat yang ditulis ulang dalam Bahasa Inggris dan disusun sebagai materi ajar lengkap dengan RPP yang dirancang sesuai tingkat kemampuan siswa SD.

“Cerita rakyat bukan sekadar warisan budaya, tapi juga bisa menjadi jembatan untuk pembelajaran bahasa asing yang kontekstual dan menyenangkan,” ujar Dr. Supriyono dalam sesi penutupan. Ia menambahkan bahwa pembelajaran yang bersumber dari lokalitas memberi pengalaman belajar yang lebih bermakna bagi siswa.

Evaluasi program dilakukan menggunakan pendekatan empat level Kirkpatrick—reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Dari 48 peserta, 27 orang mengikuti evaluasi penuh. Hasilnya cukup mencengangkan: 100% peserta berhasil menyusun RPP dan cerita rakyat dalam Bahasa Inggris. Sebanyak 63% menyatakan pelatihan ini sangat bermanfaat, sementara 55,6% menganggapnya sangat sesuai dengan kebutuhan profesional mereka.

Peningkatan keterampilan pun signifikan. Sekitar 33,3% peserta merasa kemampuan mereka dalam menyusun cerita rakyat berbahasa Inggris meningkat sangat baik, sementara 40,7% menyatakan meningkat dengan baik. Dalam hal implementasi, mayoritas peserta menyatakan komitmen tinggi untuk menerapkan hasil pelatihan di kelas masing-masing.

Dampaknya pun merambah hingga ke tingkat institusi. Lebih dari 70% peserta menyebut pelatihan ini berdampak positif terhadap kinerja mereka dalam mengajar Bahasa Inggris. Bahkan, sekitar 41% menilai hasil pelatihan ini memberikan kontribusi besar terhadap kinerja sekolah secara umum dalam pengembangan pembelajaran Bahasa Inggris.

Baca Juga : Tastefully Yours Tamat: Visualnya Memanjakan, Tapi Ceritanya Kurang Matang?

Dr. Supriyono berharap program semacam ini bisa dilanjutkan dengan topik-topik baru. “Kami membuka ruang kolaborasi lebih luas dengan Disdik untuk mengembangkan keterampilan guru di bidang lain, agar inovasi pendidikan terus berdenyut di Kota Blitar,” ujarnya.

Dengan pelatihan LELO WISTO, cerita-cerita rakyat Blitar tak hanya hidup dalam bahasa ibu, tetapi juga menjelma menjadi medium belajar Bahasa Inggris yang autentik. Bukan mustahil, suatu hari nanti siswa SD di Kota Blitar akan lebih percaya diri bercakap dalam Bahasa Inggris—berawal dari kisah Joko Pangon atau Nyai Ronce yang mereka dengar dan pahami dalam konteks lokal.

 “Program ini bukan hanya membangun kemampuan teknis para guru, tetapi juga menumbuhkan kebanggaan terhadap budaya lokal. Semoga ini menjadi titik awal revitalisasi pembelajaran Bahasa Inggris yang membumi namun tetap bertaraf global,” tutup Dr. Supriyono.