JATIMTIMES - Instruksi Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto soal pengerahan prajurit untuk mengamankan lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Polemik ini ramai diperbincangkan hingga masuk trending penelusuran Google pada Senin (12/5/2025).
Ramainya perhatian publik bermula dari beredarnya Surat Telegram (ST) Nomor: ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025, yang memerintahkan pengerahan personel TNI ke institusi kejaksaan. Surat ini memicu reaksi dari berbagai kalangan, termasuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan.
Kadispenad TNI AD Brigjen Wahyu Yudhayana menjelaskan, surat telegram tersebut sejatinya bersifat surat biasa yang berisi pengaturan kerja sama pengamanan antara TNI dan kejaksaan. Wahyu menegaskan, kolaborasi semacam ini sudah berjalan sebelumnya dalam konteks hubungan antar-satuan.
"Pengamanan oleh TNI merupakan bentuk dukungan terhadap struktur yang ada, terutama pasca-keberadaan jaksa agung muda pidana militer (jampidmil) di Kejaksaan," ujar Wahyu dalam keterangannya, dikutip Senin (12/5/2025).
Ia juga menegaskan bahwa jumlah personel yang disebut dalam surat, yakni 1 peleton untuk kejati dan 1 regu untuk kejari, hanya bersifat nominatif. Dalam praktiknya, personel yang bertugas akan disesuaikan kebutuhan, bahkan hanya terdiri dari 2 hingga 3 orang.
"TNI AD akan selalu bekerja secara profesional dan proporsional, serta menjunjung tinggi hukum sebagai pedoman dalam setiap langkah," tegas Wahyu.
Berbeda dengan penjelasan TNI, Koalisi Masyarakat Sipil memandang langkah tersebut sebagai bentuk intervensi militer di ranah sipil. Mereka mendesak panglima TNI segera mencabut perintah tersebut.
"Perintah ini bertentangan dengan konstitusi, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara, dan UU TNI yang sudah mengatur secara tegas batasan peran TNI," tegas Ketua YLBHI M. Isnur, mewakili koalisi sipil.
Menurut Isnur, tugas pokok TNI adalah di bidang pertahanan negara, bukan penegakan hukum yang menjadi ranah sipil. Ia juga menilai belum ada regulasi memadai terkait perbantuan TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP).
"Pengamanan institusi sipil penegak hukum seperti kejaksaan tidak memerlukan pengerahan TNI. Itu cukup dilakukan oleh satuan pengamanan internal (satpam)," ungkap Isnur.
Lebih jauh, Koalisi Masyarakat Sipil menilai pengerahan TNI ke Kejaksaan berpotensi mengganggu independensi penegakan hukum di Indonesia. Mereka khawatir kewenangan penegakan hukum dan pertahanan negara menjadi tumpang tindih.
Baca Juga : Bus Pemain Persik Kediri Diduga Diserang hingga Kaca Bolong, Usai Menang dari Arema FC
"Ini akan menciptakan kekacauan dalam sistem ketatanegaraan dengan mencampuradukkan fungsi penegakan hukum dan fungsi pertahanan," tutur Isnur.
Koalisi juga mengkritisi keberadaan nota kesepahaman (MoU) antara TNI dan kejaksaan yang dinilai tidak memiliki dasar hukum kuat untuk menjadi landasan pengerahan prajurit. Pihaknya menyoroti bahwa revisi UU TNI beberapa bulan lalu hanya memberi ruang bagi TNI di kejaksaan pada posisi jampidmil, bukan untuk pengamanan kejati dan kejari di seluruh Indonesia.
"Faktanya, surat telegram ini bersifat umum untuk semua kejati dan kejari, bukan hanya jampidmil. Ini melanggar semangat reformasi TNI yang profesional dan independen," tandas Isnur.
Selain mendesak panglima TNI mencabut surat telegram tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil juga meminta Presiden Prabowo Subianto dan menteri pertahanan turut campur tangan membatalkan kebijakan itu. Menurut mereka, supremasi sipil dalam penegakan hukum harus dijaga agar tidak tergerus oleh dominasi militer.
Koalisi ini terdiri dari sejumlah lembaga, seperti YLBHI, Imparsial, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, WALHI, SETARA Institute, dan AJI Jakarta.
Di sisi lain, TNI memastikan tetap mendukung tugas institusi negara namun dalam koridor hukum yang berlaku. Sesuai ST Nomor ST/1192/2025, prajurit yang diterjunkan untuk pengamanan kejaksaan berasal dari satuan tempur (satpur) dan datuan bantuan tempur (satbanpur), dengan penugasan rotasi per bulan.
Adapun untuk kejati, akan diterjunkan 30 personel (1 peleton), sedangkan untuk kejari 10 personel (1 regu). Pelaksanaan penugasan ini berlangsung mulai awal Mei 2025 hingga selesai.