free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Hukum dan Kriminalitas

RKUHAP Kembali Disorot, Komisi III DPR RI Diminta Dengar Masukan Akademisi

Penulis : Hendra Saputra - Editor : Dede Nana

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Tiga narasumber seminar reformasi KUHAP (foto: Hendra Saputra/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Akademisi dan praktisi hukum di lingkungan Kota Malang menyoroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Bahkan sorotan itu hingga dibuat pada seminar di Gedung Wahab Hasbullah Universitas Islam Malang (UNISMA), Kamis (24/4/2025). Pada seminar tersebut, sorotan utama yakni pada potensi tumpang tindih kewenangan antar aparat penegak hukum (APH) jika RKUHAP tidak disusun secara tegas dan spesifik. 

Pakar Hukum Pidana dan Kriminologi dari Universitas Brawijaya, Dr Prija Djatmika SH MS mengatakan saat ini peran serta masyarakat sangat penting untuk proses legislasi. Agar DPR tidak tergesa-gesa mensahkan RKUHAP,  tanpa memahami implikasi terhadap sistem peradilan pidana. 

Baca Juga : Terjerat Pinjaman Bank Plecit, Ratusan Emak-Emak di Banyuwangi Mengadu pada Wakil Rakyat

“RKUHAP yang akhirnya menjadi KUHAP ini, sangat fundamental dan harus melindungi hak semua pihak baik korban dan pelaku. Jangan kejar tayang dengan buru-buru mensahkan, pelajari terlebih dahulu,” kata Prija. 

Pada seminar, narasumber sepakat jika reformasi KUHAP perlu konsistensi pada asas legalitas dan pemisahan fungsi. Sehingga, tumpang tindih kewenangan juga dapat dihindari. 

“Dengan catatan dan masukan yang ada, kami rekomendasikan agar Komisi III DPR RI membuka ruang partisipasi publik lebih luas. Termasuk memastikan kembali pasal-pasal krusial RKUHAP, agar selaras dengan prinsip keadilan dan perlindungan hak asasi manusia, tidak hanya pelaku, tetapi juga korban dan masyarakat,” beber Prija. 

Sementara itu, narasumber lainnya yaitu Prof Dr Deni Setya Bagus Yuherawan SH MS menyampaikan bahwa RKUHAP seharusnya dapat menguatkan pembagian fungsi peradilan pidana. Bukan sebaliknya, yang justru membuka ruang multitafsir. 

Menurutnya, saat ini penyidik kepolisian, penuntut umum dari kejaksaan hingga hakim pengadilan sudah seharusnya berfungsi sesuai peran masing-masing. “Apabila ini ada tumpang tindih kewenangan antar aparat penegak hukum, maka bisa bahaya,” ungkap Deni. 

Baca Juga : Kesalahan Bisa dari Bawah, Pengamat Nilai Kredit Macet Bank Jatim Tak Pengaruhi Perkembangan Perusahaan

Hal yang sama juga diungkapkan oleh narasumber lainnya yaitu Dr Sholehuddin SH MH yang menegaskan pentingnya peran DPR khususnya Komisi III untuk ikut mendengar masukan dari akademisi. Karena RKUHAP adalah regulasi yang mengatur APH dan nantinya akan berdampak langsung kepada masyarakat yang mencari keadilan. 

“KUHAP ini bukanlah ruang perluasan kewenangan. Penyelidikan harus ada batas waktunya dan bisa diuji melalui pra peradilan. Apabila tidak diatur tegas, bisa merugikan masyarakat,” imbuh Sholehuddin.