JATIMTIMES - Kabar duka menyelimuti dunia pendakian tanah air. Mbok Yem, pemilik satu-satunya warung di puncak Gunung Lawu, telah berpulang ke pangkuan Ilahi pada Rabu (23/4/2025).
Kepergian perempuan yang bernama asli Wakiyem ini membawa duka mendalam bagi para pencinta alam pendaki, hingga masyarakat luas yang pernah merasakan hangatnya sambutan dan masakan dari warung legendaris di ketinggian itu.
Kabar kepergian Mbok Yem pertama kali tersiar lewat unggahan akun X @Jateng_Twit. “Innalillahi wainnailaihi rojiun. Mbok Yem, penjaga warung tertinggi di Pulau Jawa yang berada di dekat puncak Gunung Lawu, meninggal dunia karena pneumonia.” tulis dalam keterangan akun tersebut.
Kepergiannya diiringi dengan doa dan ucapan belasungkawa dari ribuan netizen, khususnya kalangan pendaki yang pernah merasakan kehangatan sapaan dan suguhan sederhananya di jalur menuju Hargo Dumilah.
Warung Mbok Yem bukan sekadar tempat untuk mengisi perut. Terletak di Hargo Dumilah, hanya sekitar 115 meter dari puncak Gunung Lawu yang berada di ketinggian 3.150 mdpl, warung ini sudah seperti rumah kedua bagi para pendaki.
Di tengah dinginnya suhu pegunungan, senyuman ramah Mbok Yem dan sepiring nasi pecel hangat menjadi penguat semangat dan pengusir lelah. Dengan harga yang sangat terjangkau, hanya sekitar Rp15 ribu, para pendaki bisa menikmati nasi pecel lengkap dengan telur ceplok, sayur segar, bihun, serta bumbu khas Magetan yang diracik sendiri oleh Mbok Yem.
Tak hanya itu. Teh manis dan susu hangat selalu tersedia untuk menemani waktu istirahat para pendaki. Kadang, bila beruntung, pengunjung bisa menikmati soto buatan Mbok Yem yang hanya hadir di waktu-waktu khusus seperti bulan Suro.
Bagi yang pernah singgah, warung tersebut tak hanya memberi kenyamanan fisik, tapi juga kenyamanan batin. Warung Mbok Yem menjadi tempat berteduh, mengobrol, hingga menginap bagi rombongan pendaki yang tiba menjelang malam.
Tak banyak yang tahu bahwa perjalanan hidup Mbok Yem dimulai dari profesi sebagai penjual jamu. Bersama mendiang suaminya, ia biasa mencari bahan jamu di lereng Gunung Lawu. Setelah suaminya wafat, aktivitas itu diteruskan oleh putranya. Namun, takdir membawanya menjadi penjaga warung tertinggi di Jawa.
Awalnya, kehadirannya di puncak Lawu bukan untuk membuka warung. Namun sebuah percakapan dengan pendaki menginspirasinya untuk mendirikan tempat sederhana untuk menyediakan logistik para pejalan kaki yang menuju puncak. Dari situ, warung kecil itu tumbuh menjadi tempat legendaris.
Dalam menjaga warungnya, Mbok Yem sempat dibantu anak angkatnya, Pak Muis, selama 17 tahun. Namun di masa tuanya, ia lebih banyak mengandalkan jasa porter untuk membawa pasokan dari bawah. Biayanya pun tidak kecil.
Setiap pengiriman logistik bisa mencapai Rp500 ribu. Jika harus turun gunung, Mbok Yem pun harus ditandu dua orang dengan biaya per orang Rp1 juta.
Mbok Yem hanya turun gunung setahun sekali, tepatnya saat menjelang Lebaran. Namun tahun ini, ia harus turun lebih awal karena kondisi kesehatannya yang terus menurun sejak Februari 2025. Ia ditandu enam orang menuju RSU Aisyiyah Ponorogo untuk mendapatkan perawatan karena pneumonia akut.
Meski hidup jauh dari kemewahan, Mbok Yem menjalani hari-harinya dengan penuh ketulusan. Ia punya seekor monyet peliharaan yang diberi nama Temon Aditya, teman setianya di puncak.
Dalam sebuah wawancara, Mbok Yem menyampaikan bahwa ia tidak ingin menjadi beban bagi keluarga. Berjualan di puncak menjadi caranya untuk tetap produktif dan dekat dengan alam, sesuatu yang membuatnya merasa hidup.
Untuk diketahui, jenazah Mbok Yem dimakamkan di kampung halamannya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Rabu (23/4/2025). Kepergiannya membawa duka yang mendalam, tidak hanya bagi keluarga, tapi juga bagi komunitas pendaki dan pencinta alam di seluruh Indonesia.
Banyak yang mengenang Mbok Yem bukan hanya sebagai penjual makanan, tapi sebagai "ibu gunung" yang selalu ada bagi para pendaki. Selamat Jalan, Mbok Yem.
Mbok Yem, Penjaga Warung Legendaris di Puncak Lawu, Tutup Usia
Penulis : Binti Nikmatur - Editor : Yunan Helmy
admin
1 min read
