free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Serba Serbi

Tanggal 2 Mei Apakah Termasuk Hari Libur? Cek Disini Jawabannya! 

Penulis : Mutmainah J - Editor : Dede Nana

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Hari Pendidikan Nasional 2 Mei. (Foto: Freepik)

JATIMTIMES - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diperingati setiap tahunnya pada 2 Mei. Tanggal tersebut sesuai dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, tokoh penting yang memperjuangkan hak-hak pendidikan bagi semua kalangan rakyat Indonesia.

Perayaan Hardiknas ini berdekatan dengan Hari Buruh yang diperingati setiap 1 Mei yang juga merupakan libur nasional. Lantas, tanggal 2 Mei 2025 libur atau tidak berdasarkan aturan resmi dalam SKB 3 Menteri? Pasalnya, 2 Mei 2025 merupakan hari 'terjepit' di antara hari libur nasional dan hari libur akhir pekan.

Baca Juga : Pemkab Malang Tunggu Petunjuk Teknis Pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif 

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri, yakni Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, tanggal 1 Mei 2025 ditetapkan sebagai hari libur nasional dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional. Tahun ini, hari libur tersebut jatuh pada hari Kamis. 

2 Mei Bukan Termasuk Hari Libur

Tanggal 2 Mei 2025, yang jatuh pada hari Jumat, bukan merupakan hari libur nasional. Meskipun tanggal tersebut berada di antara hari libur nasional 1 Mei untuk memperingati Hari Buruh Internasional, tidak ada cuti bersama yang ditetapkan sebelum atau sesudah hari libur tersebut. Oleh karena itu, pada hari Jumat tersebut, seluruh aktivitas di instansi pemerintah maupun swasta akan berjalan seperti biasa tanpa adanya tambahan waktu libur.

Jika ingin menikmati waktu libur lebih panjang dan mendapatkan long weekend, kita dapat mengajukan cuti kepada perusahaan. Hal ini karena tidak ada aturan libur khusus yang berlaku untuk tanggal 2 Mei, sehingga cuti menjadi pilihan bagi mereka yang ingin memperpanjang waktu istirahat.

Sejarah Hari Pendidikan Nasional

Hari Pendidikan Nasional ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) No 316 Tahun 1959 tentang tentang Hari-Hari Nasional Jang Bukan Hari Libur. Pada peraturan ini, Hardiknas ditetapkan bersama Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, Hari Angkatan Perang 5 Oktober, Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, Hari Pahlawan 10 November, dan Hari Ibu 22 Desember.

Presiden pertama RI, Sukarno melalui Keppres ini menjelaskan, kendati Hari Pendidikan Nasional dan hari nasional di atas bukan hari libur tetapi sudah selayaknya diperingati sebagai hari-hari yang bersejarah sebagai seluruh bangsa Indonesia. Caranya yakni dengan mengadakan upacara di kantor, sekolah, atau tempatnya masing-masing.

Hardiknas dan Ki Hajar Dewantara

Dikutip dari laman Kemdikbud, tanggal 2 Mei dipilih sebagai tanggal Hari Pendidikan Nasional karena merupakan hari lahir Ki Hajar Dewantara, Bapak Perintis Pendidikan Nasional. Pemilihan ini menjadi penghormatan atas jasa luar biasa untuk pendidikan orang Indonesia dan pemajuan bangsa.

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas (RM) Soewardi Soerjaningrat (SS). Anak GPH Soerjaningrat dan cucu Sri Paku Alam III ini adalah anggota keluarga bangsawan Pakualaman.

Sebagai bangsawan Jawa, Ki Hajar Dewantara semasa kecil sekolah di sekolah rendah untuk anak-anak Eropa, Europeesche Lagere School (ELS). Ia melanjutkan studi di Sekolah Dokter Jawa, School to Opleiding voor Inlandsche Artsen (STOVIA). Pendidikannya terhenti karena kondisi kesehatan. Ki Hajar Dewantara kelak beralih menggeluti dunia jurnalistik.

Melalui tulisan-tulisannya di surat kabar dan majalah Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara, ia menyatakan kritik sosial politik kaum Bumiputra pada penjajah secara halus tetap keras, komunikatif dan mengena, seperti dikutip dari Ki Hajar Dewantara: Pemikiran dan Perjuangannya yang diterbitkan Museum Kebangkitan Nasional dalam rangka 109 tahun Kebangkitan Nasional.

Atas kritiknya, Ki Hajar Dewantara diasingkan ke Pulau Bangka. Ia yang kembali dari pengasingan kelak bertekad mendirikan lembaga pendidikan untuk memperjuangkan kesatuan dan persamaan lewat nasionalisme kultural serta politik.

Baca Juga : Kasus Perdagangan Orang Libatkan PT NSP Cabang Malang Mulai Disidangkan

Dari situ, lahir Perguruan Taman Siswa pada 1922 yang menyediakan layanan pendidikan bagi masyarakat Bumiputra. Mereka adalah anak-anak yang saat itu tidak diberikan akses pendidikan yang sama seperti anak bangsawan dan Belanda.

Ki Hajar Dewantara juga menolak Undang-Undang Sekolah Liar (Wilde Scholen Ordonnantie 1932). UU pemerintah kolonial ini membatasi gerak nasionalisme pendidikan dan mewajibkan sekolah swasta di Hindia Belanda untuk dapat izin dulu dari pemerintah kolonial, khususnya yang tidak disubsidi atau diberhentikan subsidinya seperti Perguruan Taman Siswa.

Melawan penjajahan melalui bidang pendidikan ini, Ki Hajar Dewantara menyerukan pihak-pihak penerima keberadaan Taman Siswa dipersilakan bergabung. Yang keberatan dipersilakan menentang, sedangkan yang tak acuh dipersilakan menjadi penonton, dikutip dari Ki Hajar Dewantara: Peran dan Sumbangsihnya bagi Indonesia oleh Adora Kirana.

Melalui Taman Siswa, Ki Hajar menerapkan sistem among atau pendidikan berjiwa kekeluargaan yang berpikir pada kondrat alam dan kemerdekaan. Dasarnya adalah semangat kebangsaan dan kebebasan berpendapat.

Pendidikan di Taman Siswa saat itu bertujuan membangun generasi penerus yang ingin dan siap memperjuangkan kemerdekaan untuk bersatu sebagai bangsa. Pendidikan mereka didukung pamong atau pendidik yang meluangkan 24 jam harinya pada anak didik sebagaimana orang tua memberi pelayanan pada anak.

Dengan sistem ini, ia juga ingin merintis pendidikan yang humanis, populis, dan memelihara kedamaian dunia. Sistem ini menentang sistem pendidikan yang jamak saat itu, yakni menitikberatkan pada perintah dan sanksi; patuh soal seragam, sistem belajar, dan lain-lain yang tidak berkaitan dengan proses berpikir; serta sanksi jika tidak patuh pada sebuah aturan.

Dikutip dari laman Itjen Dikdasmen, perjuangan Ki Hajar Dewantara di bidang pendidikan ini telah memberikan dasar-dasar pendidikan nasional yang bernafaskan rasa cinta tanah air dan menghargai kebebasan atau kemerdekaan.

Usai wafat pada 26 April 1959, tanggal kelahiran Ki Hajar Dewantara dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Diharapkan, semua insan pendidikan pada momentum ini ingat kembali akan pentingnya pendidikan bagi peradaban dan daya saing bangsa.