free web hit counter
Scroll untuk baca artikel
Serba Serbi

Membangun Kediri: Peran Raden Mas Toemenggoeng Pandji Djojo Koesoemo di Balik Jalur Kereta dan Perkebunan

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Dede Nana

13
×

Rencana Rilis PlayStation 6 Berpotensi Terungkap, Berkat Microsoft

Share this article
Stik Playstation
Makam Raden Mas Toemenggoeng Pandji Djojo Koesoemo dan istrinya di kompleks Setono Gedong, Kota Kediri. (Foto: Aunur Rofiq/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Raden Mas Toemenggoeng Pandji Djojo Koesoemo (1887–1901) adalah nama yang sering kali luput dari sorotan utama sejarah, namun memiliki pengaruh besar dalam membentuk Kediri modern pada masanya. Sebagai Bupati Kediri, beliau tidak hanya meninggalkan jejak administratif, tetapi juga warisan infrastruktur yang menjadi penopang ekonomi masyarakat, seperti jalur kereta api Kediri-Jombang melalui Pare. 

Di balik pencapaiannya, Setono Gedong menjadi saksi bisu peristirahatan terakhir sang bupati, menyimpan narasi sejarah yang kompleks dan mendalam. Setono Gedong, terletak di tengah Kota Kediri, bukan sekadar tempat pemakaman. Situs ini adalah museum sejarah hidup yang mencerminkan perjalanan peradaban Kediri dari masa ke masa. 

Baca Juga : Dianggap Bukan Warga Setempat, Satu Calon di Pilkasun Ajung Ditolak Warga

Selain menjadi tempat peristirahatan tokoh-tokoh penting seperti Syech Syamsuddin al-Wasil dan Susuhunan Amangkurat III, Setono Gedong juga menjadi tempat dimakamkannya beberapa bupati Kediri, termasuk Raden Mas Toemenggoeng Pandji Djojo Koesoemo.

Dilantik pada 8 Maret 1887, Pandji Djojo Koesoemo menggantikan saudaranya, Raden Adipati Ario Tedjo Koesoemo, yang meninggal dunia. Beliau adalah bagian dari keluarga besar birokrasi Jawa, dengan saudara-saudaranya juga menjabat sebagai bupati di wilayah lain, seperti Gresik dan Sedayu. Sebelum menjadi Bupati Kediri, beliau menjabat sebagai Wedono Warujayeng di Kabupaten Berbek, sebuah posisi yang memberinya pengalaman penting dalam administrasi lokal.

Masa jabatan beliau ditandai dengan perubahan signifikan dalam bidang infrastruktur dan ekonomi. Salah satu proyek monumental adalah pembangunan jalur kereta api Kediri-Jombang yang dimulai pada tahun 1895 oleh Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM). Jalur ini membuka akses perdagangan dan mobilitas masyarakat, membawa dampak besar pada perkembangan ekonomi Kediri.

Selain itu, kebijakan Agrarische Wet (1870) yang memungkinkan pembukaan lahan perkebunan swasta membawa Kediri ke era baru. Di masa pemerintahannya, tercatat 105 perusahaan dan perkebunan baru didirikan. Perkebunan tebu, kopi, dan karet menjadi sektor utama yang menopang perekonomian Kediri.

Pandji Djojo Koesoemo adalah figur yang membawa Kediri ke era modern. Jalur kereta api yang beliau bangun tidak hanya meningkatkan perdagangan tetapi juga mempercepat akses ke wilayah lain, menjadikan Kediri sebagai pusat ekonomi yang strategis di Jawa Timur.

Setono Gedong menjadi tempat pemakaman Pandji Djojo Koesoemo setelah beliau wafat pada 1901. Makam beliau berdampingan dengan tokoh-tokoh besar lainnya, termasuk Syech Syamsuddin al-Wasil, ulama abad ke-12 yang memiliki hubungan erat dengan Prabu Jayabaya, Raja Kediri.

Syech Syamsuddin al-Wasil: Guru Spiritual dan Pembangun Perdamaian

Syekh Syamsuddin al-Wasil, atau Mbah Wasil, merupakan salah satu tokoh paling tersohor di Setono Gedong.Menurut tradisi lisan, beliau adalah seorang ulama yang datang dari Persia dan memiliki hubungan mendalam dengan Prabu Jayabaya. Al-Wasil dikenal karena ajarannya yang memadukan kemakrifatan spiritual dengan nilai-nilai pemerintahan.

Mbah Wasil memiliki peran besar dalam membentuk pemikiran Jayabaya, termasuk dalam penyusunan kitab ramalan Jangka Jayabaya. Hubungan ini menunjukkan integrasi antara spiritualitas dan politik di era Kediri kuno. 

Baca Juga : Gandeng Wanita di Pernikahan Luna Maxime, Netizen Kepo dengan Pacar Ari Lasso

Selain itu, makam al-Wasil yang dibangun oleh Bupati Suryo Adilogo pada abad ke-16 menjadi saksi keberlanjutan tradisi Islam di Kediri. Kompleks Setono Gedong, dengan arsitekturnya yang megah, menjadi simbol sinergi antara agama, budaya, dan pemerintahan.

Tokoh lain yang dimakamkan di Setono Gedong adalah Susuhunan Amangkurat III, raja keenam Kesultanan Mataram. Kehadirannya menambah dimensi historis situs ini, mengingat Amangkurat III dikenal sebagai sosok yang penuh kontroversi dalam sejarah Jawa. Setelah diturunkan dari tahtanya oleh VOC, ia diasingkan ke Sri Lanka, kemudian dipulangkan ke Jawa, menetap di Kediri, dan setelah wafat dimakamkan di Setono Gedong.

Kepemimpinan Raden Mas Toemenggoeng Pandji Djojo Koesoemo adalah bagian dari mozaik sejarah Kediri yang kaya. Keberhasilan beliau dalam membangun infrastruktur dan memperluas sektor ekonomi menunjukkan visi seorang pemimpin yang tidak hanya berpikir untuk masa kini tetapi juga masa depan.

Warisan beliau, bersama dengan kisah tokoh-tokoh lain di Setono Gedong, membentuk narasi yang memperlihatkan Kediri sebagai pusat peradaban Jawa yang kaya akan tradisi, spiritualitas, dan inovasi. Setono Gedong, dengan segala lapisan sejarahnya, adalah pengingat akan kebijaksanaan dan kontribusi para pendahulu yang membangun pondasi bagi generasi mendatang.

Dengan demikian, mengenang sosok seperti Pandji Djojo Koesoemo dan menjaga situs seperti Setono Gedong adalah bagian penting dari upaya kita untuk memahami, menghormati, dan merawat warisan sejarah yang tak ternilai.