JATIMTIMES — Pagi masih basah oleh embun saat para petani di Desa Jatitengah, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar mulai mengayunkan langkah ke persemaian tembakau. Di tangan mereka, benih-benih kecil yang kelak akan menjelma menjadi tanaman bernilai tinggi. Tahun ini, para petani tembakau di Blitar tidak lagi melulu mengandalkan pasokan dari luar kota. Sebab, pemerintah daerah tengah mendorong satu perubahan besar: kemandirian dari akar—dari persemaian.
Melalui dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Blitar memulai rangkaian bimbingan teknis (bimtek) persemaian tembakau untuk tahun 2025. Kegiatan ini berlangsung serentak di berbagai kecamatan dengan dua jenis varietas: tembakau Prancak hasil kemitraan dengan PT Djarum, dan tembakau lokal khas Blitar yang didampingi Balai Penerapan Modernisasi Pertanian.
Baca Juga : Diskominfo Kabupaten Malang Gelar Podcast Sosialisasi DBHCHT untuk Sektor Kesejahteraan Masyarakat
“Tahun ini, kami mulai dengan persemaian. Ini pondasi penting. Karena selama ini petani kekurangan bibit siap tanam, bahkan sampai beli dari Tulungagung,” ujar Kepala Bidang Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Blitar, Lukas Supriyatno, saat ditemui pada Rabu, 21 Mei 2025.
Ada enam titik lokasi persemaian. Untuk varietas Prancak, bimtek digelar di Wates dan Tambakrejo, dua kecamatan di wilayah selatan yang memang cocok untuk varietas ini karena karakter tanahnya. Sementara itu, varietas tembakau lokal jenis Selopuro—dengan sub-varietas seperti Lulang, Mancung, dan Kenongo—dikembangkan di Desa Selopuro dan Desa Jatitengah di Kecamatan Selopuro, serta Desa Sragi di Kecamatan Talun dan Desa Soso di Gandusari.
Tembakau Selopuro, yang telah lama menjadi identitas pertanian di Blitar utara, kini mulai dipoles kembali. “Ada lima jenis: Lulang, Mancung, Kenongo, Kalituri, dan Sedep. Tapi yang kini favorit petani ya Lulang, Mancung, dan Kenongo. Karena daunnya lebar dan produksinya tinggi,” ujar Lukas.
Meski Kalituri dan Sedep kalah pamor karena penampilannya kalah menarik, Lukas melihat potensi tersembunyi. Menurutnya, jika dirawat dengan baik, kedua jenis itu punya bobot dan nilai jual. Tapi pada akhirnya, pilihan kembali kepada petani.
Lukas menekankan bahwa selain memperbaiki akses bibit, program ini juga membuka peluang baru. “Kami ingin menumbuhkan kesadaran petani bahwa bisnis tembakau tidak hanya dari panen daun. Persemaian ini juga bisa jadi sumber pendapatan. Dari benih pun bisa bernilai,” tuturnya.
Ia menjelaskan, masa pembibitan relatif singkat—sekitar 30 sampai 40 hari. Ini memberi ruang ekonomi tambahan, utamanya bagi petani kecil. Petani pun bisa belajar teknik persemaian yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Di Blitar, tidak semua lahan cocok untuk semua varietas. Karena itu, bimtek disesuaikan dengan karakter tanah. Varietas Prancak yang lebih tahan terhadap lahan marginal dikembangkan di selatan. Sedangkan tembakau lokal, yang butuh lebih banyak nutrisi dan tanah yang lebih subur, tetap dibudidayakan di utara.
“Kalau memaksa menanam lokal di selatan, itu akan berat di ongkos. Sebaliknya, Prancak tidak butuh banyak pupuk karena cocok di tanah kering. Kita arahkan sesuai karakter lahannya,” jelas Lukas.
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tapi juga efisiensi biaya produksi. Petani pun tidak dipaksa menanam varietas tertentu. Pemerintah hanya memberi arahan berbasis data teknis dan pengalaman lapangan.
Baca Juga : Kabur Usai Sebabkan Maut di Jatimalang Blitar, Sopir Ledok Akhirnya Diringkus Polisi
Meski sempat direncanakan untuk disalurkan pada triwulan pertama, sejumlah bantuan sarana dan prasarana untuk petani tembakau dari DBHCHT masih tertunda. “Ada efisiensi anggaran. Beberapa kegiatan terpending. Jadi sekarang kami fokus dulu ke persemaian,” kata Lukas.
Bantuan yang dirancang antara lain berupa alat pengolah tanah seperti traktor dan kultivator, pompa air, mesin rajang pascapanen, serta kendaraan roda tiga untuk pengangkutan hasil panen. Menurut Lukas, ketika kegiatan persemaian sudah berjalan stabil, barulah kegiatan lain akan menyusul.
Harapan dari program ini tidak sebatas menyiapkan bibit. Pemerintah ingin menciptakan ekosistem pertanian tembakau yang mandiri dan berkelanjutan. Dengan meningkatkan kapasitas petani mulai dari hulu hingga hilir, dari benih hingga pasar, DBHCHT tahun ini diarahkan sebagai investasi jangka panjang.
Di ladang-ladang Blitar, persemaian adalah awal dari segalanya. Dari sana, tumbuh harapan baru: petani yang lebih mandiri, bibit yang lebih berkualitas, dan pertanian yang lebih bernilai. Dengan pendekatan berbasis karakteristik lahan, kemitraan terbuka, serta dorongan modernisasi, Kabupaten Blitar menempatkan pertanian tembakau sebagai bagian dari pembangunan yang berdaya.
“Kami ingin petani tidak lagi bergantung pada pasokan luar. Kami ingin Blitar bisa berdikari dari benihnya sendiri,” kata Lukas, mantap.
Dengan perencanaan yang terukur dan pelibatan petani sebagai pelaku utama, benih-benih yang ditanam tahun ini diharapkan bisa tumbuh menjadi pohon-pohon harapan. Bukan hanya untuk panen, tetapi juga untuk masa depan pertanian Blitar yang lebih mandiri dan kompetitif.