JATIMTIMES - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim kemarau tahun 2025 akan berlangsung lebih singkat dibanding biasanya di sebagian besar wilayah Indonesia. Namun demikian, potensi risiko bencana tetap harus diantisipasi secara serius.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa musim kemarau sudah mulai memasuki tahap awal sejak April 2025 dan akan terus meluas secara bertahap di berbagai daerah.
“Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak. Pada bulan April 2025, sebanyak 115 Zona Musim (ZOM) akan memasuki musim kemarau. Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” ujar Dwikorita dikutip dari keterangan resminya, Senin (14/4/2025).
BMKG mencatat bahwa saat ini kondisi iklim global tengah berada dalam situasi yang cukup stabil. Fenomena El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) tercatat berada dalam fase netral. Artinya, tidak ada gangguan besar yang datang dari arah Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia hingga paruh kedua tahun ini.
Namun, suhu permukaan laut di sekitar wilayah Indonesia masih cenderung lebih hangat dari normal dan diperkirakan akan bertahan hingga bulan September. Kondisi ini diprediksi bisa memberi dampak terhadap pola cuaca lokal di sejumlah daerah.
Lebih lanjut, Dwikorita mengungkapkan bahwa puncak musim kemarau 2025 diperkirakan terjadi antara Juni hingga Agustus. Beberapa wilayah diprediksi akan mengalami kekeringan paling parah pada bulan Agustus.
“Wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus,” paparnya.
Berdasarkan analisis BMKG, sekitar 60% wilayah akan mengalami kemarau dengan intensitas normal. Sementara itu, 26% wilayah diprediksi akan mengalami kemarau yang lebih basah dari biasanya, dan sisanya, sekitar 14%, berpotensi mengalami kekeringan lebih kering dari normal.
“Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26% wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” tambahnya.
Dalam rangka mitigasi risiko, BMKG memberikan sejumlah rekomendasi penting bagi berbagai sektor, termasuk pertanian, kebencanaan, lingkungan, hingga energi dan kesehatan.
Untuk sektor pertanian, penyesuaian jadwal tanam dan pemilihan varietas tahan kekeringan menjadi kunci. Selain itu, pengelolaan air juga perlu dioptimalkan untuk memastikan ketersediaan air di tengah keterbatasan curah hujan.
“Untuk wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah, ini bisa menjadi peluang untuk memperluas lahan tanam dan meningkatkan produksi, dengan disertai pengendalian potensi hama,” imbuhnya.
Sementara itu, di sektor kebencanaan, BMKG menekankan pentingnya kesiapsiagaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), terutama di daerah-daerah yang diprediksi mengalami kemarau normal hingga lebih kering.
“Pada periode saat ini di mana masih ada hujan, perlu ditingkatkan upaya pembasahan lahan-lahan gambut untuk menaikkan tinggi muka air dan pengisian embung-embung penampungan air di area yang rentan terbakar,” jelasnya.
Dalam sektor lingkungan dan kesehatan, masyarakat diimbau untuk lebih waspada terhadap penurunan kualitas udara, terutama di wilayah perkotaan dan daerah rawan karhutla. Selain itu, suhu panas dan kelembapan tinggi juga bisa memengaruhi kenyamanan dan kesehatan.
Sedangkan untuk sektor energi dan sumber daya air, pengelolaan pasokan air secara bijak dan efisien menjadi sangat penting. Hal ini menyangkut keberlangsungan operasional pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sistem irigasi, serta pemenuhan kebutuhan air baku masyarakat.
Di akhir pernyataannya, Dwikorita menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak dalam menyikapi prediksi musim kemarau tahun ini.
“Semoga informasi ini dapat menjadi panduan bagi para pengambil kebijakan dalam merancang strategi antisipatif dan adaptif untuk menghadapi musim kemarau 2025. Informasi lebih lanjut dan pembaruan data iklim serta cuaca secara real time dapat diakses melalui website resmi BMKG, media sosial @infoBMKG, serta aplikasi InfoBMKG,” pungkas Dwikorita.