free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Pemerintahan

Terjerat Pinjaman Bank Plecit, Ratusan Emak-Emak di Banyuwangi Mengadu pada Wakil Rakyat

Penulis : Nurhadi Joyo - Editor : Nurlayla Ratri

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Suasana rapat dengar pendapat Komisi II, Dinas/ Instansi terkait dengan warga yang terjerat pinjaman lembaga keuangan di Ruang Rapat Khusus DPRD Banyuwangi (foto; Nurhadi Banyuwangi TIMES)

JATIMTIMES – Komisi II DPRD Banyuwangi melayani rapat dengar pendapat (hearing) terkait ratusan warga masyarakat yang terjerat pinjaman bank plecit. Lembaga keuangan berkedok koperasi tersebut disinyalir belum berizin atau ilegal. 

Hearing berlangsung di Ruang Rapat Khusus DPRD Banyuwagi pada Kamis (24/4/2025) dengan dihadiri Ketua dan anggota Komisi II DPRD Banyuwangi. Selain itu, hadir pula perwakilan dari Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan (Diskopumdag), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Bagian Perekonomian Pemkab Banyuwangi, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Anak, serta perwakilan warga dan LSM pendamping.

Baca Juga : Update Kebakaran Toko Santosa, Tim Labfor Polda Jatim akan Olah TKP

Menurut Ketua Komisi II DPRD Banyuwangi, Emy Wahyuni Dwi Lestari, hasil rapat dengar pendapat antara lain tidak semua bank dan koperasi yang memiliki legalitas resmi. Ada beberapa pinjaman yang dilakukan nasabah kepada lembaga pembiayaan menyerupai rentenir.

“Bukan koperasi, tapi mengarah kepada rentenir (bank plecit). Karena itu bukan binaan Dinas Koperasi,” ujar Emy.

Menanggapi rumor terkait pelunasan hutang, politisi Partai Demokrat tersebut menuturkan pemerintah daerah tidak memiliki dasar hukum untuk membayar pinjaman atau utang warga masyarakat di perbankan. 

“Tidak ada aturan dalam APBD yang bisa digunakan untuk melunasi utang-utang itu,” tambahnya.

Solusi yang ditawarkan legislatif adalah melakukan penertiban terhadap lembaga pemberi pinjaman ilegal yang tidak berada di bawah pengawasan Dinas Koperasi. Dia juga menyampaikan perlunya perda khusus untuk mengatur praktik bank plecit atau bank harian di masyarakat.

Sementara Sekretaris Diskopumdag Banyuwangi, Luluk Khomsiah menjelaskan bahwa lembaga yang dimaksud para nasabah bukan koperasi dalam naungan dinas setempat.

“Semua yang disampaikan itu adalah finance, bukan koperasi. Jadi bukan kewenangan Diskopumdag,” jelasnya.

Baca Juga : Kesalahan Bisa dari Bawah, Pengamat Nilai Kredit Macet Bank Jatim Tak Pengaruhi Perkembangan Perusahaan

Menurut Luluk, saat ini terdapat 1.003 koperasi yang terdaftar di Banyuwangi. Dari jumlah tersebut, 637 di antaranya masih aktif dan sisanya tidak aktif atau sudah tidak beroperasi.

Sementara ratusan warga yang sebagian besar emak-emak ini mengaku sebagai nasabah lembaga pembiayaan. Emak-emak itu datang ke kantor dewan karena beredar rumor utang mereka ada yang akan melunasi. Ada dari mereka yang juga menerima informasi bahwa bank tempat mereka meminjam akan ditutup.

Kedatangan para nasabah ini dipicu oleh informasi yang beredar melalui pesan berantai WhatsApp dan kabar dari mulut ke mulut. Mereka membawa fotokopi KTP dan mengisi daftar hadir.

“Saya dapat kabar katanya utangnya mau dilunasi. Dapat kabar juga bank tempat kami pinjam mau ditutup. Ya kami datang saja, berharap ada bantuan,” ujar salah seorang peserta yang enggan disebut namanya.

Sebagian warga yang tertarik datang ke DPRD karena mereka rata-rata mengaku kesulitan membayar cicilan pinjaman. Mereka terpaksa meminjam untuk kebutuhan sekolah anak, usaha kecil, dan kebutuhan rumah tangga. Mereka juga mengaku tidak memahami sistem pinjaman dan terjebak dalam praktik gali lubang tutup lubang.