JATIMTIMES - Belakangan ini publik digemparkan dengan pemberitaan mengenai perizinan Florawisata Santerra De Laponte yang diduga tidak lengkap. Sebut saja terkait izin analisis dampak lalu lintas (Andalalin) yang terkesan diabaikan oleh pengelola wisata yang berlokasi di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang tersebut.
Pihak terkait termasuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang terus mendesak agar perizinan dilengkapi. Namun, peringatan lisan hingga tertulis yang telah disampaikan terkesan diabaikan oleh pihak wisata yang familiar dengan nama Santerra tersebut.
Baca Juga : Modus Baru Peredaran Rokok Ilegal di Magetan, Satpol PP dan Tim Gabungan Bergerak hingga Pelosok Desa
Tidak lengkapnya perizinan Santerra kini turut menjadi polemik berbagai kalangan. Termasuk jajaran pejabat eksekutif maupun legislatif di Kabupaten Malang. Namun, ibarat dua sisi mata uang, keberadaan Santerra juga terbukti berdampak positif. Meskipun sejatinya dampak buruknya disebut lebih dominan.
Dampak paling buruk misalnya terkait akses lalu lintas. Dalam sejarahnya, wisata Santerra resmi beroperasi sejak 2019. Namun, izin Andalalin ternyata baru diurus pada 2023.
Dampaknya apa? Jelas terjadi kemacetan. Temuan DPRD Kabupaten Malang mengungkapkan, kemacetan yang terjadi saat momen liburan bisa mencapai 2 jam dari yang seharusnya bisa dilalui hanya dalam hitungan menit.
Dewan menyebut, dampak kemacetan tak hanya dialami oleh pengguna jalan umum. Ambulans yang seharusnya mendapatkan prioritas disebut juga turut terjebak kemacetan ulah izin Andalalin yang diduga diabaikan oleh Santerra.
Bergeser ke lingkup lingkungan, dampaknya juga cukup memprihatinkan. Pemerintah Kecamatan Pujon menyebut, wilayahnya sering mengalami kebanjiran. Di sisi lain, berulang kali Pemerintah Kecamatan Pujon juga menerima komplain dari sejumlah pihak. Salah satunya ialah protes dari kota tetangga yakni Kota Batu yang mengeluh mendapatkan banjir kiriman dari wilayah Pujon.
Beberapa sumber menyebut, wisata Santerra ditengarai turut ambil andil besar terjadinya banjir. Dugaan tersebut turut dibenarkan oleh eks petinggi di Santerra yang kini telah tidak menjabat lagi.
Mantan petinggi itu mengaku, sejak awal mengurus perizinan, sejatinya lokasi Santerra tidak direkomendasikan untuk dijadikan wisata. Pertimbangannya lantaran bisa bermuara pada dampak buruk terhadap lingkungan.
Faktanya, pihak Santerra tetap mendirikan destinasi wisata. Gayung bersambut, dalam waktu yang relatif singkat, Santerra menjadi destinasi wisata unggulan di Kabupaten Malang.
Salah satu buktinya, Santerra tercatat di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Malang sebagai wajib pajak penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbilang tinggi. Bahkan pada tahun 2024 lalu, Santerra menyumbang sekitar 25 persen dari total sektor pajak di bidang pariwisata.
Setelah ditelusuri, capaian tersebut bisa jadi bukanlah prestasi. Mengingat, perizinan Santerra hingga kini tidak lengkap. Bahkan, sampai dengan saat ini juga belum bisa dipastikan berapa luas lahan yang terus dikembangkan oleh Santerra untuk disulap jadi wisata.
Terdapat beberapa data yang ditemukan. Di antaranya, pihak Santerra disebut telah melaporkan ke dinas terkait luas pengembangan lahan yang dimanfaatkan untuk wisata sekitar 3,6 hektare. Namun, dari citra satelit, luas pengembangan lahan wisata Santerra ternyata tembus 5 hektare. Data lain menyebut, luas lahan yang sebenarnya turut dimanfaatkan Santerra mencapai kisaran 8 hektare.
Artinya, jika Santerra lebih kooperatif dan segera melengkapi perizinan, dampak positif keberadaan Santerra bisa semakin signifikan. Terlebih, saat ini ada ratusan warga lokal yang menggantungkan hidupnya dari Santerra. Namun, keberlangsungan sebagian mata pencaharian warga sekitar kini terancam. Penyebabnya karena Santerra dituding tak serius mengurus perizinan. Hal itu sesuai dengan ulasan secara mendalam pada pemberitaan JatimTIMES dengan tema: Skandal Perizinan Wisata Santerra.
Wujud dugaan ketidakseriusan Santerra tersebut juga terbukti dari upaya konfirmasi pemberitaan yang sempat diabaikan. Bukan hanya kepada JatimTIMES, namun Santerra juga mengabaikan sejumlah pihak yang ingin menegakkan ketentuan dan regulasi termasuk soal perizinan.
Baca Juga : Satgas Yonif 511 Menuju Papua, DPRD Blitar Serukan Jiwa Nasionalis dan Disiplin Sosial
Terbaru, upaya penyelesaian polemik perizinan yang dilakukan DPRD Kabupaten Malang juga tak dihiraukan oleh Santerra. Pada Kamis (12/6/2025) lalu, dewan menggelar rapat kerja gabungan komisi uji petik pengelolaan dan keberadaan Florawisata Santerra De Laponte.
Sayangnya, rapat yang sudah diagendakan jauh-jauh hari tersebut mendadak tidak dihadiri oleh pihak Santerra. Alasannya, Santerra tak bisa hadir karena ada kegiatan lain dan meminta agar dijadwalkan rapat ulang.
Perilaku Santtera tersebut tentunya bisa jadi cerminan buruk. Sekelas wisata unggulan tak menggubris soal perizinan. Hal itu dibuktikan dengan data yang dihimpun Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Malang yang cukup mencengangkan. Dari ratusan wisata di Kabupaten Malang, ternyata hanya satu wisata yang memiliki perizinan lengkap.
Kini, Pemerintahan Kabupaten Malang disudutkan dengan kegundahan. Ibarat judul film yang dibintangi Warkop DKI, pemerintah sekarang "Maju Kena Mundur Kena".
Jika sesuai rekomendasi dewan, Santerra lebih baik disegel sementara karena tak kooperatif urus perizinan. Sedangkan jika ditutup, pundi-pundi pendapatan daerah termasuk penghasilan ratusan warga lokal terancam mampet.
Dari penelusuran JatimTIMES lainnya, lahan wisata Santerra ternyata hasil dari menyewa. Sewa kontraknya selama 10 tahun terhitung sejak 2018. Sehingga tinggal tersisa tiga tahun.
Namun, masa sewa itu sepertinya sudah cukup bagi pihak Santerra untuk meraup cuan tanpa harus repot urus perizinan. Sebab, pendapatan yang didapat Santerra dalam sehari disebut bisa mencapai ratusan juta bahkan mendekati atau menyentuh angka miliaran.
Sedangkan jika pihak Santerra benar-benar angkat kaki usai masa sewa habis. Tentunya sejumlah pekerjaan rumah (PR) menjadi tanggungan pemerintah. Demi menyelamatkan keberlangsungan Santerra, dewan melempar wacana kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang untuk melakukan take over. Sedangkan sumber dana untuk pengambilalihan Santerra diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dinilai mumpuni.
Guna mengulas secara komprehensif polemik perizinan Santerra, JatimTIMES telah mengkonfirmasi sejumlah narasumber. Mulai dari dinas terkait, DPRD Kabupaten Malang, pakar atau akademisi, eks petinggi Santerra, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Seperti apa pandangan dari sejumlah pihak menanggapi polemik perizinan Santerra? Simak terus hanya di pemberitaan JatimTIMES: Skandal Perizinan Wisata Santerra (Bersambung)