JATIMTIMES - Momentum Hari Kartini yang diperingati tiap 21 April menjadi titik balik bagi para perempuan di Indonesia untuk sejajar dengan laki-laki, khususnya untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam hal mengenyam pendidikan.
Wakil Bupati Malang Lathifah Shohib menegaskan, selain sosok Raden Ajeng Kartini yang menjadi simbol emansipasi wanita dan pahlawan pendidikan bagi para kaum perempuan, pondok pesantren juga menjadi salah satu wadah bagi para perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Baca Juga : Wali Kota Mas Ibin Dorong Emansipasi Digital, 100 Perempuan Blitar Dilatih IT di Sekoper
Tokoh yang kiprahnya sama dengan Raden Ajeng Kartini dalam mencetak perempuan-perempuan hebat di Indonesia dalam sektor pendidikan yakni Nyai Nur Chodijah, istri KH Bisri Syansuri. Keduanya merupakan pendiri Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif Denanyar, Jombang.
"Salah satu yang mempunyai andil besar untuk mendidik para perempuan adalah pondok pesantren. Di Jombang itu ada pondok pesantren pertama yang menerima santri putri. Itu di Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif Denanyar Jombang, pesantren kakek saya KH Bisri Syansuri dan nenek saya Nyai Nur Chodijah," ungkap Lathifah, Selasa (22/4/2025).
Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif didirikan oleh KH Bisri Syansuri dan Nyai Nur Chodijah pada tahun 1917. Sedangkan Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif khusus putri didirikan sekitar tahun 1927 oleh Nyai Nur Chodijah bersama KH Bisri Syansuri.
"Tentunya ketika beliau mendirikan pondok pesantren putri ini atas seizin Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari yang sama-sama berjuang mendirikan Nahdlatul Ulama," kata Lathifah.
Sebelumnya, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari sempat tidak menyetujui pendirian Pondok Pesantren Putri Mambaul Ma'arif. Tetapi, melihat semangat yang kuat dari Nyai Nur Chodijah yang ingin mendirikan pondok pesantren khusus putri, pada saat itu KH Hasyim Asy'ari akhirnya datang dan melihat langsung proses belajar mengajar. Kemudian KH Hasyim Asy'ari menyetujui pendirian Pondok Pesantren Putri Mambaul Ma'arif.
Berbagai pelajaran diajarkan oleh Nyai Chodijah kepada para santri putri di Pondok Pesantren Putri Mambaul Ma'arif, khususnya beberapa Kitab Kuning. Mulai dari Adab al-Mar’ah, Uqudul Jain, kitab Fikih Syafinatun Najah dan Aqidatul Awam.
Selain itu, Nyai Nur Chodijah mengajarkan para santri putri membaca Al-Quran dengan makhrojul huruf yang benar. Lalu, para santri putri mendapatkan pelajaran terkait tirakat dan riyadhah, seperti berpuasa, hingga membaca salawat badar dan salawat nariyah.
Baca Juga : Safari Halalbihalal dan Buka Ruang Dialog di Sumberpucung, Bupati Sanusi Komitmen Perbaiki Infrastruktur
"Jadi, pada waktu itu Bu Nyai-Bu Nyai yang ada di Jombang itu adalah santri-santri dari KH Bisri Syansuri bersama Ibu Nyai Nur Chodijah," kata Lathifah.
Untuk tenaga pengajar saat awal berdirinya Pondok Pesantren Putri Mambaul Ma'arif, Nyai Chodijah mengajak ketiga anak perempuannya untuk memberikan pengajaran kepada para santri putri.
"Yang mengajar dibantu oleh ibunya Gus Dur sebagai salah satu putrinya Bu Nyai Chodijah, yakni Ibu Nyai Sholichah. Kemudian Ibu Nyai Muasshomah Bisri (neneknya Muhaimin Iskandar, Abdul Halim Iskandar, Syaifullah Yusuf). Kemudian Ibu Nyai Musyarrafah Bisri itu ibu mertuanya KH Sahal Mahfudz," jelas Lathifah.
Menurut Lathifah, sudah banyak perempuan hebat yang lahir dari tangan KH Bisri Syansuri dan Nyai Nur Chodijah dengan tempaan di Pondok Pesantren Putri Mambaul Ma'arif Denanyar Jombang.
"Itu semua putri-putri produk didikan dari KH Bisri Syansuri dan Ibu Nyai Nur Chodijah untuk membantu pemerintah Indonesia mendidik perempuan-perempuan yang andal dalam hal agama dan bisa membantu mendidik masyarakat di lingkungannya masing-masing," pungkas Lathifah.