JATIMTIMES — Langkah kaki SY perlahan menjauh dari lingkaran birokrasi. Hanya dua hari sebelum Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Blitar resmi menetapkannya sebagai tersangka dalam perkara korupsi proyek pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Blitar itu lebih dulu menyodorkan pengunduran diri.
Ia memilih pensiun dini dari status aparatur sipil negara (ASN), seolah hendak menghindar dari bayang-bayang proses hukum yang sudah menanti.
Baca Juga : Momentum HUT ke-44, Perumda Tirta Kanjuruhan Berikan Penghargaan kepada Unit Layanan Berprestasi
"Beliau (SY) sudah pensiun per 1 Juni 2025," kata Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Blitar, Kusno, ketika dikonfirmasi Rabu, 4 Juni 2025. Menurut Kusno, SY sebenarnya baru akan memasuki masa purnatugas pada Oktober mendatang, namun memilih pensiun atas permintaan sendiri.
Dari catatan BKPSDM, sebelum resmi pensiun, SY sempat dipindah ke jabatan struktural sebagai Asisten II Pemerintahan Kota Blitar. Namun, publik lebih mengenalnya sebagai orang lama di DPUPR instansi yang kini menjadi pusat perhatian dalam kasus korupsi proyek senilai Rp 1,6 miliar yang didanai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun anggaran 2022.
Penetapan SY sebagai tersangka diumumkan Kejari Kota Blitar pada Selasa, 3 Juni 2025. Kepala Kejaksaan Negeri Kota Blitar, melalui keterangan tertulis, menjelaskan bahwa proyek yang diselidiki meliputi pembangunan IPAL, penambahan sambungan rumah, pembangunan tangki komunal, serta pengadaan jasa tenaga fasilitator lapangan. SY disebut memiliki dua peran vital dalam proyek tersebut: sebagai pengguna anggaran dan sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK).
Dua peran yang seharusnya dijalankan dengan kehati-hatian itu justru menjadi celah yang membuka peluang penyimpangan. Berdasarkan hasil penyidikan, proyek tersebut mengalami kekurangan volume pekerjaan secara signifikan. Tidak hanya itu, negara juga dirugikan oleh pembayaran gaji kepada tenaga fasilitator lapangan yang, menurut jaksa, tidak menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.
“Total kerugian keuangan negara mencapai Rp 553 juta,” ungkap salah satu penyidik dari tim Kejari Kota Blitar yang enggan disebut namanya. Ia menjelaskan, nilai tersebut merupakan akumulasi dari kekurangan volume pekerjaan fisik dan pengeluaran negara untuk tenaga yang tidak memberikan hasil kerja sesuai kontrak.
Baca Juga : 3 Khutbah Idul Adha 2025: Tema Nabi Ibrahim, Kepedulian Sosial, hingga Investasi Abadi
Sumber di lingkup Kejari menyebut, penyidikan sudah dimulai sejak awal tahun ini. Beberapa pihak dari DPUPR telah dimintai keterangan, termasuk rekanan penyedia jasa. Nama SY mulai mengemuka setelah audit internal mengindikasikan adanya peran aktif dirinya dalam mengarahkan proyek, yang ternyata melenceng dari spesifikasi awal.
Hingga berita ini diturunkan, SY belum memberikan pernyataan resmi. Namun dari dokumen internal Pemkot Blitar, diketahui bahwa pengajuan pensiun dini telah diajukan jauh hari sebelum Kejari menetapkan status tersangka. Langkah itu dianggap sah secara administratif, meski mengundang tanda tanya dari kalangan pemerintahan.
Sementara itu, pihak Kejari memastikan bahwa status pensiun SY tidak akan menghalangi jalannya proses hukum. Kini, publik Blitar menanti kelanjutan penanganan kasus yang menyeret birokrat senior ini. Kasus SY menjadi pengingat bahwa jabatan publik bukan hanya soal kekuasaan administratif, tetapi juga soal akuntabilitas. Lengser dari kursi dinas boleh saja, tapi tanggung jawab hukum tak mengenal masa pensiun.