free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Profil

Soetomo, Mantan Tenaga Honorer Dinas Pengairan Banyuwangi yang Lestarikan Seni Pandai Besi

Penulis : Nurhadi Joyo - Editor : Nurlayla Ratri

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Soetomo, seorang pandai besi yang ada di Kelurahan Banjarsari Banyuwangi (Foto;Nurhadi Banyuwangi TIMES)

JATIMTIMES – Menjadi pandai besi bukan hanya sekadar menempa logam, melainkan memadukan metalurgi dengan sentuhan seni hingga menjadi karya kriya. Di wilayah Banyuwangi, sekarang pekerjaan ini sudah semakin sulit ditemui.

Salah seorang yang sampai saat ini setia menekuni profesi pandai besi adalah Soetomo. Pria berusia 67 tahun tersebut tinggal di lingkungan Krajan, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. 

Baca Juga : Pamit ke Rumah Teman Sepulang Sekolah, Remaja SMP di Kota Batu Dilaporkan Hilang

Pria yang akrab disapa Pak Tomo ini dulunya merupakan tenaga honorer di Dinas Pengairan Banyuwangi sejak sekitar tahun 1980. Namun setelah sekitar 20 tahun mengabdi, dia harus menerima kenyataan pahit diberhentikan dengan alasan pengurangan pegawai pada tahun 2000.

Sejak menjadi tenaga honorer di Dinas Pengairan, Pak Tomo telah menekuni pekerjaan sebagai pandai besi meskipun usianya beranjak senja.

Setiap hari dia mengisi hari-harinya dengan membuat aneka macam produk peralatan dapur dan pertanian. Beberapa di antaranya yakni pisau, parang, sabit, bodhing hingga pisau besar untuk alat menyembelih sapi atau kambing.

Selain itu Pak Tomo juga menerima jasa untuk memperbaiki atau servis pisau, sabit atau pacul yang tumpul.

“Kalau bahasa Jawanya nyepuh, agar bisa dipakai kembali dan tajam dengan biaya yang terjangkau,” ungkap Pak Tomo.

Untuk jasa nyepuh, dia mematok tarif mulai Rp 30 ribu bergantung tingkat kerusakan. Adapun pisau dan berbagai macam produk dari keterampilan sebagai pandai besi yang dihasilkannya dijual mulai harga Rp 30 ribu. Namun untuk pesanan khusus, bisa di atas Rp 250 ribu. 

Tempat kerja Pak Tomo berukuran sekitar 2 X 2 meter yang sangat sederhana, lokasinya berada di pinggir jalan raya arah wana wisata Gunung Ijen. Setiap hari, dia menekuni pekerjaan yang dilakukan sejak sekitar 1980-an itu.

Selama 45 tahun itu, Pak Tomo tidak belajar secara khusus untuk menguasai keterampilan pandai besi. Ilmu metalurgi didapatkan secara turun temurun mulai dari kakeknya.

Baca Juga : Ratusan Guru Honorer Dirumahkan: Komisi IV DPRD Situbondo Undang Dispendikbud Cari Solusi

”Tetapi saat ini anak dan menantu saya tidak ada yang tertarik untuk menjadi pandai besi,” ujarnya.

Pada awal menjadi pandai besi, tidak jarang Pak Tomo harus mengeluarkan uang yang cukup besar pada masa itu untuk mengganti parang rusak yang seharusnya dia perbaiki.

Namun Tomo muda waktu itu menganggap sebagai konsekuensi yang harus ditanggung dan secara tidak langsung dia belajar dengan melihat langsung dari para pandai besi yang lebih ahli dalam membuat atau memperbaiki pisau atau parang yang diperbaiki.

Lebih lanjut dia mengungkapkan rasa syukurnya. Dengan memiliki ketrampilan sebagai pandai besi, dia masih hidup sehat sampai saat ini. Sementara tidak sedikit teman seangkatannya yang sudah meninggal dunia.

Dengan penghasilan sebagai pandai besi Pak Tomo mampu menghidupi diri bersama dengan istri tercinta yang setiap hari membuka usaha warung kopi di samping tempat kerjanya.