JATIMTIMES - Pagi di ladang tembakau tak selalu mudah. Setelah bibit tumbuh, petani harus berjibaku dengan tanah keras, air irit, dan musim yang tak tentu arah. Namun tahun ini, sebuah jalan baru dibuka dari ruang kebijakan menuju lahan-lahan kering di Kabupaten Blitar. Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian setempat menggulirkan program bantuan alat pertanian yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), dengan satu tujuan: memperkuat sendi usaha tani tembakau dari hulu hingga hilir.
Fokus bantuan ini bukan sebatas pada ketersediaan benih atau pelatihan budidaya. Lebih jauh, program ini menyasar seluruh proses usaha tani: dari olah tanah hingga distribusi hasil panen. Kepala Bidang Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Blitar, Lukas Supriyatno, menyebut bantuan sarana dan prasarana ini sebagai bentuk konkret dari upaya meningkatkan kapasitas petani secara menyeluruh.
“Petani tembakau tidak hanya butuh keterampilan, tapi juga alat kerja yang memadai,” ujar Lukas, saat ditemui pada Selasa, 6 Mei 2025. Menurutnya, DBHCHT tahun ini dialokasikan untuk pengadaan berbagai alat pertanian, termasuk traktor, kultivator, pompa air, mesin rajang, dan kendaraan roda tiga.
Alat-alat tersebut bukan sekadar pelengkap. Traktor dan kultivator, misalnya, akan mempercepat proses olah tanah, sementara pompa air menjadi solusi praktis bagi petani di wilayah yang rentan kekeringan. Untuk pascapanen, mesin rajang tembakau akan membantu mempercepat pengeringan dan meningkatkan kualitas hasil panen. Roda tiga disiapkan untuk menjawab kebutuhan transportasi, dari angkut daun basah hingga pengiriman ke gudang.
Menurut Lukas, sasaran bantuan ini adalah para petani tembakau yang tersebar di berbagai kecamatan penghasil tembakau di Blitar. Baik mereka yang bermitra dengan perusahaan besar seperti Djarum maupun yang menanam varietas lokal secara mandiri. “Kami tidak membedakan pola kemitraan. Varietas apa pun yang ditanam, petani berhak mendapatkan dukungan,” katanya.
Awalnya, distribusi alat-alat ini direncanakan pada triwulan pertama tahun 2025. Namun rencana itu harus ditunda karena adanya efisiensi anggaran dan penyesuaian kegiatan. Kegiatan sempat terpending, ujar Lukas, sehingga dinas memilih fokus menyelesaikan tahapan persemaian lebih dulu sebelum menyalurkan alat-alat pendukung lainnya. “Kita jalankan satu per satu, agar pelaksanaannya maksimal,” ucapnya.
Meski sempat tertunda, dinas tetap optimistis seluruh rencana bisa dieksekusi dalam tahun anggaran berjalan. Lukas menjelaskan bahwa mekanisme pendistribusian bantuan akan melibatkan kelompok tani yang telah terverifikasi dan aktif dalam budidaya tembakau. Hal ini dilakukan untuk memastikan alat digunakan sesuai kebutuhan dan mampu meningkatkan produktivitas.
Bagi petani, kehadiran bantuan ini bukan hanya soal efisiensi kerja. Ia bisa menjadi perwujudan dari perubahan paradigma: dari petani sebagai pelaksana lapangan menjadi pelaku utama yang mandiri secara kelembagaan dan teknologi. Inilah arah kebijakan yang ditawarkan melalui DBHCHT—dana yang asal muasalnya dari tembakau, dan kini kembali ke tangan yang tepat.
Langkah ini juga memberi pesan bahwa pemerintah daerah hadir bukan sebagai regulator semata, tapi juga fasilitator dalam rantai nilai pertanian. “Kami ingin membangun ekosistem tani tembakau yang kokoh. Alat bantu ini salah satu pondasinya,” kata Lukas menegaskan.
Baca Juga : Ibadah Lancar dan Tenang, ini Tips Tidak Nyasar Saat Beribadah Haji di Makkah
Ke depan, jika pelaksanaan program ini terbukti efektif, bukan mustahil pola serupa diterapkan pada komoditas lain. Tapi untuk saat ini, fokus utama adalah menjadikan petani tembakau Blitar lebih siap menghadapi musim tanam yang kian menantang.
Dengan mesin rajang yang siap berputar, roda tiga yang akan melaju di pematang, dan pompa air yang menyalurkan harapan, sektor tembakau di Blitar tengah menapaki jalur baru menuju kemandirian. Pelan, tapi pasti.