JATIMTIMES - Kasus kekerasan melibatkan anak sebagai korban maupun pelaku terus menjadi sorotan kepolisian. Polres Batu mencatat, ada sekitar puluhan anak menjadi pelaku tindak pidana dalam tiga tahun terakhir. Yakni sekitar 36 anak berhadapan dengan hukum (ABH) terlibat sejumlah perkara, termasuk kekerasan.
"Data terakhir ada beberapa yang melibatkan anak (kasus kekerasan). Terjadi di dunia pendidikan, baik di bawah Kementerian Pendidikan maupun Kementerian Agama," ungkap Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata saat menghadiri Kampanye Rise And Speak di Sekolah Alkitab Kota Batu, Kamis (15/5/2025).
Baca Juga : Makin Menjamur, Koalisi Gelombang Gerak Minta Pemkot Malang Audit Izin Minimarket
Ia menyebut, bahwa kasus-kasus anak dalam tiga tahun terakhir setidaknya masih terjadi. Data yang terlapor tercatat mulai tahun 2022 hingga 2024 dan awal 2025 mengalami fluktuasi.
Dipaparkan Andi, kasus anak yang melibatkan ABH sebagai pelaku tindak pidana kejahatan pada tahun 2022 ada 18 anak. Jumlah tersebut menurun di tahun 2023 dengan 7 anak.
Sedangkan, pada tahun 2024 kembali mengalami kenaikan menjadi 11 anak. Sementara di tahun 2025 ini, belum ada laporan tercatat hingga awal tahun.
Data tersebut terhimpun dengan data kekerasan berbasis gender yang menimpa anak, perempuan, dan kelompok rentan. Di mana penindakan masalah kekerasan terus dikampanyekan agar korban mau bersuara dan melapor.
"Kondisi ini (kasus kekerasan) seperti teori gunung es. Di mana yang muncul adalah yang selama ini terlapor. Sedangkan kita tidak tahu yang di bawah atau di luar itu masih ada banyak," jelasnya.
Salah satu upaya yang dilakukan kepolisian yakni kampanye Rise And Speak yang diinisiasi oleh Bareskrim Mabes Polri. Di Kota Batu, kampanye itu ditujukan agar terbangun gerakan bersama anak agar tidak menjadi pelaku dan korban kekerasan. Terlebih telah dibentuk Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak (Dirtipid PPA & PPO).
Baca Juga : Penyelidikan Lanjutan Kecelakaan Wahana 360 Pendulum Jatim Park 1 Libatkan Labfor Polda Jatim
"Rise and Speak adalah rangkaian kampanye yang diinisiasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan perilaku kekerasan, baik fisik, seksual, psikologis," ujar Dirtipid PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Pol. Nurul Azizah saat ditemui, Kamis (15/5/2025).
Melalui gerakan tersebut pula, sambung Nurul, Polri mendorong penyidik untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menangani perkara sensitif PPA dan PPO. Pihaknya meminta agar menguatkan kolaborasi antara stakeholder dalam pelibatan penanganan kekerasan.
"Tentu juga tidak ingin anak menjadi korban maupun pelaku bullying. Sehingga perlu gerakan bersama edukasi melalui dunia pendidikan sedini mungkin," ucap Nurul.