free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Pendidikan

Forum Kemisan Episode 10: FISIP Unisba Blitar Bongkar FOMO Gen Z, Tawarkan Refleksi Digital

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Para narasumber dan moderator berfoto bersama usai sesi diskusi dalam acara Forum Kemisan yang digelar oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar. Kegiatan ini merupakan wadah berbagi gagasan dan inspirasi seputar isu sosial, politik, dan pembangunan masyarakat. (Foto: Unisba Blitar)

JATIMTIMES - Aula Majapahit di Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar kembali ramai pada Kamis 22 Mei 2025. Suasana diskursif membungkus Forum Kemisan Episode 10 yang digelar oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), menghadirkan puluhan mahasiswa dan warga umum.

 Kali ini, tema yang diangkat bukan sekadar akademik, melainkan fenomena sosial yang menyentuh denyut keseharian generasi muda: Fear Of Missing Out (FOMO).

Baca Juga : Banyak Orang Tua Wali Keberatan Biaya, Disdikbud Kota Malang Tetap Tak Larang Sekolah Gelar Wisuda

Forum Kemisan, yang sejak 2024 rutin diselenggarakan sebagai ajang bertukar ide dan gagasan antara mahasiswa, akademisi, dan publik, menjelma sebagai ruang dialektika yang tumbuh dari keresahan sosial. “Kami ingin Forum Kemisan tidak hanya menjadi rutinitas diskusi, tapi forum pembacaan zaman,” ujar Novi Catur Muspita, kaprodi Sosiologi Unisba, dalam sambutan pembukaannya.

Menurut Novi, fenomena sosial seperti FOMO muncul seiring meningkatnya ketergantungan masyarakat terhadap media sosial. Dalam pengamatannya, gejala ini diam-diam memengaruhi komunikasi, capaian prestasi, bahkan kesehatan mental mahasiswa. “Banyak yang tidak sadar bahwa kecemasan tidak mengikuti tren justru bisa membuat seseorang kehilangan jati diri,” tambahnya.

Kegiatan Forum Kemisan kali ini menghadirkan dua dosen muda yang akrab dengan dunia generasi Z—baik sebagai akademisi maupun praktisi digital. Qommruzzaman Azam Zami, dosen sosiologi sekaligus narasumber pertama, membedah fenomena FOMO lewat perspektif ilmiah dan empirik. Ia menyebut FOMO sebagai bentuk kecemasan sosial yang lahir dari kebutuhan konstan untuk terhubung dan diakui.

Mengutip hasil riset Andrew Przybylski, Zami menjelaskan bahwa FOMO bukan hanya sekadar perasaan takut tertinggal, tetapi sudah berkembang menjadi dorongan psikologis yang menciptakan ketergantungan. “Kita melihat tren, lalu merasa harus ikut. Kita lihat orang lain viral, lalu merasa harus juga tampil. Itu bukan sekadar ikut-ikutan—itu bentuk tekanan sosial,” ujarnya.

Zami menekankan bahwa media sosial adalah pemicu utama yang menghidupkan FOMO. Dalam paparannya, ia menguraikan bahwa keinginan untuk tampil dan mendapatkan validasi dari orang lain telah mengubah pola konsumsi, dari kebutuhan menjadi simbol eksistensi. “Anak-anak muda membeli barang bukan karena butuh, tapi karena ingin diakui,” kata Zami.

Sementara itu, narasumber kedua, Dimas Putra Wijaya, melihat FOMO dari kacamata perilaku digital. Menurut dosen yang juga pernah menyandang gelar Raka Persahabatan Jawa Timur 2022 ini, fenomena FOMO mendorong generasi muda mengejar prestise digital—pengakuan yang semu namun adiktif.

Dalam paparannya, Dimas menjelaskan bahwa likes, komentar, dan jumlah pengikut menjadi tolok ukur baru dalam menilai harga diri seseorang. “Orang berbagi terlalu banyak, menggeser layar tanpa henti, bahkan naik kelas sosial digital demi tampil menonjol di dunia maya,” katanya. Perilaku ini, menurut dia, mengarah pada distorsi identitas dan kehilangan otentisitas diri.

Meski demikian, Dimas tidak hendak menakut-nakuti. Ia menawarkan solusi: refleksi digital. Ia menyarankan mahasiswa untuk mengurangi konsumsi konten, melakukan detoks media sosial, dan mulai membangun identitas yang tidak bergantung pada algoritma. “Kita harus kembali menjadi subjek dari teknologi, bukan objek yang dikendalikan oleh tren,” tuturnya.

Baca Juga : Keberatan Bayar Wisuda? DPRD Kota Malang Imbau Agar Masyarakat Berani Menolak

Kehadiran Forum Kemisan menjadi bukti bahwa kampus tak hanya berkutat pada soal kurikulum dan nilai akademik. Ada semangat membangun ruang belajar yang lebih luas dan kontekstual. Dekan FISIP Unisba Blitar, dalam sambutannya, menyatakan bahwa Forum Kemisan adalah upaya kampus untuk terlibat aktif dalam perubahan sosial. “Kami ingin mahasiswa tak hanya cerdas secara akademik, tapi juga peka terhadap zaman,” ungkapnya.

Forum ini diikuti sekitar 60 peserta yang terdiri dari mahasiswa berbagai program studi dan masyarakat umum. Diskusi berlangsung hidup, dengan sejumlah mahasiswa mengajukan pertanyaan dan berbagi pengalaman tentang bagaimana media sosial memengaruhi kehidupan mereka. Ada yang mengaku pernah mengalami kecemasan berlebih saat melihat teman-temannya lebih aktif dan terlihat lebih ‘berhasil’ di media sosial.

Forum Kemisan Episode 10 ini menjadi bukti bahwa kampus bukan menara gading yang menjauh dari realitas. Ia hadir, membumi, dan menjadi penghubung antara ilmu dan kehidupan. Di tangan generasi muda yang sadar digital, diskusi semacam ini bisa menjadi alat melawan tekanan sosial dan membentuk karakter yang tangguh di era informasi.

Dengan semakin maraknya fenomena seperti FOMO, peran pendidikan tinggi ditantang untuk tidak hanya mencetak lulusan, tetapi membentuk manusia yang utuh. UNISBA Blitar, lewat Forum Kemisan, tampaknya telah menapaki jalur itu dengan langkah yang pasti.