JATIMTIMES - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur Puguh Wiji Pamungkas resmi meraih gelar doktor dari Program Pascasarjana Universitas Merdeka (Unmer) Malang. Gelar doktor tersebut diraih oleh Puguh dengan predikat cumlaude.
Gelar doktor tersebut diraih setelah Puguh berhasil mempertahankan disertasinya. Yakni dalam sidang terbuka yang dipimpin oleh Rektor Unmer Malang Dr. Prihat Assih, S.E., M.Si., Ak., CSRS.
Baca Juga : Mei 2025 Jatim Deflasi, Harga Cabai Rawit Terjun Bebas Jadi Pemicu Utama
"Dalam disertasi tersebut, saya mengangkat tema Politik Identitas Partai Politik: Kajian Realitas Sosial Pemilihan Legislatif di Kabupaten Malang pada Pemilu 2019," tutur Puguh dalam konfirmasinya kepada JatimTIMES, Selasa (3/6/2025).
Sidang promosi doktor Puguh saat itu juga turut dihadiri oleh jajaran akademisi, promotor, dan penyanggah. Sementara yang bertindak sebagai promotor adalah Prof. Dr. Bonaventura Ngarawula, M.S., dengan ko-promotor Dr. Zainur Rozikin, M.M., M.Pd..
Sedangkan penyanggah eksternal dalam sidang tersebut adalah Dr. Muhamad Nur Afandi, M.T., serta hadir pula Prof. Dr. Grahita Chandrarin, M.Si., Ak., CA. selaku Direktur Pascasarjana Unmer Malang. Sementara itu, dalam pemaparannya, Puguh menjelaskan adanya kebaruan atau Novelty baik secara teori ataupun praktis dari hasil penelitiannya.
Menurut Puguh, model politik identitas partai politik yang dilakukan di Kabupaten Malang pada Pemilu 2019 dibangun atas empat hal. Yakni elite politik yang mempraktikan politik identitas, media masa yang mempublikasikan politik identitas, institusi partai yang menanamkan politik identitas, budaya dan tradisi sebagai pintu masuk penanaman politik identitas.
"Adanya unsur budaya dan tradisi ini sekaligus sebagai kebaharuan secara teori atau Theoretical Novelty," jelas Puguh yang juga ia jadikan sebagai jawaban saat mendapatkan pertanyaan dari penyanggah.
Pada penelitiannya, Puguh menggunakan pendekatan kualitatif. Yakni melalui wawancara mendalam dan forum diskusi kelompok atau Focus Group Discussion (FGD).
Hasilnya, para elite partai, calon legislatif, hingga kader menggunakan simbol agama dan kebangsaan dalam sosialisasi dan kampanye politik pada Pemilu 2025. "Simbol agama hingga kebangsaan digunakan baik secara langsung maupun melalui media online, media sosial, dan alat peraga seperti spanduk dan baliho,” jelas legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Puguh juga turut mengungkapkan, kekuatan politik identitas tidak lepas dari berbagai faktor. Yakni mulai dari budaya dan nilai-nilai tradisional yang hidup dalam masyarakat.
"Interaksi partai politik dengan pemilih juga dibangun lewat kedekatan budaya lokal, tradisi, dan kebiasaan masyarakat,” imbuhnya.
Puguh menambahkan, implikasi praktis dari temuannya yang menyatakan bahwa praktik dan model politik identitas partai politik yang terjadi di Indonesia tersebut, berbeda dengan yang terjadi di negara lain. Di mana, di negara lain digunakan untuk menjatuhkan dan mendiskriminasi kelompok lain.
Baca Juga : Jejak Raden Tumenggung Sosrokusumo II: Dari Patih Ngrowo ke Penguasa Berbek
"Namun di Indonesia politik identitas yang dipraktikan oleh elite politik dan institusi partai adalah untuk tujuan elektoral semata. Tanpa ada diskriminasi terhadap kelompok atau identitas lain," ujarnya.
Langkah Puguh untuk mengulas politik identitas itulah, yang pada akhirnya menjadikannya menyandang predikat cumlaude yang turut ia raih. Puguh juga menegaskan komitmennya untuk terus mengembangkan ilmu dan memberikan kontribusi positif.
"Baik kontribusi di bidang politik, pendidikan, maupun pelayanan kepada masyarakat," tuturnya.
Capaian gelar doktor tersebut, diakui Puguh memiliki makna khusus baginya. Di mana, saat menimba ilmu Puguh sempat terkendala biaya. Kondisi masa sulit tersebut sempat dialami Puguh di awal ia kuliah dulu.
"Saya pernah diterima di PTN (Perguruan Tinggi Negeri) jalur prestasi, tapi tidak bisa diambil karena tak ada biaya. Akhirnya baru kuliah tahun 2003, yang mana saat itu juga sempat kesulitan ekonomi,” ujar Puguh sembari mengenang kisahnya dulu.
Puguh mengaku, sejak pertama kali kuliah pada tahun 2003, ia telah menetapkan tiga cita-cita besar. Yakni menjadi doktor, beribadah haji, dan menjadi anggota dewan di usia 40 tahun.
"Alhamdulillah, ketiganya sudah Allah kabulkan. Capaian ini semua berkat doa dan dukungan guru, keluarga, dan teman-teman,” pungkas Puguh dengan penuh haru.