JATIMTIMES - Pagi itu, suasana RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar tak seperti biasanya. Di koridor utama rumah sakit milik Pemerintah Kota Blitar itu, langkah kaki Wali Kota Syauqul Muhibbin—yang akrab disapa Mas Ibin—terdengar mantap. Selasa, 10 Juni 2025, ia resmi mulai berkantor di rumah sakit tersebut.
Bukan sekadar kunjungan kerja. Ia menyiapkan satu ruang khusus sebagai kantornya. Dari sana, ia akan mengawasi langsung jalannya reformasi besar di tubuh RSUD. Langkah ini bukan simbolik. Bagi Mas Ibin, kehadirannya di jantung pelayanan kesehatan itu adalah bagian dari komitmen serius untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap rumah sakit daerah yang selama ini kerap dibayangi kritik.
Baca Juga : Blitar Menuju Sentra Tembakau Berbasis Riset, DPRD Dukung Uji Pupuk Kementan
“Saya akan berkantor di RSUD setiap minggu sekali,” katanya dalam pernyataan resmi kepada media.
Ia menegaskan, kebijakan ini bukan untuk seremonial belaka. Kantor itu akan menjadi pusat pemantauan langsung terhadap pelaksanaan Standar Operasional Prosedur (SOP), kualitas SDM, hingga sistem manajerial dan pelayanan rumah sakit.
Komitmen itu muncul di tengah transisi penting dalam kepemimpinan RSUD. Setelah Direktur sebelumnya, dr. Muchlis, memasuki masa pensiun, Mas Ibin menunjuk dr. Bernard Theodore Ratulangi, Sp.PK sebagai Pelaksana Tugas Direktur.
Dokter Bernard bukan wajah baru. Ia sudah lama mengabdi sebagai dokter spesialis di RSUD Mardi Waluyo, dan dinilai memahami akar persoalan sekaligus potensi yang dimiliki rumah sakit itu.
“Penunjukan dr. Bernard merupakan bagian dari proses transisi yang harus segera dijalankan dengan tegas dan terukur,” ujar Mas Ibin.
Ia berharap, dengan kombinasi kepemimpinan baru dan pengawasan langsung, reformasi pelayanan bisa benar-benar menyentuh aspek mendasar.
Dalam periode ini, Mas Ibin ingin memastikan segala pembenahan berjalan tanpa jeda. Tak hanya soal struktur organisasi, tetapi juga soal iklim kerja dan budaya pelayanan. Ia menekankan pentingnya sistem kerja yang adil namun tegas, melalui penerapan reward and punishment yang konsisten.
“Kita butuh budaya kerja yang sehat. Tidak bisa lagi dibiarkan berjalan apa adanya,” katanya dalam pertemuan internal dengan manajemen RSUD.
Baca Juga : Tinjau Rumah Penerima Bansos Rehabilitasi RTLH, Mbak Wali Harapkan Kualitas Hidup Masyarakat Meningkat
Menurutnya, RSUD Mardi Waluyo harus menjadi contoh institusi pelayanan yang profesional, transparan, dan humanis. Ia ingin masyarakat melihat rumah sakit ini bukan sebagai tempat "terakhir" dalam keadaan terdesak, tetapi sebagai pilihan utama untuk mendapatkan layanan kesehatan yang bermartabat.
Sementara itu, dr. Bernard menyambut baik dukungan yang diberikan langsung oleh kepala daerah. Menurutnya, kehadiran Wali Kota di tengah-tengah sistem internal rumah sakit menjadi semacam moral booster bagi para tenaga kesehatan dan staf.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Tapi dengan kepemimpinan yang langsung turun ke lapangan, kami merasa diberi arah dan energi,” ujarnya. Ia mengaku telah mulai menyusun agenda kerja bersama tim, mulai dari audit internal, penataan ulang unit layanan, hingga peningkatan mutu pelayanan.
Kehadiran Mas Ibin di RSUD Mardi Waluyo juga membawa sinyal kuat kepada publik bahwa Pemkot Blitar tak menutup mata terhadap kritik. Langkah ini dinilai sebagai bentuk jurnalisme pembangunan dalam praktik pemerintahan: pemimpin yang tidak hanya membuat kebijakan dari balik meja, tapi turut mengawal implementasi di lapangan.
Kini, satu ruang kecil di RSUD Mardi Waluyo menjadi pusat komando reformasi. Dari balik meja kerjanya di rumah sakit, Mas Ibin menyusun arah baru bagi pelayanan kesehatan Kota Blitar. Sebuah babak baru sedang ditulis, dan seperti biasa, perubahan besar selalu dimulai dari langkah paling sederhana—duduk, mendengar, dan bekerja dari tempat yang paling membutuhkan perhatian.Dan Mas Ibin, memilih untuk memulainya dari rumah sakit.