JATIMTIMES - Fraksi Partai Nasdem DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim) menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jatim 2025- 2029. Kendati begitu, Fraksi Partai Nasdem masih memiliki sejumlah catatan.
Salah satunya adalah terkait tingginya angka buta huruf (ABH) di sejumlah daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), di Jatim masih ada sekitar 5 persen penduduk usia 10 tahun ke atas yang belum bisa membaca dan menulis.
Baca Juga : Soroti PAD hingga Infrastruktur, DPRD Kota Batu Sayangkan Pemangkasan Proyek IPLT Tlekung dan Pedestrian
"Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk yang besar masih memiliki angka buta huruf (ABH) yang cukup tinggi dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa," ungkap Juru Bicara (Jubir) Fraksi Partai Nasdem Khusnul Arif dalam rapat paripurna, Senin (7/7/2025).
Menurut dia, kondisi ini diperburuk oleh tantangan geografis, di mana beberapa wilayah mencakup kepulauan dan daerah pedalaman. Hal tersebut menjadi kendala tersendiri dalam pemerataan akses pendidikan.
Lebih lanjut, dikatakannya bahwa kemampuan membaca dan menulis huruf Latin atau lainnya yang tidak dimiliki oleh sebagian penduduk erat kaitannya dengan tingkat kemiskinan dan keterisolasian wilayah. Terdapat tiga kabupaten/kota yang memiliki ABH tertinggi di Jatim pada tahun 2024, yakni Kabupaten Sampang (14,02 persen ), Kabupaten Probolinggo (11,22 persen), dan Kabupaten Bondowoso (9,94 persen).
"Ketiganya memiliki karakteristik sosial budaya yang relatif serupa, seperti masih kuatnya pengaruh budaya lokal, rendahnya mobilitas penduduk, dan keterbatasan infrastruktur pendidikan dasar," urai Khusnul Arif.
Sebaliknya, wilayah dengan capaian ABH terendah justru berada di kawasan perkotaan yang infrastrukturnya lebih baik, seperti Kabupaten Sidoarjo (0,69 persen), Kota Surabaya (1,08 persen), dan Kota Pasuruan (1,15 persen).
Terkait fakta tersebut, ia menilai dokumen RPJMD 2025–2029 telah mengidentifikasi pengembangan SDM berkualitas sebagai isu strategis utama, khususnya dalam Misi 4 (Jatim Cerdas). Berbagai program prioritas telah dirancang, seperti Bantuan Operasional Pendidikan Pesantren dan Madin (bosda), Double Track Pendidikan, revitalisasi SMK, hingga East Java World Class Education dan Milea.
"Program-program ini secara umum menunjukkan arah peningkatan mutu pendidikan, namun belum secara eksplisit menyebut pendekatan afirmatif untuk wilayah dengan ABH tinggi atau terisolasi," kata wakil ketua Komisi D DPRD Jatim itu.
Baca Juga : Jadwal Pencairan Dana PIP 2025, Nominal untuk SMA/SMK Naik Jadi Rp 1,8 Juta
Karena itu, Fraksi Partai Nasdem menilai bahwa strategi peningkatan kualitas pendidikan dalam RPJMD perlu diperluas agar tidak hanya menekankan pada peningkatan mutu di daerah yang sudah maju. Tetapi juga menyasar wilayah-wilayah rawan buta huruf dan eksklusi pendidikan.
Menurut Khusnul, perlu ada affirmative action berbasis data spasial, dengan penyusunan peta sebaran ABH per desa atau kecamatan dan penguatan sinergi lintas sektor. Misalnya dengan program keaksaraan fungsional yang terintegrasi dengan pelatihan keterampilan hidup (life skills), seperti literasi keuangan, kewirausahaan mikro, dan keterampilan agraris.
"Kami juga menggarisbawahi pentingnya RPJMD tidak hanya berhenti pada perluasan akses formal, tetapi harus menjangkau pendidikan nonformal dan informal di komunitas-komunitas adat, pesantren tradisional, maupun kawasan terpencil berbasis kearifan lokal," tandasnya.
Legislator asal Dapil Kabupaten/Kota Kediri ini menambahkan, kelembagaan pendidikan berbasis masyarakat harus diberdayakan. Selain itu, guru keaksaraan yang berasal dari komunitas lokal juga perlu diberikan pelatihan khusus dan insentif layak.
"Akhirnya, dalam kerangka indikator, RPJMD perlu memperkuat pengukuran terhadap capaian keaksaraan secara periodik, bukan hanya sebagai indikator sekunder, melainkan sebagai bagian integral dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan indikator pengurangan kemiskinan struktural. Dengan pendekatan tersebut, pendidikan tidak hanya menjadi wahana mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga menjadi strategi utama dalam memutus rantai kemiskinan dan ketimpangan di Jawa Timur," pungkasnya.