free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

Dispendukcapil Kabupaten Blitar Tanggapi Antrean Legalisir PPPK dengan Akselerasi IKD

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Nurlayla Ratri

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Para Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tampak mengantre di ruang layanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Blitar, Senin (26/5/2025). (Foto: Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES — Suasana di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Blitar pagi itu tak seperti biasanya. Sejak pukul delapan, antrean pemohon legalisir dokumen terus bertambah. 

Mereka bukan warga umum yang tengah mempersiapkan berkas untuk keperluan rekrutmen TNI atau Polri, melainkan mayoritas adalah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang baru saja menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatan.

Baca Juga : Kalender Jawa Weton Senin Pon 26 Mei 2025: Karakter, Jodoh, Rezeki, hingga Arah Karier

 

Momentum ini tidak disia-siakan oleh Dispendukcapil. Di tengah derasnya arus permohonan legalisir, satu program nasional turut digencarkan: Identitas Kependudukan Digital (IKD).

Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dispendukcapil Kabupaten Blitar, Imam Maini, mengatakan bahwa per Senin pagi (26/5/2025), sudah ada sekitar 75 permohonan legalisir yang masuk hingga pukul 10.00. Sebagian besar berasal dari kalangan ASN baru, utamanya PPPK, yang sedang dalam proses pemberkasan keluarga untuk masuk daftar gaji.

“Kalau dari masyarakat umum biasanya tidak sebanyak ini, kecuali ada pendaftaran penting seperti Polri. Hari ini sebagian besar pemohon dari PPPK,” ujar Imam saat ditemui di ruang kerjanya.

Pemerintah Kabupaten Blitar sendiri pada Jumat sebelumnya (23/5/2025) telah menyerahkan petikan SK kepada 869 ASN baru. Mereka terdiri dari 836 PPPK, 29 CPNS, dan 4 lulusan sekolah kedinasan. Prosesi penyerahan dilakukan langsung oleh Bupati Blitar, Rijanto, di Pendopo Ronggo Hadi Negoro (RHN). Dalam keterangannya, Rijanto menekankan bahwa proses seleksi dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan tujuan utama menata ulang kebutuhan pegawai di instansi pemerintah.

“Ini bagian dari reformasi birokrasi dan penataan pegawai non-ASN. Seleksi juga fokus pada eks tenaga honorer K-II dan tenaga non-ASN yang masuk dalam database BKN,” kata Rijanto.

Dengan gelombang ASN baru tersebut, kebutuhan legalisasi dokumen otomatis meningkat. Namun alih-alih menjadi beban, Dispendukcapil memanfaatkannya sebagai celah untuk memperluas jangkauan implementasi IKD.

Imam menyebut bahwa setiap pemohon legalisir saat ini diwajibkan untuk memiliki IKD. Jika belum memiliki, maka saat itu juga didaftarkan oleh petugas. “Ini sudah menjadi target kinerja kita, baik dari pusat maupun daerah. Tahun ini target nasionalnya 30 persen dari jumlah wajib KTP sudah harus punya IKD,” jelasnya.

Langkah Dispendukcapil ini selaras dengan arahan pemerintah pusat untuk mempercepat transformasi layanan publik menuju digitalisasi data. Melalui IKD, data kependudukan dapat diakses secara elektronik lewat aplikasi resmi, mengurangi ketergantungan pada dokumen fisik dan memperkuat keamanan data pribadi.

Baca Juga : Jika Sukses, Digitalisasi Aset Desa Wisata Gubugklakah Bakal Diterapkan di Seluruh Desa

 

Selain sebagai akselerator digitalisasi, pendekatan ini juga memberi pengalaman baru bagi ASN baru dalam berinteraksi dengan layanan administrasi modern. “Mereka kan akan terjun langsung ke birokrasi. Jadi bagus kalau mereka lebih dulu merasakan pelayanan berbasis digital,” tambah Imam.

Antusiasme pemohon juga cukup tinggi. Beberapa ASN baru mengaku baru mengetahui manfaat IKD saat datang mengurus legalisir. Setelah mendapat penjelasan dari petugas, mereka langsung bersedia mendaftar. Imam menilai, ini sekaligus menjadi ajang edukasi publik secara langsung.

Pola layanan seperti ini, menurut Imam, menjadi model yang akan terus diperkuat. Setiap lonjakan permohonan yang datang karena momentum tertentu—entah seleksi ASN, tahun ajaran baru, atau rekrutmen—akan dijadikan kesempatan untuk memperluas cakupan layanan digital lainnya.

“Dengan sekali datang, mereka tidak hanya bawa pulang dokumen yang dilegalisir, tapi juga identitas digital yang jadi kunci akses layanan ke depan,” pungkas Imam.

Dengan strategi dua arah ini—melayani dan mendidik—Dispendukcapil Kabupaten Blitar membuktikan bahwa pembangunan birokrasi digital bukan sekadar jargon. Di tengah antrean legalisir, sebuah langkah kecil menuju administrasi digital yang inklusif telah dimulai.