JATIMTIMES - Nama Ahmad Fahrur Rozi atau yang akrab disapa Gus Fahrur, pengasuh Pondok Pesantren An-Nur 1 Bululawang, Malang, tengah menjadi sorotan. Berdasarkan laman resmi PT Gag Nikel, Gus Fahrur diketahui menjabat sebagai salah satu komisaris perusahaan tambang yang kini menjadi perbincangan karena aktivitasnya di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya itu.
PT Gag Nikel merupakan anak usaha dari PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. Perusahaan tersebut menjadi sorotan setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengumumkan bahwa aktivitas penambangan nikel di Pulau Gag diduga melanggar aturan.
Baca Juga : Kehancuran Bangsa-Bangsa Masa Lalu, Azab Allah yang Menghancurkan Umat IngkarÂ
Dilansir dari laman resmi PT Gag Nikel, jajaran komisaris perusahaan ini diisi oleh empat nama, salah satunya adalah Ahmad Fahrur Rozi. Ia juga merupakan tokoh Nahdlatul Ulama yang kini menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU periode 2022-2027.
Selain Gus Fahrur, ada juga Hermansyah yang menjabat sebagai Presiden Komisaris, Lana Saria, pejabat eselon II Kementerian ESDM yang menjabat sebagai Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara, serta Saptono Adji, pensiunan TNI dengan pangkat terakhir Brigadir Jenderal. Sementara posisi direktur utama ditempati oleh Arya Arditya Kurnia.
Untuk diketahui, PT Gag Nikel disebut telah menambang nikel di lahan seluas lebih dari 6.000 hektare di Pulau Gag, Raja Ampat. KLHK menilai aktivitas itu melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
"PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas 6.030 hektare. Pulau tersebut masuk kategori pulau kecil. Maka aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-Undang," ujar KLH dalam siaran pers yang dirilis Jumat (6/6/2025).
Adapun masih dikutip dari laman resmi PT Gag Nikel, perusahaan ini sudah mengantongi kontrak karya sejak 1998. Awalnya, kepemilikan saham dikuasai oleh Asia Pacific Nikel Pty. Ltd sebesar 75% dan PT Antam sebesar 25%. Namun, pada 2008, Antam mengambil alih seluruh saham dan menjadi pemilik tunggal perusahaan ini.
Berdasarkan data Kementerian ESDM melalui sistem MODI, cadangan nikel milik perusahaan ini per akhir 2018 mencapai 47,76 juta wet metric ton (wmt). Sementara total sumber daya nikelnya mencapai 314,44 juta wmt, terdiri dari 160,08 juta wmt bijih saprolit dan 154,36 juta wmt limonit.
Dengan skala sebesar itu, PT Gag Nikel dilaporkan telah membangun berbagai fasilitas di Pulau Gag, termasuk rumah untuk karyawan, dermaga penghubung ke Sorong dan Waisai, hingga landasan pacu sepanjang 1.500 meter untuk pesawat kecil.
KLHK menegaskan bahwa aktivitas pertambangan di pulau kecil seperti Pulau Gag menyalahi prinsip kelestarian lingkungan.
Baca Juga : Kenduri, Talqin, dan Bubur Syuro: Warisan Dakwah Sunan Ampel dari Tanah Champa
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi," ujar Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.
Pihaknya kini tengah mengevaluasi Persetujuan Lingkungan yang dimiliki PT Gag Nikel. Jika terbukti melanggar hukum, KLHK tidak akan segan mencabut izin lingkungan perusahaan. "KLHK tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan," tegas Hanif.
PT Gag Nikel bukan satu-satunya yang mendapat teguran. Ada tiga perusahaan tambang lain yang juga disorot KLHK. Di antaranya, PT Anugerah Surya Pratama (ASP) yang menurut KLHK ditemukan melakukan pertambangan tanpa sistem manajemen lingkungan di Pulau Manuran seluas 746 hektare. KLHK telah memasang plang penghentian aktivitas di lokasi.
Selain itu, ada PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) yang menurut KLHL tidak memiliki dokumen lingkungan dan izin penggunaan kawasan hutan (PPKH) saat melakukan tambang nikel di Pulau Batang Pele. Seluruh eksplorasi dihentikan.
Serta ada PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang menurut KLHK melakukan penambangan di luar izin lingkungan di Pulau Kawe, tepatnya di area seluas lima hektare. Akibatnya, terjadi sedimentasi di pesisir pantai dan perusahaan ini terancam gugatan perdata serta diwajibkan melakukan pemulihan lingkungan.
Hingga berita ini diturunkan, JatimTIMES masih berupaya meminta keterangan dari Gus Fahrur terkait perannya sebagai komisaris di PT Gag Nikel maupun soal pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut.