JATIMTIMES - Musim kemarau diprediksi segera melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan sebanyak 403 Zona Musim (ZOM), atau sekitar 57,7 persen wilayah Indonesia, akan memasuki musim kemarau pada periode April hingga Juni 2025. Wilayah Nusa Tenggara disebut-sebut akan mengalami musim kering lebih awal dibandingkan daerah lain.
Secara umum, musim kemarau tahun ini diperkirakan akan berlangsung mulai normal hingga sedikit lebih lambat dari biasanya. BMKG mencatat, dari total 409 ZOM atau sekitar 59 persen wilayah Indonesia, sebagian besar akan mengalami akumulasi curah hujan pada kategori normal. Artinya tidak lebih basah maupun lebih kering dari tahun-tahun sebelumnya.
Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada bulan Agustus 2025, meliputi sebagian besar wilayah Indonesia. Menariknya, puncak musim kering tahun ini diperkirakan akan datang sama seperti biasanya atau bahkan sedikit lebih cepat di beberapa daerah.
Durasi musim kemarau sendiri diprediksi bervariasi antarwilayah. Di sebagian Sumatera dan Kalimantan, musim kering diperkirakan berlangsung singkat, yakni sekitar 6 dasarian atau setara 2 bulan. Sementara di sejumlah daerah Sulawesi, durasi kemarau bisa lebih panjang, bahkan mencapai lebih dari 24 dasarian.
Jika dibandingkan dengan musim-musim sebelumnya, durasi kemarau 2025 secara keseluruhan cenderung lebih pendek. BMKG memperkirakan, 298 ZOM atau sekitar 43 persen wilayah Indonesia akan mengalami musim kering dengan durasi yang lebih singkat dari biasanya.
Dengan prediksi musim kemarau yang semakin dekat, menjaga kenyamanan di dalam rumah tanpa mengandalkan pendingin buatan seperti AC menjadi penting. Mengadopsi cara-cara tradisional seperti memperbanyak ventilasi silang, menggunakan material bangunan yang mampu mengurangi panas, membangun taman dalam rumah (inner court), hingga meninggikan plafon dapat menjadi solusi efektif. Selain menjaga kesejukan, strategi ini juga membuat penggunaan listrik tetap hemat di tengah cuaca panas ekstrem yang bakal melanda.
Sebenarnya, sejak masa kolonial, prinsip membangun rumah yang mampu melawan cuaca panas sudah diterapkan. Rumah bergaya indis, warisan masa Hindia Belanda, terkenal karena desainnya yang memadukan gaya Eropa dan Nusantara dengan penyesuaian terhadap iklim tropis.
Rahasia Rumah Peninggalan Belanda Tetap Sejuk
Mengutip dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), rumah bergaya indis mulai berkembang sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Ciri khasnya antara lain dinding tebal, ventilasi lebar, atap tinggi, serta lantai teraso. Semua elemen ini dibuat demi menghadapi iklim tropis Indonesia yang panas dan lembap.
Dosen Arsitektur UMS Dr Nur Rahmawati Syamsiyah meneliti tingkat kenyamanan termal di rumah kuno di Kampung Batik Laweyan, Solo. Ia mengungkapkan bahwa beberapa elemen arsitektur berperan besar dalam menjaga kesejukan dalam rumah.
"Ada lubang di atas atap dan di atas plafon yang akan membuat udara mengalir lancar," ujar Nur Rahma, dikutip dari UMS.
Menurut dia, keberadaan lubang pada plafon dan atap rumah sangat membantu memperlancar sirkulasi udara. Atap yang tinggi juga menjaga udara panas tidak terperangkap di dalam ruangan. Ia mencatat, ketika suhu luar mencapai 35 derajat Celsius, suhu dalam rumah tersebut berkisar antara 30 derajat Celsius, dan di dekat area kolam bahkan lebih rendah, yaitu sekitar 29,4 derajat Celsius.
Selain atap yang dilubangi untuk memperlancar sirkulasi, rumah bergaya indis juga memiliki plafon yang sengaja dibuat tinggi. Bagian tengah plafon dibuat lebih tinggi sekitar 20 cm dibanding sekelilingnya, yang berfungsi mengalirkan udara panas keluar melalui celah-celah di genteng.
Tak hanya itu. Peletakan pintu rumah pun diperhatikan dengan cermat. Gerbang rumah diletakkan di ujung jalan, sehingga angin bebas masuk dan bergerak ke seluruh lorong-lorong rumah. Bahkan, terdapat connecting door yang menghubungkan beberapa rumah, berfungsi ganda sebagai ventilasi tambahan.
Struktur dinding yang tebal juga menjadi andalan. Dinding ini menyerap panas pada siang hari dan perlahan melepaskannya di malam hari saat suhu luar lebih dingin. Hal ini membuat rumah tetap nyaman sepanjang hari, tanpa harus menggunakan alat pendingin buatan.
Inspirasi Rumah Modern: Taman Dalam dan Plafon Tinggi
Mengadopsi prinsip serupa, kini banyak pemilik rumah modern juga mulai menerapkan desain ramah iklim tropis agar rumah tetap sejuk tanpa boros listrik.
Pemilik Rumah Semak, Rima Ivalia, berbagi pengalaman bagaimana ia membuat hunian tetap adem dan terang tanpa mengandalkan AC dan lampu di siang hari. Salah satu kuncinya adalah membangun taman dalam rumah, atau inner court.
"Kami itu pikirin gimana caranya supaya nggak pasang AC kalau siang. Jadi kita bikin sebelah sini ada inner court. Itu buat cahaya (dan) buat sirkulasi udara," ujar Rima dilansir detikcom, Sabtu (26/4/2025).
Ia menambahkan, sebagian tembok taman dibuat berlubang dengan roster kotak, memungkinkan cahaya dan udara masuk ke dalam rumah. Taman tersebut juga dilengkapi atap transparan berbahan solartuff yang terbuka di samping untuk memperlancar aliran udara.
Tak hanya taman dalam rumah, Rima juga memperbanyak penggunaan jendela besar berbahan kaca yang bisa dibuka-tutup. "Ada jendelanya dari taman samping. Sengaja dibuat taman samping, jadi atasnya nggak ada atap. Itu gunanya untuk sirkulasi udara juga sama biar terang kalau siang," tambahnya.
Ia juga membuat plafon rumah lebih tinggi agar panas tidak terperangkap. "Ceiling-nya juga kita tinggiin. Jadi ya kalau siang cukup pakai kipas angin aja udah adem," tandas Rima.
Arsitek Sarankan Pengudaraan Pasif
Arsitek Denny Setiawan juga mengingatkan bahwa penggunaan AC memang solusi instan, tetapi berisiko terhadap konsumsi energi dan lingkungan.
"Konsekuensinya (menggunakan AC) panjang, misalnya dengan pemakaian energi yang sangat besar, kemudian juga perusakan lingkungan akibat energi fosil, dan lain-lain. Sebagai arsitek, saya menyarankan selalu pengudaraan buatan yang sifatnya pasif," kata Denny.
Menurutnya, desain rumah yang ramah iklim harus memperbanyak ventilasi udara. Denah rumah perlu dirancang agar memungkinkan ventilasi silang, sehingga udara panas bisa keluar dan angin segar masuk dengan optimal.
"Memang udara semakin panas saat ini, tapi dengan desain yang benar, dengan arsitektur yang benar, yang denahnya baik itu otomatis membuat masalah panas itu harusnya tidak jadi masalah lagi," ujarnya.
Denny juga menyarankan untuk menghindari paparan sinar matahari langsung, terutama dari arah barat.
"Di arah mata angin barat itu biasanya ketika sore hari itu panas yang membuat kita nggak nyaman. Jadi di arah barat pilihannya adalah kita nggak buka jendela di sana, atau kalau kita mau buka jendela, kita pasang kisi-kisi," paparnya.
Untuk mengatasi hawa panas, Denny merekomendasikan penggunaan material daur ulang seperti expanded polystyrene (EPS) styrofoam untuk dinding rumah.
"Styrofoam itu penghalau panas sebenarnya. Dia nggak menghantar panas ke dalam (rumah). Jadi styrofoam disemen kiri dan kanan (menjadi tembok). Itu secara perhitungan saya sendiri, penelitian saya itu mengurangi suhu secara pasif itu minus 3 derajat selsius," ungkap Denny.
Selain styrofoam, penggunaan material berlubang seperti roster juga dapat membantu mengurangi suhu rumah. Roster memungkinkan sirkulasi udara tetap berjalan tanpa mengurangi privasi penghuni.
Dengan menerapkan desain arsitektur yang memperhatikan ventilasi, material bangunan, dan tata letak ruangan, rumah yang sejuk dan terang bisa dicapai tanpa bergantung pada penggunaan listrik berlebih. Selain membuat hidup lebih nyaman, langkah ini juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan. Semoga informasi ini bermanfaat.
Hadapi Musim Panas, Ini Cara Bikin Rumah Adem Tanpa Boros Listrik
Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Yunan Helmy
admin
1 min read
