free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Peristiwa

3 Perusahaan Tambang di Raja Ampat Dihentikan, PT Gag Nikel Tak Masuk Daftar Pelanggar

Penulis : Binti Nikmatur - Editor : A Yahya

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Aktivitas pertambangan di Raja Ampat. (Foto: Instagram Greenpeaceid)

JATIMTIMES - Pemerintah tengah melakukan kunjungan lapangan untuk mengecek langsung aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Hasilnya, tiga perusahaan diduga melanggar aturan lingkungan. Namun, PT Gag Nikel yang merupakan anak usaha PT Aneka Tambang (Antam) tidak termasuk di antaranya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan izin operasi ketiga perusahaan tersebut telah diberhentikan sementara. Ia menyebut pelanggaran yang terjadi bersifat serius.

Baca Juga : Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Gus Fahrur: Pulau Gag Bukan Lokasi Wisata

“Secara fisik memang ada 3 kegiatan di sana yang sedang kita lakukan pengawasan, jadi ketiga-tiganya kita sudah tadi kita hentikan, karena memang ada pelanggaran yang serius, ada yang jebol, ada yang seperti itu," ujar Faisol, dikutip Antara, Senin (9/6/2025). 

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, terdapat lima perusahaan yang memiliki izin resmi untuk melakukan penambangan di wilayah Raja Ampat. Dua di antaranya mendapatkan izin dari pemerintah pusat, yakni PT Gag Nikel yang telah mengantongi izin operasi produksi sejak 2017, serta PT Anugerah Surya Pratama (ASP) yang mendapat izin serupa sejak 2013.

Sementara tiga perusahaan lainnya memperoleh izin dari pemerintah daerah atau Bupati Raja Ampat. Mereka adalah PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham. MRP dan KSM mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) pada 2013, sedangkan PT Nurham memperoleh IUP pada 2025.

Dari hasil peninjauan, Faisol menyebut PT Gag Nikel tidak menunjukkan indikasi pelanggaran dan justru menjalankan operasional dengan memperhatikan kaidah lingkungan.

"Memang kelihatannya pelaksanaan kegiatan tambang nikel di PT GN (GAG Nikel) ini relatif memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan. Artinya, bahwa tingkat pencemaran (di Raja Ampat) yang tampak oleh mata itu hampir tidak tidak terlalu serius," jelasnya.

Sementara itu, ketiga perusahaan yang ditemukan bermasalah menjalankan aktivitas yang dinilai menyalahi ketentuan. PT Anugerah Surya Pratama (ASP), yang diketahui merupakan perusahaan asal Tiongkok, diduga melakukan pelanggaran.

Temuan tersebut didapat dari hasil pengamatan udara selama peninjauan tanggal 26–31 Mei 2025. Perusahaan ini beroperasi di Pulau Manuran seluas sekitar 746 hektare, tanpa sistem pengelolaan lingkungan yang layak dan tanpa manajemen air limbah.

Kasus serupa juga terjadi pada PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), yang membuka lahan seluas lima hektare di luar kawasan izin lingkungan dan di luar areal penggunaan kawasan hutan (PPKH).

Baca Juga : Pengasuh Ponpes di Malang Ternyata Komisaris PT Gag Nikel, Tambang di Raja Ampat yang Ramai Disorot

Perusahaan ketiga, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan serta izin PPKH yang menjadi syarat wajib untuk aktivitas pertambangan.

Faisol menegaskan bahwa secara hukum, penambangan di pulau-pulau kecil tidak diperbolehkan. Hal itu diperkuat oleh sejumlah regulasi, termasuk putusan Mahkamah Agung (MA) tahun 2022 dan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2023.

"Di undang-undang, pulau-pulau kecil tidak ada pengecualian. Jadi tidak ada pengecualian, ini dibuktikan dengan keputusan MA tahun 2022, kemudian diperkuat oleh keputusan MK tahun 2023," ucap Faisol.

Ia juga menjelaskan bahwa sebagian izin pertambangan yang ada saat ini terbit sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Salah satunya PT Gag Nikel, yang memperoleh kontrak karya sejak 1998. 

Pemerintah pun akan mengkaji ulang secara yuridis soal praktik pertambangan di pulau kecil, termasuk tinjauan terhadap aspek konservasi.
Kementerian LHK, kata Faisol, tidak akan segan-segan mencabut izin perusahaan tambang yang terbukti merusak ekosistem.

“Pulau-pulau kecil ini memiliki nilai ekologis yang tinggi. Kalau kemudian kegiatan penambangan dilakukan di situ, ini adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. Dan kami tidak akan ragu untuk mencabut izin usaha pertambangan apabila ditemukan kerusakan yang tidak bisa dipulihkan,” tegas Faisol.