JATIMTIMES - Di tengah bayang-bayang tantangan ekonomi yang terus menghimpit, sejumput harapan datang dari kebijakan pemerintah daerah. Kabupaten Blitar, lewat Dinas Sosial, memilih haluan yang tajam dan terukur dalam mengelola Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Bukan pada proyek fisik atau pelatihan seremonial, melainkan pada penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi buruh yang hidupnya bergantung pada sektor pertembakauan.
Kebijakan ini bukan hadir kemarin sore. Sejak tahun 2023, Dinas Sosial Kabupaten Blitar telah mengeksekusi program bantuan ini, dan komitmen itu diperpanjang hingga 2025. Skema ini bukan sekadar anggaran tahunan, melainkan bentuk kesadaran pemerintah daerah terhadap pentingnya keadilan sosial bagi kelompok rentan.
Baca Juga : SI RIZKI, Internet Gratis untuk Rakyat: Pemkab Blitar Resmikan 351 Titik Akses Digital
“Dana DBHCHT tahun ini yang kami kelola mencapai Rp8,8 miliar,” ujar Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar, Yuni Urinawati, Kamis (15/5/2025). Ia menuturkan, alokasi tersebut sepenuhnya ditujukan untuk menyalurkan BLT kepada 4.819 buruh. Mereka terdiri dari buruh tani cengkeh, tembakau, dan pekerja pabrik rokok yang tersebar di Kabupaten Blitar maupun yang bekerja di dua perusahaan rokok di Kota Blitar.
Langkah ini tak sekadar berbicara angka. Dalam praktiknya, tiap buruh akan menerima bantuan sebesar Rp300 ribu per bulan selama enam bulan. Penyaluran dilakukan mulai bulan Juni, dengan proses verifikasi data yang sedang berjalan saat ini.
Menurut Yuni, pemilihan BLT sebagai bentuk bantuan adalah upaya untuk menjangkau langsung kebutuhan dasar para buruh, yang sebagian besar bekerja tanpa jaminan sosial memadai. “Melalui pemanfaatan DBHCHT ini, kami berharap bisa membantu meringankan beban ekonomi buruh dan mendukung keberlangsungan kerja mereka di sektor tembakau,” ucapnya.
Penyaluran dana dilakukan lewat Bank Jatim untuk menjamin transparansi dan akurasi sasaran. Mekanisme ini menjadi semacam pagar keuangan agar program bantuan tak tersesat dalam birokrasi atau salah sasaran. Pemerintah daerah juga menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mendata penerima. Hanya warga ber-KTP Kabupaten Blitar yang bekerja langsung di sektor pertembakauan yang berhak menerima bantuan.
Langkah ini tak datang tanpa tantangan. Seleksi data menjadi pekerjaan rumah yang rumit dan menyita energi. Namun di tengah kerumitan itu, pemerintah daerah tetap memilih jalur sulit dengan memastikan tidak ada satu pun buruh yang layak menerima terlewat. “Kami melakukan pemantauan ketat agar penyaluran betul-betul menyasar mereka yang berhak. Ini penting agar manfaat DBHCHT bisa dirasakan langsung oleh masyarakat bawah,” tegas Yuni.
Di balik skema kebijakan ini, terbaca satu arah pemikiran: menjadikan DBHCHT sebagai alat koreksi sosial. Pemerintah daerah menyadari, sektor pertembakauan adalah sumber ekonomi yang besar, tapi tidak semua pihak di dalamnya mendapat perlindungan yang layak. Melalui BLT, wajah negara tampil di tengah mereka yang bekerja dengan tangan penuh noda nikotin.
Baca Juga : Mbak Wali Vinanda Raih Outstanding Young Public Leader of The Year pada Leading Women Award 2025
Di banyak daerah lain, DBHCHT kerap digunakan untuk belanja alat, pelatihan jangka pendek, atau pembangunan fasilitas dengan manfaat jangka panjang yang belum tentu menyentuh kebutuhan harian pekerja. Pemkab Blitar mengambil jalur berbeda—lebih membumi, lebih berpihak.
Kebijakan ini bukan tanpa cela, namun ia menunjukkan arah baru dalam mengelola dana publik: bahwa keadilan sosial bukan sekadar jargon, melainkan bisa menjadi produk kebijakan yang nyata. Bahwa dana cukai—yang lahir dari industri dengan beban kesehatan tinggi—bisa dikembalikan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka yang menopang industrinya dari balik bayang.
Jika konsistensi ini dijaga hingga 2025, maka Kabupaten Blitar punya alasan kuat untuk disebut sebagai salah satu pelopor penggunaan DBHCHT yang berani dan berpihak. Dan untuk para buruh tembakau, ini bukan hanya soal uang tiga ratus ribu, tapi soal pengakuan dan kehadiran negara dalam hidup mereka.