free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Saham Asia Anjlok Gara-Gara Nvidia, Harga Emas Melejit ke Rekor Tertinggi

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : A Yahya

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Orang-orang berjalan melewati layar elektronik yang menampilkan rata-rata saham Nikkei Jepang di luar pialang di Tokyo, Jepang, 11 April 2025. (Foto: Reuters)

JATIMTIMES - Pasar saham Asia babak belur pada Rabu (16/4/2025), usai raksasa chip kecerdasan buatan Nvidia terseret arus kebijakan ekspor Amerika Serikat yang lebih ketat ke China. Di sisi lain, harga emas justru melejit dan menembus rekor tertinggi seiring ketidakpastian global yang makin panas. 

Dikutip dari Reuters, Rabu (16/4/2015), saham-saham Asia melemah tajam setelah Nvidia (NVDA.O) mengungkapkan bahwa pembatasan ekspor chip ke China oleh pemerintah AS akan berdampak besar pada bisnis mereka. Langkah ini menjadi sinyal terbaru dalam eskalasi perang dagang teknologi antara dua negara ekonomi terbesar dunia. 

Washington memberlakukan aturan lisensi ekspor baru terhadap Nvidia dan AMD (AMD.O), khususnya untuk produk chip AI seperti H20 dan MI308. Saham Nvidia langsung anjlok 6% dalam perdagangan pasca-jam kerja setelah perusahaan mengaku bakal mengalami kerugian sekitar US$ 5,5 miliar akibat kebijakan tersebut. 

"Pengungkapan ini merupakan tanda yang jelas bahwa Nvidia sekarang memiliki batasan dan rintangan besar dalam menjual ke China," ujar Daniel Ives, analis dari Wedbush Securities kepada Reuters. 

"Khawatir ini adalah tembakan pertama yang dilepaskan dalam pertempuran teknologi antara AS dan Cina, dan Beijing/Xi tidak akan menerima berita ini begitu saja dan berlalu begitu saja," lanjutnya. 

Sementara itu, mantan Presiden AS Donald Trump kembali muncul di hadapan publik. Ia memerintahkan penyelidikan atas potensi pengenaan tarif baru terhadap seluruh impor mineral penting ke AS. Tak hanya itu, ia juga mendorong peninjauan atas impor farmasi dan chip. 

Dari pihak China, respons tegas pun muncul. Pemerintah China dilaporkan memerintahkan maskapai penerbangan untuk menangguhkan pengiriman pesawat Boeing (BA.N), sebagai bentuk balasan atas tindakan AS. 

Akibat kondisi yang memanas ini, aksi jual saham di Asia makin liar. Kontrak berjangka S&P 500 turun 1,5%, sementara Nasdaq futures jatuh lebih dalam, yakni 2,3%. 

Kondisi serupa diprediksi akan menjalar ke Eropa, di mana indeks berjangka EURO STOXX 50 menunjukkan sinyal pelemahan 1,5% di pembukaan pasar. 

Indeks MSCI saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 1,4%, mengakhiri tren naik selama empat hari berturut-turut. Indeks Nikkei Jepang juga terperosok 1,6%, sedangkan indeks saham unggulan China, CSI300, terkoreksi 0,7%. 

Investor di China terlihat kecewa, meskipun sebelumnya data PDB menunjukkan hasil yang cukup solid. Hang Seng Hong Kong pun ikut tumbang dengan penurunan tajam 2,7%. 

"Kedua negara tampaknya yakin mereka memiliki keunggulan, yang berpotensi memperpanjang kebuntuan saat ini selama beberapa bulan ke depan," tulis analis dari PGIM Fixed Income dalam catatan untuk klien. 

“China tampaknya tidak berniat untuk mengubah pendiriannya saat ini mengenai tarif dan sebaliknya melihat dinamika perdagangan saat ini sebagai peluang untuk membuat terobosan dengan negara-negara yang mengekspor ke AS,” lanjut laporan tersebut. 

Meski begitu, Gedung Putih menyebut Trump masih membuka peluang kesepakatan dagang dengan China, tapi syaratnya Beijing harus mengambil langkah pertama. 

Emas Cetak Rekor Baru
Di tengah ketidakpastian tersebut, emas kembali membuktikan dirinya sebagai aset safe haven yang digemari. Harga emas batangan naik 2% dan mencetak rekor baru di level US$ 3.290 per ons. 

ANZ pun menaikkan proyeksi harga emas mereka menjadi US$ 3.600 per ons hingga akhir tahun. Mereka menilai permintaan akan aset aman ini masih akan terus meningkat seiring ketidakpastian pasar. 

Tak cuma emas, mata uang safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss juga menguat tajam. Dolar AS tercatat melemah 1,1% terhadap franc Swiss ke posisi 0,8145, dan turun 0,7% terhadap yen Jepang ke level 142,32. 

Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda menuturkan kepada harian Sankei bahwa bank sentral Jepang mungkin perlu mengambil tindakan kebijakan jika tarif AS mulai merugikan ekonomi Jepang. Ini menjadi sinyal bahwa kenaikan suku bunga bisa saja dihentikan. 

Obligasi dan Minyak Lesu
Meski suasana pasar global memanas, imbal hasil obligasi pemerintah AS tetap stabil. Imbal hasil obligasi tenor 10 tahun tercatat di level 4,325%, jauh di bawah puncaknya di 4,592% pada pekan lalu. Obligasi 30 tahun juga stagnan di kisaran 4,777%. 

Sementara itu, harga minyak ikut terpukul. Minyak mentah Brent melemah 1,1% ke US$ 63,99 per barel. Minyak mentah AS juga turun 1,1% dan ditutup di US$ 60,65 per barel.