free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Kebijakan Trump, Pakar UB Ungkap Spillover Effect dan Peluang Ekonomi untuk Indonesia

Penulis : Anggara Sudiongko - Editor : Yunan Helmy

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Ilustrasi tarif ekspor impor. (pixabay)

JATIMTIMES - Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 5 April 2025 mengundang perhatian global. Dengan kebijakan resiprokal yang melibatkan kenaikan tarif sebesar 10 persen untuk barang-barang asing dan kenaikan tarif 145 persen untuk impor dari China, dampak ekonomi yang luas pun mulai terasa. 

Sebagai respons terhadap tindakan Beijing atas kebijakan sebelumnya, yang hanya menaikkan tarif sebesar 125 persen, penambahan 20 persen tarif ini juga dimaksudkan untuk memberi hukuman kepada China yang dianggap sebagai penyuplai fentanil ke AS.

Baca Juga : Perkuat Bisnis dan Keamanan Nasabah, Bank Jatim Jalin Sinergitas dengan BRINS

Pakar ekonomi dari Universitas Brawijaya (UB) Dr rer pol Wildan Syafitri SE ME menilai bahwa kebijakan tersebut tidak hanya berfokus pada upaya mengurangi defisit perdagangan Amerika Serikat dengan China, namun juga memiliki potensi menimbulkan  spillover effect bagi perekonomian negara lain, termasuk Indonesia.

Menurut Wildan, salah satu dampak yang mungkin muncul adalah spillover effect, yakni efek dari suatu peristiwa ekonomi yang merembet ke perekonomian negara lain. China, sebagai negara eksportir besar, juga mengimpor bahan baku dari negara lain, termasuk Indonesia. “Karena China adalah negara yang tidak hanya mengekspor, tetapi juga mengimpor bahan baku. Salah satunya dari Indonesia. Kebijakan ini bisa memberikan dampak yang cukup signifikan,” ungkap Wildan.

Lebih lanjut, Wildan menyoroti adanya kontradiksi mendalam antara kebijakan Trump dan prinsip perdagangan bebas yang selama ini diusung dalam ekonomi global. Tarif impor yang tinggi, menurut dia, bertentangan dengan konsep persaingan yang seharusnya berfokus pada keunggulan daya saing produk, bukan pada tarif yang dikenakan.

"Kebijakan ini tidak bisa dianalisis menggunakan teori ekonomi klasik, karena kebijakan ini berpotensi menurunkan surplus konsumen dan bahkan menyebabkan Dead Weight Loss, di mana tidak ada pihak yang benar-benar diuntungkan," tambah Wildan.

Salah satu kekhawatiran yang disampaikan oleh Wildan adalah ketidakpastian dalam ranah politik internasional. Meningkatkan tarif tanpa ada kesepakatan internasional dapat memicu negara-negara lain untuk melanggar prinsip perdagangan bebas, yang tentu berisiko terhadap iklim bisnis dan investasi global.

Namun, di tengah dampak tersebut, Wildan optimistis bahwa Indonesia dapat merespons dengan langkah strategis. Salah satu solusinya adalah dengan mengalihkan produk ekspor Indonesia ke negara-negara lain yang tidak terpengaruh oleh kebijakan Trump, seperti Singapura. Selain itu, untuk meningkatkan daya saing produk, Indonesia harus berfokus pada peningkatan inovasi, mempermudah iklim usaha, serta mendorong peningkatan permintaan dan pasokan di dalam negeri.

Sementara itu, pandangan berbeda datang dari dosen Kebijakan Publik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Andhyka Muttaqin SAP MPA. Menurut dia, kebijakan tarif yang diterapkan Trump justru memberikan dampak positif bagi Indonesia, terutama dalam hal iklim investasi.

Baca Juga : Bupati Sanusi Resmikan Wisata Edukasi Garam dan Panen Garam Tunnel 5 Ton di Donomulyo

Andhyka menjelaskan bahwa kebijakan penangguhan tarif Amerika Serikat dapat menciptakan kepastian jangka pendek dan memberikan peluang bagi relokasi industri dari China ke Indonesia. "Kebijakan ini membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik perusahaan-perusahaan global, terutama yang bergerak di sektor manufaktur berorientasi ekspor, untuk menghindari tarif tinggi yang dikenakan pada produk dari China," jelasnya.

Lebih lanjut, Andhyka menyoroti bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat posisinya dalam perundingan perdagangan dan investasi global. Salah satu caranya adalah dengan memperluas fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) atau menawarkan perlakuan khusus bagi produk-produk strategis Indonesia. Namun, untuk memanfaatkan momentum ini, Andhyka menekankan perlunya pemerintah Indonesia untuk bergerak cepat dengan diplomasi dagang aktif serta reformasi kebijakan investasi.

Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump tentu membawa dampak besar bagi perekonomian global, termasuk Indonesia. Meskipun ada potensi dampak negatif berupa spillover effect dan ketidakpastian politik, Indonesia juga memiliki peluang untuk memperkuat posisinya dalam perdagangan global. Respons cepat dan strategi yang tepat dari pemerintah Indonesia dapat menjadi kunci untuk memanfaatkan peluang ini, meningkatkan daya saing, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.