JATIMTIMES– Proses penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa Kradinan, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung yang sempat viral di sosial media beberapa waktu lalu telah mencapai babak baru. Kepolisian Resor (Polres) Tulungagung melalui Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) resmi menyatakan bahwa berkas perkara tersangka ES, selaku Kepala Desa Kradinan, telah dinyatakan lengkap atau P21. Selanjutnya, tersangka dan barang bukti diserahkan ke Kejaksaan Negeri Tulungagung untuk proses hukum lebih lanjut.
Berdasarkan pantauan langsung saat konferensi pers di Mapolres Tulungagung pada Kamis, 24 April 2025, Kapolres Tulungagung AKBP Muhammad Taat Resdi, menguraikan perkembangan penanganan kasus korupsi yang telah ditangani selama lebih dari dua tahun.
Baca Juga : RKUHAP Kembali Disorot, Komisi III DPR RI Diminta Dengar Masukan Akademisi
“Konferensi pers hari ini kami gelar untuk menyampaikan perkembangan penanganan tindak pidana korupsi dalam penggunaan Dana Desa (DD), Alokasi Dana Desa (ADD), bagi hasil pajak dan retribusi daerah tahun anggaran 2020 hingga 2021. Serta bantuan keuangan kabupaten tahun 2020 di Desa Kradinan,” ujar AKBP Taat mengawali keterangannya.
Menurutnya, proses penyidikan kasus ini telah berlangsung selama dua setengah tahun. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan pengumpulan bukti, pihak Kejaksaan Negeri Tulungagung akhirnya menyatakan bahwa berkas perkara telah memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke tahap penuntutan.
“Alhamdulillah, saat ini berkas perkara sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Negeri Tulungagung. Hari ini tersangka dan barang bukti akan kami limpahkan agar proses persidangan segera dimulai,” tegasnya.
Tersangka yang dilimpahkan, lanjut Kapolres, adalah ES (60), laki-laki yang menjabat sebagai Kepala Desa Kradinan. Namun, dalam kasus ini bukan hanya ES yang terlibat. Penyidik juga menetapkan WS (45) Kaur Keuangan Desa Kradinan sebagai tersangka. Sayangnya, WS hingga kini belum memenuhi panggilan penyidik dan telah ditetapkan sebagai buronan atau Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Ada tersangka lain berinisial WS. Sudah kami panggil, tapi yang bersangkutan tidak hadir. Maka dari itu, kami telah menerbitkan DPO,” ungkap AKBP Taat.
Desa Kradinan diketahui menerima dana total sebesar Rp 3.917.816.541 selama tahun anggaran 2020 dan 2021. Berdasarkan jumlah tersebut, tersangka ES mengajukan pencairan anggaran sebesar Rp 784 juta pada tahun 2020 dan Rp 984 juta pada tahun 2021. Totalnya mencapai Rp 1.768.000.000, yang didukung dengan 29 kuitansi.
Hasil audit dari Inspektorat Kabupaten Tulungagung juga menunjukkan adanya kerugian negara sebesar Rp 743.620.928,86. Dana tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi maupun faktual.
“Modus operandinya antara lain pengajuan anggaran untuk kegiatan yang tidak pernah dilaksanakan (fiktif), atau kegiatan yang dilakukan tetapi tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB). Ada juga laporan realisasi kegiatan yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Bahkan ada yang Surat Pertanggungjawabannya (SPJ) tidak dibuat karena tidak memiliki bukti pendukung,” terang Kapolres.
Baca Juga : Megawati Tak Terdaftar di Laga Gresik Petrokimia Vs Jakarta Electric PLN, Cuma Diendorse?
Satreskrim Polres Tulungagung telah memeriksa setidaknya 60 orang saksi dan lima orang ahli untuk mengungkap praktik korupsi ini. Tim juga melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi penting, seperti balai desa dan rumah tersangka. Polisi turut menyita berbagai barang bukti dalam proses tersebut.
“Selain itu, kami juga melakukan penelusuran aset untuk mengetahui ke mana saja aliran dana dari hasil kejahatan ini. Hasilnya, tidak ditemukan pembelian aset tanah dari uang korupsi. Bahkan, sertifikat rumah yang dihuni oleh tersangka telah dijaminkan ke bank,” tambahnya.
Lebih lanjut, diketahui bahwa uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk kebutuhan pribadi, termasuk membayar utang. Tersangka ES dalam pengakuannya mengatakan bahwa ia sempat mencalonkan diri sebagai kepala desa namun kalah. Kemudian saat mencalonkan kembali dan menang, sebagian dana korupsi dipakai untuk mengembalikan modal pencalonan sebelumnya.
“Pengakuan tersangka ES, dia melakukan perbuatan ini karena terlilit utang. Salah satu penyebabnya adalah biaya yang besar saat nyalon kades. Setelah kalah, dia kembali nyalon dan menang, lalu menggunakan sebagian hasil korupsi untuk menutup kerugian tersebut,” jelas AKBP Taat.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal-pasal berat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Di antaranya Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8, dan Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) UU RI No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Ancaman hukumannya sangat berat. Bisa dijatuhi pidana penjara seumur hidup, atau paling singkat empat tahun dan maksimal dua puluh tahun penjara. Selain itu, denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar,” tegas Kapolres.