JATIMTIMES - Sore yang cerah di Blitar, Jumat (16/5/2025), Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin turun ke lapangan menghadapi problem klasik kota: banjir musiman. Didampingi sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD), ia menyusuri jalur air dari hulu ke hilir.
Pria yang akrab disapa Mas Ibin ini menyusuri sungai, embung, hingga pintu-pintu air satu per satu. Tujuannya satu: memahami masalah bukan dari keluhan, melainkan dari fakta di lapangan.
Baca Juga : Misi Penaklukan 1581: Historiografi Sultan Hadiwijaya dalam Merebut Wirasaba
Langkah Mas Ibin tak sekadar simbolik. Ia hadir di titik-titik yang selama ini menjadi langganan limpasan air. Seperti sungai di utara Taman Makam Pahlawan (TMP) Bendogerit, pintu air embung Ngadirejo, Jurang Sembot, dan aliran sungai di Plosokerep. Dengan sepatu boot dan clipboard di tangan, ia mendengarkan laporan, mencatat kondisi, dan berdiskusi langsung dengan tim teknis.
“Kami mengecek dari hulu ke hilir untuk menentukan tindakan penanganan banjir. Apakah cukup mengatur alur air, normalisasi, atau membuat sudetan. Kami masih mempelajarinya,” ujar Mas Ibin saat ditemui di sela-sela kegiatan itu.
Menurutnya, penanganan banjir tidak bisa instan. Butuh kerja teknis dan sosial yang berjalan seiring. Untuk jangka panjang, opsi yang dikaji mencakup pembangunan sudetan, pembenahan kontur aliran, hingga pelebaran jalur drainase. Tetapi untuk saat ini, langkah-langkah pragmatis lebih dahulu digerakkan.
Salah satunya adalah menghidupkan kembali budaya gotong royong melalui kerja bakti membersihkan saluran air. Ia mengatakan akan segera mengeluarkan surat edaran kepada seluruh RT untuk mengaktifkan kembali agenda rutin membersihkan drainase.
“Kami akan membuat surat edaran untuk RT agar kembali mengaktifkan kerja bakti membersihkan drainase maupun saluran air. Langkah itu untuk antisipasi cuaca yang tidak pasti seperti sekarang,” jelasnya.
Kota Blitar memang bukan satu-satunya wilayah yang diuji oleh perubahan cuaca ekstrem. Namun bagi Mas Ibin, keterbatasan anggaran dan medan bukan alasan untuk membiarkan air meluber ke permukiman. Justru, ia mendorong sinergi antara warga dan pemerintah agar masalah bisa ditangani bersama.
Ia juga menekankan pentingnya pelaporan dini oleh warga jika menemukan saluran rusak. Menurutnya, informasi dari masyarakat sangat menentukan kecepatan respons petugas. Untuk itu, ia meminta partisipasi aktif dari warga dalam menjaga dan melaporkan kondisi lingkungan sekitar.
Baca Juga : Prodi Baru MPI Unisba Blitar: Mencetak Manajer dan Entrepreneur Pendidikan Islam Masa Depan
“Semua ikut mengecek saluran air maupun drainase dengan pola gerakan bareng. Kalau ada saluran yang rusak supaya segera melaporkan agar cepat ditangani,” tambahnya.
Mas Ibin tidak menampik bahwa kondisi geografis Blitar membuat persoalan banjir menjadi rumit. Ia menyebut, saat curah hujan normal, seluruh drainase bekerja baik. Tetapi ketika hujan intens, sistem tidak lagi mampu menahan debit air yang masuk dari berbagai arah.
“Intinya kami cek dulu, kalau seperti ini sedikit susah, yang jelas kami bersama warga bersama-sama melakukan penanganan masalah banjir di Kota Blitar,” katanya.
Hanya sehari sebelum kunjungan lapangan ini, hujan deras melanda Kota Blitar. Beberapa titik di kota sempat terendam akibat meluapnya drainase dan saluran irigasi. Namun alih-alih saling menyalahkan, pemerintah kota memilih jalan sunyi: kerja nyata, bersama warga, dari titik-titik akar persoalan.
Langkah Mas Ibin hari itu mungkin hanya satu tahap kecil dari proses panjang. Tetapi justru dari langkah-langkah seperti inilah kepercayaan publik dibangun: ketika seorang pemimpin memilih berdiri di tepi sungai, bukan hanya di balik meja.