JATIMTIMES - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang mengusulkan revisi peraturan daerah (Perda) nomor 1 tahun 2000 tentang penataan dan pembinaan pedagang kaki lima (PKL).
Usulan tersebut juga sebagai tindak lanjut atas polemik yang masih kerap terjadi soal PKL karena berjualan di lokasi yang dilarang.
Baca Juga : Ingin Lanjutkan Tren Positif, Disnaker-PMPTSP: Peluang Investasi di Kota Malang Masih Bagus
Salah satunya yang terbaru seperti terjadi di Alun-Alun Merdeka Kota Malang. Seperti yang diketahui, kawasan Alun-Alun menjadi salah satu area yang steril dari PKL. Namun sayangnya, demi berburu sesuap nasi, tak jarang para PKL yang nekat berjualan di dalam area Alun-Alun.
Seperti yang terjadi saat moment Libur Lebaran pekan lalu, dimana area di dalam alun-alun merdeka nampak banyak dipadati oleh PKL. Bahkan juga ada sejumlah oknum yang memasukkan kendaraan bermotornya di dalam area Alun-Alun.
Meenurut Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi, revisi perda tersebut dinilai menjadi langkah yang cukup solutif. Yakni agar penataan kawasan dapat tetap berjalan tanpa mengurangi hak masyarakat untuk mencari nafkah dengan berjualan.
"Pedagang Kaki Lima ini sebenarnya pelaku ekonomi yang tangguh. Dalam kondisi sesulit apa pun, mereka tetap bertahan dan mencari alternatif untuk berjualan," ujar Arief belum lama ini.
Dirinya menilai bahwa beberapa ruang strategis di Kota Malang seharusnya juga bisa memberikan ruang bagi PKL untuk mencari nafkah, termasuk di kawasan Alun-Alun Merdeka. Dengan catatan harus dilakukan penataan dan pembatasan secara terukur.
Namun dirinya tak memungkiri jika hal tersebut masih belum dapat dilakukan. Salah satunya karena kawasan itu yang memang diatur untuk steril dari PKL. "Perda kita sekarang masih menyebut Alun-alun harus steril, ada larangan berjualan. Selama perda belum direvisi, ya memang tidak diperbolehkan ada PKL di sana," tutur Arief.
Sehingga, ia menyarankan agar Pemerintah Kota (Pemkot) Malang mulai mempertimbangkan opsi revisi Perda tentang penataan dan pembinaan PKL. Namun ditegaskan bahwa revisi itu tak dimaksudkan untuk melegalkan keberadaan PKL yang dinilai semrawut di beberapa tempat.
Hanya saja menurutnya, setidaknya ada upaya penataan PKL yang lebih manusiawi, terlebih sejalan dengan upaya mendukung keberlangsungan UMKM lokal. "Saran kami dari DPRD, Pemkot bisa sediakan area di sekitar tempat keramaian yang ditata dengan rapi. PKL-nya didata, yang benar-benar warga Kota Malang diutamakan, jenis dagangannya dikelompokkan. Penataannya harus jelas," terangnya.
Baca Juga : Usung 2 Agenda Penting, DPRD Surabaya Gelar Rapat Paripurna Pasca Lebaran
Dirinya mencontohkan penataan dengan konsep foodcourt atau sentra kuliner juga layak untuk dipertimbangkan sebagai alternatif yang menarik. Dengan penataan yang baik, ia meyakini keberadaan PKL malah akan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Lebih lanjut, dikatakannya banyak ruang di sekitar Alun-alun Merdeka yang sebenarnya dapat dimanfaatkan secara kreatif. Misalnya, di satu sisi jalur paving bisa digunakan untuk lokasi PKL dengan desain yang seragam dan tertata.
"Kalau setiap momen Lebaran boleh, itu kan diskresi saja. Tapi kalau ingin benar-benar mengangkat UMKM, maka harus ada aturan yang mengikat. Revisi Perda itu penting," tegasnya.
Namun demikian, Arief menggarisbawahi solusi jangka panjang tetap harus dituangkan dalam regulasi yang jelas. Diskresi pemerintah untuk mengizinkan PKL saat momen tertentu, seperti Ramadan dan Lebaran, tidak bisa menjadi kebijakan berkelanjutan.
"Banyak hal yang harus dikaji terkait dengan keberadaan teman-teman yang mencari nafkah dengan berjualan di sini. Gak boleh kita hanya memikirkan alun-alun bersih, tertata, tetapi kemudian mengabaikan rakyatnya yang ingin mengais rezeki dengan berjualan," imbuhnya.