free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

Wali Kota Malang Apresiasi Pentas Kangen Studio Seni KaKaSya: Kita Harus Bikin Drama Malangan

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : A Yahya

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Foto bersama Wali Kota Malang Wahyu Hidayat bersama para pemain dan tim Pentas Kangen, KaKaSya, Sabtu (14/6/2025) malam di Auditorium UB TV. (Foto: istimewa)

JATIMTIMES - Studio Seni Krida Kumara Çamhita (KaKaSya) kembali menghidupkan panggung seni di Kota Malang. Lewat pertunjukan bertajuk Pentas Kangen, KaKaSya menampilkan teater lintas generasi yang menyuguhkan kisah lokal berkesan.

Wali Kota Malang Wahyu Hidayat mengapresiasi pertunjukan Pentas Kangen yang digelar Studio Seni Krida Kumara Çamhita (KaKaSya) pada Sabtu (14/6/2025) malam di Studio UB TV, Kota Malang. 

Baca Juga : 15 Kuliner Legendaris Khas Malang yang Wajib Dicoba Saat Liburan

 

Mengusung tema Galeri Kisah Nusantara, pertunjukan ini menjadi bagian dari program edukasi budaya dan sejarah melalui seni pertunjukan.
Tiga naskah ditampilkan dalam Pentas Kangen, yakni Puncak Asmara Desa Dadapan karya Wahyu Prabowo, Petak Umpet karya Alfanul U, dan lakon utama Air Terjun Penantian yang ditulis oleh A. Ulum.

Pemeran Dewi Anjarwati dan Raden Baron Kusuma dari Gunung Arjuna. (Foto: istimewa)

Pemeran Dewi Anjarwati dan Raden Baron Kusuma dari Gunung Arjuna. (Foto: istimewa)

Produser sekaligus penanggung jawab acara, Made Suprapto, mengatakan bahwa Pentas Kangen tak sekadar panggung hiburan. Pertunjukan ini juga menjadi ajang reuni bagi para anggota KaKaSya lintas generasi dan bagian dari misi pelestarian budaya lokal.

“Menandai 44 tahun berkarya, Studio Seni KaKaSya menghadirkan Pentas Kangen salah satunya untuk ajang reuni seluruh anggota lintas generasi. Sekaligus kami ingin kembali aktif berkontribusi di kancah seni pertunjukan di Kota Malang,” ujarnya.

Made menyebut pertunjukan ini diminati berbagai kalangan, mulai dari pelajar hingga masyarakat umum. Ia menilai, minat generasi muda terhadap teater masih tinggi asalkan disajikan dengan cara yang relevan dan mengangkat nilai lokal.

“Harapan kami, Pentas Kangen tidak hanya menjadi tontonan kekinian, tapi juga tuntunan yang mengangkat nilai-nilai budaya dan sejarah. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap kekayaan kisah Nusantara,” tambahnya.

Para pemain yang menjadi dayang Dewi Anjarwati. (Foto: istimewa)

Para pemain yang menjadi dayang Dewi Anjarwati. (Foto: istimewa)

Studio KaKaSya sendiri sudah berdiri sejak 1981 dan dikenal sebagai salah satu ruang seni pertunjukan yang aktif menyuarakan isu budaya lewat panggung teater.

Naskah utama Air Terjun Penantian disutradarai oleh Alfanul Ulum. Ia menjelaskan bahwa lakon ini tidak hanya mengangkat cerita, tetapi juga bertujuan untuk meluruskan pemahaman masyarakat tentang mitos Dewi Anjarwati yang selama ini dikenal sebagai penunggu Coban Rondo.

"Kami ingin menghadirkan kembali kisah-kisah lokal dengan pendekatan yang lebih segar dan edukatif, terutama kepada generasi muda. Mitos Dewi Anjarwati sebagai penunggu Coban Rondo selama ini kerap disalahpahami. Melalui pertunjukan ini, kami ingin mengembalikan narasi yang lebih adil dan bernilai budaya," jelas Ulum.

Menurutnya, Dewi Anjarwati sering digambarkan secara negatif dalam cerita rakyat. Padahal di balik mitos tersebut, ada kisah tentang kesetiaan dan pengorbanan yang justru layak untuk diangkat.

“Kami ingin menyuguhkan narasi alternatif yang lebih adil dan bernuansa budaya. Kisah Dewi Anjarwati selama ini sering direduksi menjadi mitos negatif, padahal ada sisi kemanusiaan dan kesetiaan yang dalam di baliknya,” sambungnya.

Wali Kota Malang Wahyu Hidayat yang hadir langsung menyaksikan pertunjukan mengaku terkesan dengan jalan cerita yang tidak terduga. Ia menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan acara ini.

Baca Juga : Datang Membesuk, Pulang Diborgol: Dua Buronan Curanmor Malang Dibekuk di Polres Blitar

 

"Saya mengapresiasi, saya memang sengaja datang kesini ingin melihat langsung, katanya tadi ini kangenan ya, tapi luar biasa endingnya tidak bisa ditebak," ujar Wahyu.

Ia mengira cerita akan berakhir bahagia, namun ternyata berakhir sedih. "Saya tadi berpikir akan happy ending, ternyata sad ending. Prediksi saya salah berarti. Jalan ceritanya tidak bisa ditebak. Ternyata ini legenda cerita coban rondo ya. Menonjolkan Kearifan lokal. Atas nama Walikota Malang Pemkot Malang, Saya ingin mengapresiasi," lanjutnya.

Menurut Wahyu, kekayaan budaya Malang perlu terus diangkat. Ia bahkan menyebut bahwa anak-anak muda perlu diberikan alternatif tontonan yang tak kalah menarik dari drama luar negeri.

"Malang khasnya luar biasa, ternyata budaya kental sekali. Dari yang kecil hingga besar. Bahwa ada budaya-budaya yang kita kenal, kalau dulu anak muda tontonannya drama korea, ke depan kita harus bikin drama malangan," ucapnya.

Ia berharap, pertunjukan seperti ini bisa menumbuhkan kembali ketertarikan generasi muda terhadap budaya lokal.

"Saya kira itu aja, mudah-mudahan bisa membangkitkan semangat anak muda untuk suka dengan budaya dengan jawa, salah satunya ini, nagus, mau nonton, karena disisipi dengan kondisi saat ini, karena itu bisa menarik anak muda," tutup Wahyu.

Made Suprapto turut menyampaikan terima kasih atas dukungan berbagai pihak yang telah membantu terselenggaranya acara ini, termasuk sponsor seperti Decon Prima Karya, Lembah Indah Malang, Agro Mineral Water, dan Istana Petani.

Ia berharap semangat kolaborasi lintas generasi yang dihadirkan dalam Pentas Kangen bisa terus dijaga. Menurutnya, panggung teater bisa menjadi ruang penting untuk merawat identitas budaya bangsa, sekaligus menjadi media edukatif yang efektif bagi masyarakat.

Untuk diketahui, Air Terjun Penantian mengangkat kisah cinta segitiga antara Dewi Anjarwati, bangsawan dari Gunung Kawi, dengan Raden Baron Kusuma dari Gunung Arjuna dan Awi Kumbara, seorang berandal yang juga teman masa kecilnya. Keputusan Dewi untuk menghindari kejaran Awi Kumbara dengan melanggar pamali akhirnya membawa tragedi besar, ketika perjalanan mereka dihadang oleh Jaka Lelana. 

Raden Baron Kusuma dan Jaka Lelana berakhir tewas dalam duel tragis. Dewi kemudian bersumpah untuk tetap menanti sang suami di balik air terjun, simbol dari pengabdian dan penantian yang abadi. Cerita ini menyuguhkan sisi manusiawi dan kesetiaan yang mendalam, serta menjadi tawaran baru dalam memahami asal-usul nama Coban Rondo.