JATIMTIMES - Dalam sabda-sabda Rasulullah SAW, hilangnya sifat amanah (kepercayaan) disebut sebagai salah satu pertanda akhir zaman. Fenomena ini bukan sekadar krisis moral, tetapi sebuah peringatan profetik yang menggambarkan degradasi nilai kemanusiaan. Bagaimana narasi agama mengisyaratkan hal ini, dan apa relevansinya dengan realitas modern?
Dalam kitab Al-Fitan, Imam Bukhari meriwayatkan sabda Nabi SAW tentang proses hilangnya amanah secara gradual. Rasulullah menggambarkannya seperti bara yang membakar hati manusia: "Seseorang tidur sejenak, lalu amanah dicabut dari hatinya, menyisakan bekas seperti bintik. Saat ia tidur lagi, bekas itu berubah menjadi luka bakar yang kosong, hanya berisi air." Metafora ini menegaskan bahwa amanah bukan sekadar tanggung jawab sosial, melainkan fondasi iman yang terkikis ketika manusia abai pada nilai spiritual.
Rasulullah melanjutkan: "Di pagi hari, manusia berdagang, tetapi hampir tak ada yang menunaikan amanah." Ironisnya, masyarakat justru memuji figur yang tampak bijak, padahal hatinya "tak memiliki iman meski seberat biji sawi". Kritik ini mengarah pada budaya image over substance penampilan lahiriah diagungkan, sementara integritas batin diabaikan.
Dalam dialog dengan seorang Badui, Rasulullah SAW menyebut penyia-nyiaan amanah sebagai pemicu akhir zaman. Saat ditanya maksud "disia-siakannya amanah", beliau menjawab tegas: "Ketika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya." (HR Bukhari).
Pernyataan ini bukan sekadar kritik terhadap nepotisme, tetapi juga peringatan tentang sistem yang mengorbankan kompetensi demi kepentingan pragmatis.
Ibnu Katsir dalam An-Nihayah memperkuatnya dengan riwayat Imam Ahmad: "Kiamat takkan datang sebelum setiap kabilah dipimpin oleh orang hina di antara mereka." Di sini, "kehinaan" merujuk pada ketiadaan kapasitas moral dan intelektual sebuah gambaran yang relevan dengan fenomena pemimpin korup atau kebijakan yang mengabaikan keadilan.
Baca Juga : Dimulai Hari ini, Berikut Tata Tertib Saat UTBK SNBT 2025 yang Wajib Diketahui Peserta
Hadits lain dalam riwayat Muslim mengungkap rangkaian tanda: ilmu yang sirna, kebodohan merajalela, hingga ketimpangan gender di mana satu lelaki menjadi penanggung 50 perempuan. Ini bukan sekadar prediksi demografis, melainkan gambaran masyarakat yang kehilangan keseimbangan. Ilmu yang dimaksud mencakup kebijaksanaan (ḥikmah) dan etika, sementara kebodohan merujuk pada kesenjangan antara pengetahuan dan akhlak.
Dalam konteks kekinian, hilangnya amanah tercermin dari maraknya korupsi, hoaks, hingga pengabaian profesionalisme. Sabda Nabi tentang "jual beli tanpa amanah" mengingatkan pada praktik bisnis curang atau kontrak sosial yang dilanggar elite politik. Sementara, pujian untuk figur tanpa iman mengingatkan pada kultus individu di media sosial yang kerap mengaburkan kebenaran.